Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Saatnya Berikon Romantis pada Kondisi Pandemi

Rabu, 08 April 2020 - 16:28 | 48.97k
Moh. Badrih, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unisma.
Moh. Badrih, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unisma.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Citra kita kepada orang lain dapat dilihat dari cara berpikir, bersikap, dan cara berperilku kita. Apakah disadari ataukah tidak, ketiga hal tersebut sebagai ikon jati diri pada lingkungan yang ada di sekitar kita. Lingkungankah yang dapat kita ‘warnai’ secara positif atau kita yang akan diwarnai oleh lingkungan dengan warna yang tidak menentu.

Kondisi yang melanda Negeri kita dan dunia saat ini adalah ketakutan, kecemasan, dan kepanikan yang tidak terbendung. Memang demikianlah keadaanya, kita sebagai warga Negara yang baik tidak sepatutnya memberika kabar mengerikan yang dapat membuat orang juga khawatir bahkan semakin panik. Sudah saatnya kita menampilkan diri sebagai ikon romantis kepada orang lain dan lingkungan.

Ikon romantis yang kita ciptakan dapat dimulai dari cara kita berpikir dan bersikap kepada orang lain. Berpikir romantis menurut Hazan dan Shaver (1996) merasa nyaman dengan semua orang terutama pasangan dan tidak merasa khawatir orang tersebut akan meninggalkan kita. Cara beripikir yang demikian, apabila kita terapkan sekarang akan menjadi kekuatan batin, saat kita berada jauh dengan orang-orang yang kita cintai bahkan dengan orang-orang terdekat yang tidak boleh ditemui karena letak wilayah yang berbeda.

Saat ini kita rasakan tradisi lama yang telah dibangun seperti bersilaturahmi dan berjabat tangan untuk ditangguhkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan tentu dengan berbagai alasan yang dibenarkan secara medis ataupun himbauan dari pemerintah. Terkadang kita canggung bertemu dengan orang terdekat kita, orang tua, dan guru-guru kita yang biasa berjabat tangan bahkan sungkem kemudian tidak melakukannya lagi. Walaupun sama-sama memahami tetapi perasaan kaku dan kurang tetap ada dalam diri kita menskipun tidak pernah diungkapkan. 

Berpikir romantis dapat diwujudkan dengan bahasa verbal dapat juga sebagai pengganti ‘berjabat tangan’. Meskipun pernyataan ini tidak dapat di dalam dalil al-Qur’an dan dan Hadits, tetapi tersenyum bahkan menyanjung orang yang lebih tua dari kita merupakan anjuran yang sifatnya sedekah. Orang lain akan merasa senang terhadap kita sebagai penutur apabila kita bertemu dengan mereka selalu menanyakan kabar dan memberikan pujian terhadap penampilannya.

Rasa senang yang dialami orang lain secara tidak langsung akan memberikan sugesti terhadap psikologisnya. Sugesti ini dapat membagun rasa percara diri dan motivasinya. Hal tersebut dapat juga dilakukan menggunakan via telepon atau media sosial. Jarak yang terpisah aktivitas yang tersentral pada rumah bukan berarti membatasi semuanya. Kita dapat melakukan silaturahmi dengan orang-orang terdekat kita dengan menggunakan bahasa-bahasa yang romantis. 

Ungkapan “Bapak keren pagi ini!” atau “Ibu semankin ceria pagi ini!” adalah salah satu ungkapan romantis yang dapat membangkitkan semangat. Meskipun kita tidak berjabat tangan saat bertemu dengan guru kita, namun cara bertutur dan ekspresi yang kita tunjukkan kepada guru merupakan bentuk takdzim. Bukankah ketakdziman juga merupakan anjuran dalam beragama.

Ekspresei romantis musim pandemi ini ialah dapat merasa nyaman saat berjauhan. Hal ini tentu bertolak belakang dari pandapatnya Ainsworth (2000) bahwa romantis itu ialah nyaman dengan kedekatan dan kurang percaya terhadap pasangan saat berjauhan. Mengingat kondisi sekarang konsep Ainsworth tersebut dapat kita balik dengan cara merasa nyaman saat berada dalam posisi berjauhan (jaga jarak) dan merasa tidak nyaman dalam posisi yang berdekatan.

Teoritika romantis menyatakan, sikap orang terdekat yang kian menjauh dapat menimbulkan rasa rindu, rasa kasih sayang yang mendalam bahkan terkadang merasa kehilangan. Dengan kata lain, upaya kita yang dapat kita lakukan saat ini adalah membangun kedekatan psikologis meskipun dengan menjaga jarak. 

Ikon-Ikon romantis yang dapat kita ciptakan dengan kondisi seperti ini ialah membuat ungkapan-ungkapan yang memotivasi di berbagai media berlatar belakang foto kita yang ceria. Jangan pernah kita membuat suasana pandemi ini semakin mencekam dengan ikon-ikon yang meresahkan di berbagai media sosial. Sudah waktunya kita beromantis kepada masyarakat banyak untuk meminimalisasi kepanikan mareka pada Covid-19. 

Mari kita mencari cara yang paling bijak saat kita tidak ingin mentradisikan berjabat tangan karena situasi saat ini. Menghormati memang bukanlah segalanya tetapi nyaris (Faizi, 2005).

***

*)Oleh: Moh. Badrih, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unisma.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES