BEM-FH UWG Malang Dahulukan Kkeselamatan dan Kesehatan Rakyat
Jumat, 24 April 2020 - 12:20 | 44.86kTIMESINDONESIA, MALANG – Di tengah merebaknya pandemi Covid-19 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM-FH) tetap ingin progresif menumbuhkan daya pikir kritis kepada mahasiswa, dengan menggelar diskusi daring.
Kali ini mengundang Rizal Syahru Romadlon, SSos, SH dan Nursasi Atha sebagai narasumber. Rizal adalah alumni FH UWG yang kini sedang menimba ilmu di Program Pascasarjana Ilmu Hukum UWG, sementara Nursasi Atha adalah Koordinator Malang Corruption Watch yang sangat aktif di gerakan anti korupsi.
Tema diskusi yang diangkat terkait dengan RUU Omnibus Law: “Negara dalam Cengkeraman Oligarki." Dipandu oleh Adithya Tri Firmansyah, diskusi dari ini digelar pada Senin 20 April 2020 jam 18.00. Tema menarik ini diangkat karena BEM FH menilai kondisi hukum di Indonesia cukup ironi.
“Rancangan Undang-Undang Omnibus Law merupakan produk hukum yang digagas oleh pemerintah untuk menumbuhkembangkan ekosistem investasi dan pengembangan ekonomi di tanah air, namun beberapa hal fundamental diatur, khususnya di sektor ketenagakejaan (Cipta Kerja). Banyak pasal yang sebenarnya sangat kontroversial dan mereduksi hak-hak buruh pekerja,” jelas Adith saat mempertimbangkan mengangkat tema ini.
“RUU Omnibus Law ini kurang aspiratif. Peran serta masyarakat buruh sangat minim. Justru pengusaha yang diuntungkan. Disamping itu juga menimbulkan dampak ke semua sektor seperti lingkungan hidup, otonomi daerah, perpajakan, dan masih banyak lagi. RUU omnibus law sebagai UU payung, mestinya mengakomodir berbagai regulasi. Secara konsep RUU ini ideal untuk Indonesia, namun belum waktunya diterapkan,” Rizal, pakar kebijakan publik dan wirausahawan.
Ia juga berharap pemerintah tidak terburu-buru menetapkan RUU ini menjadi UU.
“Hukum dikatakan baik manakala mampu mencerminkan keinginan masyarakat luas, bukan hanya keinginan oligarki atau sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekuatan dalam menentukan kebijakan dan ini sangat berkorelasi dengan Negara Indonesia. Maka dari itu perlu kita sikapi dengan menolak RUU ini,” tegas Atha.
Diakhir acara diskusi melalui media Zoom yang diikuti oleh 100 orang peserta ini, Adithya, sang Ketua BEM-FH UWG, menyampaikan kesimpulannya. "Kita semua teringat dengan sebuah adagium hukum yaitu Sallus Populi Suprema Lex Esto yang artinya keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Di tengah situasi kemelut wabah ini sudah semestinya pemerintah bersama DPR menunda pembahasan RUU ini. Pembahasannya harus melibatkan peran serta masyarakat, karena semua menginginkan produk hukum yang aspiratif,” bebernya.
Pria berkacamata ini juga berharap pemerintah fokus pada penanganan keselamatan dan kesehatan rakyat, bukan mendahulukan kepentingan ekonomi. (*)
UWG Malang Universitas Widyagama Malang Kampus Inovasi Covid-19 BEM FH UWG
Publisher | : Rochmat Shobirin |