Kopi TIMES Bencana Nasional Covid-19

Santuy-nya Penanganan Covid-19 di Desa TKI

Jumat, 10 April 2020 - 11:04 | 108.65k
Ilustrasi virus corona. (Foto: istimewa)
Ilustrasi virus corona. (Foto: istimewa)
FOKUS

Bencana Nasional Covid-19

TIMESINDONESIA, GRESIK – Santuy! Itulah gambaran penanganan pandemi corona atau Covid-19 di desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Aktivitas masyarakat masih seperti biasa, tak ada pembatasan sosial, penanganan dari pemerintah pun biasa-biasa saja.

Tak bisa dipungkiri, pandemi corona ini membuat laju perekonomian terhambat. Aktivitas sosial terbengkalai. Adat istiadat terhenti sementara. Bahkan, soal peribadatan, kita semua dibatasi. Dan, itu harus dipatuhi demi keselamatan.

Kamis (9/4/2020) malam, ku mengunjungi salah satu desa di pesisir utara Gresik yang di sana mayoritas penduduk menjadi TKI. Di desa tersebut penanganan corona biasa saja, hanya terlihat beberapa wastafel portebel terbuat dari plastik sebagai penampung air dilengkapi sabun cair. Alat itu ternyata untuk cuci tangan. 

Selain itu ada beberapa imbauan pencegahan Covid-19 yang terpampang melalui banner di gapura desa. Di desa itu pula dibagi sebuah masker kain satu lapis, itu pun hanya ke beberapa orang. 

Dan satu lagi, ada tempat mirip bilik sterilisasi. Kondisi bilik itupun sangat miris, terbuat dari kayu berbentuk kotak dengan ditutupi plastik transparan. Entah, apa kegunaan alat itu. Apakah benar alat agar seteril dari virus.

Untung, masih ada anak muda yang tanggap. Mereka secara swadaya melakukan aksi penyemprotan disinfektan ke masjid atau musala dan lingkungan sekitar. Bahkan, ada yang melakukan aksi penggalangan dana untuk penanganan Covid-19 secara mandiri.

Se-santuy itu kah. Seharusnya pemerintah desa lebih waspada. Lebih tanggap. Lebih responsif dan lebih arif mengambil kebijakan. Apalagi untuk desa yang banyak warganya di luar negeri, mengadu nasib menjadi TKI.

Di Malaysia, TKI tak bisa berbuat banyak. Pandemi ini pun membuat negara yang beribukota di Kuala Lumpur itu melakukan kebijakan karantina wilayah atau Lockdown, semua aktivitas terhenti. 

Otomatis, TKI tak bisa bekerja. Mereka hanya menunggu kepastian kapan bisa bekerja lagi untuk menafkahi keluarganya di tanah air. Hari demi hari dilewati hanya tidur di bilik sempit, berhimpitan satu dengan yang lain.

Para TKI juga resah, tak bisa berkirim uang. Padahal aktivitas itu dilakukan setiap bulan atau dua bulan sekali, ya demi dapur agar tetap mengepul di kampung halaman. 

Mereka juga resah, apakah lebaran ini bisa berkumpul dengan keluarga. Padahal, pahlawan devisa itu menyempatkan pulang ketika Ramadhan, Lebaran Idul Fitri atau pun Lebaran Idul Adha tiba.

Di sisi lain, banyak warga di desa TKI mengharapkan dana jaring pengaman sosial ataupun bansos dari pemerintah. Itu wajar, karena tulang punggung perekonomian mereka tak bisa mengais ringgit di negeri upin-ipin.

Untuk menyambung hidup, otomatis keluarga TKI di kampung berputar otak. Ada yang menjual perhiasannya. Mencari hutang. Mungkin juga ada yang menggesek lewat ATM, sisa kiriman uang sebulan sebelumnya, jauh sebelum ada pendemi corona.

Selain itu, tak sedikit keluarga TKI yang hanya bisa pasrah, menunggu keajaiban. Menunggu uluran tangan agar bisa bertahan hidup. Ya, ini soal kemanusiaan. Ini bukan soal sentimen politik. Bukan pula model "Boloku-Bolomu". Harus ada keadilan nyata.

Pemerintah mulai dari desa, kabupaten, provinsi, hingga pusat dituntut tanggap. Kebijakan tepat dan cepat. Di sisi lain, masyarakat wajib patuh. Imbauan pemerintah harus dilakukan ketat.

Lantas apa sebaiknya dilakukan oleh pemerintah? Perlukah adanya bantuan sosial, sembako misalnya atau BLT (Bantuan langsung tunai). Hingga Jumat (10/4/2020), belum ada tindakan apapun dari pemerintah perihal bantuan sosial ke desa TKI yang dimaksud.

Pemerintahan desa sebenarnya sudah tersedia dana desa. Ratusan juta hingga miliaran rupiah pertahun digelontorkan dari pemerintah pusat. Bisakah dana desa untuk penanganan Covid-19? Tentu bisa. 

Mengacu dalam peraturan Permendes PDTT Nomor 11 tahun 2019 dan SE Mendes PDTT Nomor 8 tahun 2020 tentang desa tanggap Covid-19 dan penegasan padat karya tunai desa.

Namun, penggunaan anggaran penanganan Covid-19 di desa harus melalui perubahan APBDes. Hal itu agar menyesuaikan dan mempedomani sesuai SE dari pusat. Lagi lagi, desa dituntut cepat. Kepala desa beserta perangkatnya dan BPD dituntut aktif menjaring informasi terkini.

Penggunaan dana desa untuk penanganan corona itu sudah dilakukan. Bahkan, sudah ada desa yang mulai melakukannya dengan cara memberikan stimulus bantuan sembako ke seluruh warganya. Langkah cepat itu diambil karena tanggungjawab. Rasa kepedulian. Rasa welas-asih dan rasa kemanusiaan tinggi dari seorang "Kepala Desa". 

Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Gresik sudah mengalokasikan sertusan miliar lebih untuk penanganan corona. Bahkan anggaran itu sudah disetujui anggota legislatif yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

Dana sebesar itu sebagian besar untuk jaring pengaman sosial yang diperuntukkan kepada ratusan ribu kepala keluarga yang tak menerima PKH ataupun Kartu Sembako dari pemerintah pusat.

Untuk teknis penyaluran, legislatif dan eksekutif berbeda pendapat. Wakil rakyat menginginkan disalurkan secara langsung (BLT). Alasanya agar tepat sasaran, cepat dan lebih taktis serta memutar perekonomian di tataran bawah.

Sedangkan pemda masih menginginkan agar disalurkan berupa sembako, alurnya lambat, masih ada pengadaan barang berskala besar, pengepakan, penyaluran dan berkutat pakai cara manual karena alasan pembatasan sosial.

Agar bisa mendapatkan dana itu, lagi-lagi kepala desa dan perangkatnya dituntut adil, arif dan bijaksana untuk mendata warganya yang benar-benar terdampak sosio-ekonomi. 

Pemerintah pusat juga tak ketinggalan dengan melakukan berbagai kebijakan dadakan yang terbukti telah meringankan warganya di tengah pandemi ini.

Sederet bantuan sosial seperti PKH ditingkatkan. Kartu sembako diperluas. Program kartu pra kerja dipercepat. Diskon gratis tarif listrik dilakukan. Stimulus KUR. Dan lain sebagainya. Itu semua karena dampak corona.

Dari banyaknya bantuan yang digelontorkan pemerintah, semoga nasib keluarga TKI diperhatikan. Semoga saja yang mempunyai kewenangan terketuk hatinya untuk bisa meringankan beban mereka. Ya, setidaknya hingga pandemi virus corona ini berakhir. Dan pahlawan devisa bisa bekerja kembali mengais ringgit di tengah gedung megah negeri jiran, Malaysia. (*)

 

*) Oleh Akmalul Azmi, Jurnalis TIMES Indonesia yang bertugas di Kabupaten Gresik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES