Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kartini dan Covid-19

Kamis, 09 April 2020 - 11:31 | 129.12k
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang. 
Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang. 
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Di setiap bulan April, bangsa Indonesia, khususnya para perempuannya, diingatkan tentang “hari Kartini”. Dihadirkannya sosok Kartini, setidaknya di bulan ini, diantaranya untuk mengaktualisasikan peran Kartini terhadap perubahan di bumi pertiwi.

Dalma kondisi bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah serius akibat wabah Corona atau Covid-19 ini, peran Kartini sekarang juga sangat menentukan baik di sector public, maupun khususnya di sector domestik.

Di sector domestik berelasi dengan kebijakan pemerintah yang memerintahkan setiap subyek bangsa ini, terutama para perempuannya untuk menunjukkan kinerja terbaiknya, yakni menjadi pemimpin atau pembentuk atmosfir kehidupan keluarga yang kuat.

 “Melalui Gelap menuju ke penerangan, melalui angin besar menuju ke kediaman, melalui perang menuju ke kemenangan, melalui susah menujun kesenangan”, demikian pesan RA Kartini kepada kaum perempuan Indonesia dan dunia.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pesan RA Kartini itu menunjukkan, bahwa Kartini sebenarnya mengajak kepada setiap perempuan yang ada di muka bumi ini, khususnya di Indonesia untuk tidak membiarkan dirinya berada dalam kegelapan, meski sedang dihadapkan dengan ujian serius Covid-19.

Kartini itu mengajak agar perempuan Indonesia bisa mewujudkan apa yang disebut dengan era terang benderang atau era keemasan (golden era), yakni meski ada Covid-19, setiap subyek keluarga diajak tetap semangat atau giat melakukan banyak aktifitas inovatif.

Kita secara umum paham, bahwa perempuan tidak bisa begitu aja bisa keluar dari kegelapan menuju era keemasan di era wabah ini  jika tidak melalui suatu perjuangan yang serius. Peperangan harus terus menerus digelorakan oleh perempuan supaya mimpi-mimpi atau cita-citanya bisa terwujud, yang kesemua ini dapat ditunjukkan ketika misalnya dirinya menjadi paedagog di rumah selama wabah Covid19. Anak-anak yang berada di rumah tidak dianggapnya sebagai beban, melainkan amanat yang membutuhkan pengerahan kemampuan etik dan edukatifnya.

Tidak akan mungkin impian perempuan Indonesia bisa terwujud tanpa adanya “unjuk” keberanian atau kegigihan dalam memperjuankannya. Kegigihan dan perjuangan adalah kata kunci yang menentukan setiap perempuan Indonesia, dan inilah yang sudah diteladankan oleh Kartini.

Perjuangan yang diwariskan oleh Kartini di masa lalu adalah milik “Kartini-Kartini” di  era Covid-19 ini. Kartini-kartini di abad  ini mempunyai tugas atau kewajiban besar yang harus diwujudkannya. Tantangan apapun dan dimanapun mesti ada, yang Corona ini hanya salah satunya, karena tidak ada namanya mewujudkan keinginan besar atau kepentingan mulia tanpa adanya duri dalam memperjuangkannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Saat ini sudah jelas, bahwa Covid-19 adalah bagian dari ujian yang sedang menantang secara serius perempuan Indonesia. Kalau para perempuan atau Kartini-Kartini sekarang tidak takluk dengan tantangan ini, maka mereka akan bisa menghadirkan kekuatan dan bahkan kemajuan yang luar biasa. Tidak ada Namanya kemajuan yang diperoleh dengan gampang, hal ini membutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh.

Perlu dipahami, bahwa dalam ranah edukasi, sejatinya setiap orang di muka bumi, khususnya komunitas perempuan (Kartini-Kartini) ini wajib melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran, karena dari pembelajaran ini, seseorang atau anggota keluarga (anak-anak) yang sedang “mengisolasikan” diri di rumah, bisa terbebas dari berbagai bentuk penyakit sosial, termasuk terbebas dari kebodohan atau keterbelakangan, serta dapat membangun ekspektasi demi masa depan cerah yang lebih berkepastian. William Shakespeare menyatakan  “there is no darkness but ignorance” atau  sebenarnya tidak ada yang namanya kegelapan  melainkan lahir dari kebodohan.

Pernyataan Shakespeare tersebut dapat ditafsirkan bermacam-macam, pertama, seseorang dapat terjerumus dalam alam kegelapan atau lingkaran hidup yang menyulitkannya, bilamana dirinya mengidap penyakit kebodohan atau keterbelakangan. Artinya kebodohan menjadikannya bisa terjerumus dalam ranah menyusahkan atau menjadi beban masyarakat, sehingga Kartini-Kartini sekarang mempunyai peran istimewa dalam menentukan alur sejarah dan dinamika kehidupan.

Kedua, seseorang itu sebenarnya pintar atau berpengetahuan, bukan bodoh dalam arti tidak terdidik, namun terseret dalam sikap dan perilaku yang “membodohi” dirinya, sehingga mengakibatkan subyek sosial atau lainnya didestruksi harmoni kehidupannya. Mereka diperlakukan sebagai obyek yang dieliminasi kebahagiaannya atau dijerumuskan dalam orde kegelapan (dark era). Mereka akhirnya menjadi subyek edukasi yang kehilangan karakternya atau sosok liar yang tidak memiliki atau gagal menunjukkan kualitas dirinya sebagai “pengubah” bernilai positip dan progresif.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Ana Rokhmatussa’diyah, Doktor Ilmu Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unisma, Penulis sejumlah Buku, Ketua Pokja 1 TP PKK Kota Malang. 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES