Kopi TIMES

Ekuilibrium Ibadah Ritual dan Sosial

Minggu, 26 April 2020 - 23:11 | 208.59k
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan KPS. Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Unisma Malang.
Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan KPS. Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Unisma Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Bulan puasa Ramadhan bulan penuh berkah. Semua amal kebaikan mendapat nilai tambah yang lebih dalam pandangan Allah SWT. Ibadah yang dilakukan di luar bulan Ramadhan tidak dilipatgandakan pahalanya, maka momentum menebar kebaikan di bulan puasa merupakan kesempatan terbaik baik bagi umat Islam. 

Beribadah dalam Islam ada yang langsung berkaitan dengan Sang Pencipta Allah SWT., ibadah seperti ini tata cara dan waktunya telah ditentukan secara syar’i tanpa dibutuhkan inovasi yang malah menjerumuskan umat Islam pada perbuatan “bid’ah”.

Contoh yang paling mudah adalah ibadah shalat. Dalam sehari semalam, umat Islam berkewajiban menjalankan ibadah shalat lima kali (waktu). Bagi umat Islam yang ingin menambah di luar shalat lima waktu dapat melakukan ibadah shalat nawafil (sunnah). Selain ibadah ritual, Islam juga menekankan ibadah sosial yang berkaitan dengan hubungan antarsesama manusia. Dalam Islam dikenal beberapa ibadah sosial berupa zakat, shadaqah, dan infaq. Contoh ketiga ibdah sosial tersebut memiliki prinsip penyaluran sebagian harta yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang dianggap lebih membutuhkan.

Nilai kedua ibadah, baik ritual dan sosial sama-sama urgen dan penting dalam pandangan Islam. Keduanya perlu dan bahkan wajib dilakukan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Betapa signifikan kedua ibadah itu dalam Islam tergambar di berbagai ayat Al-Qur’an yang senantiasa menyandingkan kewajiban mendirikan ibadah shalat dengan ibadah zakat. Dua dimensi ibadah kepada Sang Khaliq dan kepada makhluk mendapat tempat yang sama dan menjadi sarana umat Islam menjaga keseimbangan (ekuilibrium) hubungan vertikal dan horizontal. 

Terlebih di bulan puasa, kesempatan menjalankan ibadah baik ritual maupun sosial sangat terbuka lebar. Di samping shalat lima waktu, umat Islam memiliki kesempatan menjalankan shalat tarawih yang tidak ada di luar bulan puasa. Hasrat membaca Al-Qur’an juga meningkat seiring kesadaran umat Islam bahwa di bulan suci inilah kitab suci Al-Qur’an diturunkan. Umat Islampun memperingatinya di setiap tanggal 17 Ramadlan dengan istilah peringatan Nuzulul Qur’an.

Pahala ibadah ritual yang didapatkan di bulan puasa berlipat ganda, selain ibadah puasanya sendiri yang menjadi rahasia bagi Allah SWT. Fenomena menarik yang seringkali terlihat di pinggir jalan, tidak sedikit umat Islam membagi-bagikan ta’jil (makanan ringan untuk membatalkan puasa). Ada di antara mereka yang mengantarkan ta’jil tersebut ke tempat-tempat ibadah (masjid & mushalla). Pada bulan puasa pula, orang-orang berkecukupan mengeluarkan sebagian harta untuk zakat dan shadaqah. 

Kepedulian sosial semakin meningkat sebagai ekspresi kasih sayang kepada sesama yang kurang beruntung. Terlebih di masa-masa sulit menghadapi pandemi corona yang belum diketahui waktu berakhirnya. Keseimbangan antara ibadah ritual dan ibadah sosial menemukan momentumnya yang tepat di bulan penuh berkah dan di tengah umat manusia menghadapi wabah.

Boleh saja seorang muslim berpuasa dan yang hanya mengetahui keahsahan puasanya adalah Allah SWT., namun perlu juga ibadah puasa tersebut disempurnakan dengan ibadah sosial sebagai entitas kepedulian terhadap sesama. Paling tidak keseimbangan kedua ibadah tersebut terwujud saat seseorang mengeluarkan zakat fitrah. Kesempurnaan ajaran Islam tampak indah tat kala umat Islam dengan khusyuk menjalankan praktik-praktik ibadah ritual sebagai bentuk ketundukan pada Allah SWT., dan juga menepiskan keegoaannya dengan mengeluarkan sebagian harta kekayaan untuk saudara-saudaranya yang membutuhkan.

Belum dikatakan muslim sejati, jika hanya shalih ritual tanpa ditemani dengan keshalihan sosial. Kepekaan seorang muslim terhadap kondisi sekeliling yang bisa jadi terdapat orang-orang lemah (mustadl’afin) menjadi pelengkap keparipurnaan ibadah kepada Allah SWT. Ekuilibrium ibadah ritual dan sosial merupakan jalan menuju keridlaan Allah SWT. yang Maha Pengasih dan Penyayang bagi hamba-hambaNya. Selayaknya keshalihan individual yang tergambar pada praktik ibadah-ibadah ritual berimbas pada keshalihan sosial dalam bentuk ibadah harta benda atau perbuatan baik lainnya pada sesama umat manusia. Wallahu a’lam bisshowab.

***

*)Oleh: Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan KPS. Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Unisma Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES