Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Covid-19: Antara Rahasia Pasien dan Kemaslahatan Ummat

Senin, 13 April 2020 - 10:45 | 137.23k
Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pascasarjana Unisma dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pascasarjana Unisma dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Pandemi Covid-19 belum menujukkan tanda-tanda akan “pamitan” dari bumi Indonesia. Sebaliknya, ia semakin kerasan dan terus mengembangkan sayapnya. Pelebaran sayap corona bergerak lebih cepat dari berbagai upaya untuk mencegah dan membasminya. Buktinya, angka penderita corona baik yang berstatus positif, PDP dan ODP kian menanjak dalam grafik.

Peningkatan angka grafik penderita corona tentu tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan multi suplayer efek dari “keberadaan” corona di Indonesia. Akibat corona, berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik Indonesia “terombang ambing”. Perekonomian warga lesu, para driver kendaraan umum kesulitan mencari uang untuk menghidupkan peralatan masak di dapur, ibadah mulia warga Negara dan perayaan hari besar ummat beragama “terpaksa” dikesampingkan demi “perang” melawan corona.

Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai kebijakan untuk mengadaptasikan kondisi dan situasi Negara dengan corona. Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal menghadapi corona ialah kebijakan dalam bidang hukum. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi terkait hukum baik yang berbentuk undang-undang maupun peraturan delegasi. Diantaranya adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2020,PP Nomor 21 tahun 2020, Kepres  Nomor 11 tahun 2020.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kehadiran produk hukum dari pemerintah tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum (legal certanly) bagi pemerintah dan rakyat dalam menyikapi corona sehingga dengan adanya kepastian tersebut maka perjuangan untuk mengusir penjajah bernama corona akan semakin solid mengingat melawan corona tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah melainkan seluruh elemen warga Negara.

Melawan corona menjadi “fardhu ain” bagi seluruh warga negara karena virus ini sangat mustahil berhasil dikalahkan apabila antar warga negara masih menganggapnya “fadhu kifayah” atau merupakan kewajiban pemerintah dan tenaga medis belaka. Melawan corona menjadi “fardhu ain” karena  corona merupakan jenis virus yang dapat memangsa siapa saja dan disebarkan oleh siapa saja. Artinya, setiap individu warga negara berpotensi menjadi penderita dan penyebar virus corona sehingga apabila warga negara tidak patuh pada rambu-rambu yang diberikan oleh pemerintah dan tenaga medis maka virus corona akan menemui “kejayaannya”. Ketika pemerintah dan tenaga medis “mengemis” kepada seluruh penduduk untuk tinggal dirumah saja (stay at home) supaya tidak terpapar corona tapi kemudian rakyat tidak mengindahkannya maka secara otomatis corona akan sangat “bahagia” sebab ia mendapatkan tambahan “pasukan” untuk memperbanyak warga yang terjangkit virus corona.

Ironisnya, virus corona semakin tidak terkendali karena kesadaran dan kepatuhan dari penderita Covid-19 yang tidak mau bekerjasama dengan pemerintah dan kepentingann rakyat. Konon, penderita corona yang seharsunya sadar untuk mengisolasi diri dan membatasi ruang geraknya supaya tidak menularkan kepada orang lain justru melakukan hal sebaliknya. Ia seakan tanpa dosa mengabaikan imbauan tenaga medis dan pemerintah. Akibatnya, upaya pemberantasan Covid-19 ibarat tutup lobang gali lobang bahkan lebih banyak menggali lobangnya karena antara kemampuan mengobati dengan penyebarannya lebih cepat penyebarannya.

Bersamaan dengan itu, pemerintah dan tenaga medis tidak dapat mencegah penularan covid-19 dari penderita kepada orang lain. Sebab, pemerintah dan tenaga medis tidak diperbolehkan untuk menyampaikan rekam medis seorang pasien kepada publik. Rekam medis seorang pasien hanya dapat diketahui oleh yang bersangkutan dan untuk kepentingan hukum semata. Pasal 48 UU Praktik Kedokteran menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasisa kedokteran. Dan Ayat duanya berbunyi bahwa rahasisa kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Regulasi tentang kewajiban menjaga rekam medis pasien inilah kemudian yang menyebabkan pemerintah dan tenaga medis berada dalam posisi dilema. Satu sisi, dilarang membuka siapa saja yang menderita Covid-19 dan tidak boleh berinteraksi dengan orang secara bebas demi mencegah penularan. Di sisi lain, dokter ingin menyampaikan kepada publik tentang identitas pasien penderita Covid-19 demi kemaslahatan ummat yakni dengan membuka data pasien pendirita Covid-19 maka yang bersangkutan tidak dapat dengan leluasa menularkan kepada orang lain dan orang yang belum terjangkit corona-19 dapat mencegah dirinya berinteraksi dengan pendeirta Covid-19. Akibat dari posisi dilema ini maka kondisinya menjadi abu-abu. Upaya pencegahan dan perjuangan “hidup mati” pemerintah dan tenaga medis menjadi sia-sia. Sebab, segencar apapun upaya yang dilakukan pemerintah tapi penderita Covid-19 enggan untuk membuka dan dibuka identitasnya maka semuanya akan sia-sia. Apa yang dilakukan oleh pasien yang tidak patuh pada pemerintah dan tenaga medis (selaku ahli) sesugguhnya merupakan “penggebosan” terhadap upaya pembasmian virus Covid-19.

Pertanyaannya kemudian, haruskah kondisi dilema antara membuka rahasia pasien demi kemaslahatan ummat dan menjaga hak pasien supaya tidak dibuka rekam medisnya dipertahankan? Apapuun alasannya, posisi dilema tidak dapat dipertahankan. Mempertahankan posisi dilema sama persis dengan menyatakan kita sedang berperang dalam kesemuan dan kesia-kesiaan. Harus ada kepastian tentang apakah dapat membuka data pasien penderita covid-19 atau tidak. Dalam konteks ini, pilihan paling tepat sesungguhnya adalah dibolehkannya tenaga medis dan/atau pemerintah untuk membuka data pasien penderita Covid-19. Pilihan ini tentu tidak mudah untuk dilakukan mengingat akan menimbulkan resiko hukum terutama bagi profesi kedokteran. Walaupun niat dokter baik namun belum tentu niat baik dokter tersebut akan linear dengan perasaan pasien dan hukum positif. Artinya, dokter berada dalam bayang-bayang ancaman hukum.

Oleh karenanya, untuk memberikan perlindungan hukum bagi dokter apabila akan menempuh pilihan untuk membuka data pasien covid-19 maka diperlukan beberapa argumentasi kontruksi sosial dan hukum untuk melegalkan pembukaan data pasien tersebut. Dari aspek hukum,  walaupun membuka rahasia pasien “dilarang” oleh undang-undang namun bukan berarti ketentuan tersebut merupakan harga mati. Ketentuan tersebut pada haikatnya dapat dikesampingkan karena virus Corona sudah masuk dalam kondisi darurat hukum nasional. Dikatakan masuk dalam kategori hukum darurat nasional karena dalam menghadapi Corona ini, pemerintah menggunakan produk hukum berupa Perpu Nomor 1 tahun 2020 dan Perpu sendiri merupakan produk hukum yang dapat diterbitkan hanya dalam keadaan darurat Negara. Artinya, pemerintah telah melegitimasi bahwa corona terkualifkasi dalam wilayah hukum darurat negara. Hukum darurat Negara tentu dapat “mengesampingkan” hukum normal termasuk larangan membuka rahasia pasien yang diatur dalam UU praktek kedokteran (hukum normal). Tidak hanya itu, konstitusi sebagai hukum tertinggi membolehkan pembatasan hak warga negara demi kepentingan umum (kesehatan rakyat/kemaslahatan ummat). Artinya, hak pasien untuk dijaga kerahasiannya atas status sebagai penderita Covid-19 dapat dikecualikan dari kewajiban rahasia praktek kedokteran.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Dr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.H, Dosen Pascasarjana Unisma dan Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES