Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Jangan Meneruskan Menjadi Jahat

Rabu, 22 April 2020 - 14:29 | 51.30k
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Islam Malang (UNISMA).
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Dinamika atau perubahan di tengah masyarakat yang berkaitan dengan pelanggaran hukum atau kejahatan semakin bermacam-macam. Pelanggaran hukum berkembang seiring dengan realitas dinamika masyarakat. Dapat dibaca kondisi riil, bahwa semakin dinamis masyarakat, berbagai bentuk pelanggaran hukum pun terjadi. Tinggal sekarnag dinamikanya apa? Apa karena dinamika pandemi Covid-19 lantas membuat kejahatan ikut terjadi dan merebak dimana-man?

Perubahan masyarakat akibat Covid-19 dewasa ini berlangsung sangat cepat, yang perubahan ini terkadang tidak bisa disikapi dengan benar oleh sebagian anggotanya, terutama tentang perkembangan siapa-siapa yang menjadi pelaku kejahatan atau pelanggaran hukum. Perubahan membawa konsekuensi bagi setiap subyek sosial. Salah satu subyek sosial yang terkena dampak perubahan adalah seseorang yang dulunya sudah pernah berbat jahat atau pernah jadi narapidan, yang kemudian sekarang mengulangi lagi dalam ragam kejahatan.

Dari beberapa pemberitaan, mereka yang dikeluarkan dari penjara (Lembaga Pemasyarakatan), ternyata sebagian diantaranya terjerumus menjadi kambuhan. Dari yang tertangkap, kejahatan seperru menjambret, merampok, atau lainnya dilakukan. Tentu saja kondisi ini meresahkan masyarakat yang sudah resah akibat Covid-19.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Itu menunjukkan, bahwa kenyataan sosial deviatif yang semakin memprihatinkan dapat terbaca, bahwa dalam hubungannya dengan perkembangan perilaku menyimpang di masyarakat, ada peristiwa tertentu digunakan sebagai logika atau alasan melakukan kejahatan (lagi).

Di tengah masyarakat, ada yang bisa menyesuaikan diri dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan norma hukum dan agama, namun tidak sedikit pula yang gagal menyesuaikan diri dan terjerumus dalam perbuatan melanggar norma hukum atau melakukan kejahatan. Perubahan di masyarakat telah membentuknya menjadi sosok yang gagal menyesuaikan atau mengadaptasikannya secara positip (sejalan dengan norma yuridis).

Fenomena itu menunjukkan adanya suatu gejala atau aspek yang muncul   kepermukaan  di  tengah  kehidupan   masyarakat  dewasa  ini  bukan  gejala  yang  normal  yang  terjadi melainkan  gejala gejala  yang  serba  mengkhawatirkan  dan  memprihatinkan  (anomalistik). Tidak sedikit anggota masyarakat, diantaranya yang terjerumus dalam  perilaku  yang melanggar tatanan sosial dan hukum, yang sebagian masih ”belajar” melanggar norma, namun sebagian lainnya sudah ”pengalaman” atau tinggal meneruskan dan mengembangkannya.

Kondisi miliu sosial buruk  itu  disebut  sebagai  lingkungan  yang  abnormal  yang   sangat  besar  pengaruhnya, sehingga seseorang atau sejumlah orang yang  kondisi kepribadianya  belum cukup  kuat  secara  mentalitas  dan  moralitasnya , potensial sangat  mudah  terseret  dalam  pengaruh  buruk  itu,  yakni  menjadi  pelaku   terjadinya   kejahatan  tertentu yang berelasi dengan prblematika yan dihadapinya.

Kondisi seperti  ini  seharusnya  dapat  dijadikan  sebagai  pertimbangan  bagi  negara atau aparat penegak  hukum  yang  mendapatkan  tugas  dalam  menjalanka  sistem  peradilan  pidana, agar ketika  sistem  itu dijalankan, didalamnya juga melibatkan dari sisi akar masalah kriminogennya, mengapa sampai seseorang atau sekelompok orang ini rentan terjeumus dalam pelanggaran hukum.

Lebih dari itu, mestinya setiap subyek sosial, mantan narapidana atau bukan, sama-sama bisa memahami kondisi bangsa yang sedang dalma ujian serius akibat Covid-19, sehingga tidak sampai meneruskan berbuat jahat, dan mengalihkan semampunya ke ranah perbuatan yang mendukung terhadap penguatan diri dan orang lain dengan bersama-sama dan saling bahu-membahu melawan  pandemi Covid-19.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Idealinya, penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemidanaan, seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat membina penjahat dengan cara melakukan pembinaan di lembaga pemasyarakatan, dengan demikian dapat memperbaiki terpidana di lembaga pemasyarakatan tersebut. Seharusnya hal ini mampu memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan pidana kepada para pelaku kejahatan yang sejalan dengan aspirasi masyarakat, yakni bagaimana yang sudah pernah berbuat jahat dan keluar dari LP tidak lagi membuat ‘karya kriminalitas”, sementara yang di tengah masyarakat tidak tumbuh bibit-bibit kriminalitas.

Meski begitu, kerja menanggulangi kejahatan, apalagi di era sulit akibat pandemik Covid-19 ini bukan hanya kerjanya aparat penegak hukum, melainkan kerja semua pihak, terutama seseorang atau sejumlah orang yang berkeinginan melakukan atau meneruskan kejahatannya. Artinya mereka berkewajiban menuntut dirinya untuk tidak melakukan atau meneruskan kriminalitas dengan menguatkan berfikir dan perilaku positipnya, bahwa dalam hidup ini, seseorang atau banyak orang yang mengalami hal yang lebih sulit darinya gampang dijumpai, namun mereka tidak sampai terjerumus melakukan kejahatan. Mereka kokoh menjaga tegaknya harkat kemanusiaan manusia lainnya atau tidak goyah dalam menjaga kebenaran atau oleh tantangan apapun tidak membuat dirinya terseret dalam kejahatan yang bisa memuaskannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES