Kopi TIMES

Membantu Lian di Tengah Wabah Covid

Rabu, 08 April 2020 - 10:26 | 113.50k
Ruchman Basori.
Ruchman Basori.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Semua orang sedang berpikir ingin keluar dari situasi sulit masa Pandemi Covid-19. Sebagian sedang berpikir untuk menyelamatkan diri dan properti yang selama ini dimilikinya. 

Sebagian lagi sedang berjuang dari rasa sakit dan rasa was-was akan nyawa yang entah kapan mungkin Tuhan akan mengambilnya. Sebagian lagi malah sudah tidak berpikir lagi akan keselamatan dirinya. Karena ia sibuk membantu dan menyelamatkan orang lain dalam pelbagai keterbatasan yang menderanya.

Istilah Jawanya membantu yang lain atau "lian" dalam bahasa Jawa. The others adalah bagian dari tubuhnya yang tak boleh sakit apalagi hilang. Mereka harus tetap hidup bahkan bahagia di masa sulit pandemi yang telah merongrong ribuan nyawa manusia.

Panggilan hati telah mendorong dirinya bahwa "lian" adalah kemanusiaan. Lian membutuhkan rasa cinta, rasa kasih dan sayang yang tak terbatas. Musibah atau apapun namanya, kepedulian pada lian harus terus hidup tak boleh terhalang oleh apapun. 

Perbedaan idiologi, keyakinan beragama, intrik politik bahkan keselamatan jiwa, tak boleh menghalangi untuk saling membantu yang lain. Karena baginya, tak ada yang lebih penting dari menjaga nyawa manusia. Laku ini merupakan tabiat, karakter, atau dalam bahasa agama adalah akhlakul karimah yang terus mbalung sumsum pada diri seseorang.

Benar kata Ibnu Miskaweh Filosof moral mengatakan halun nafsi daa'iyatun laha ila af'aliha min ghairi fikrin wa ruwiyatin.

Kita di Mana?

Pertanyaannya adalah kita ini ada di mana? Apakah sedang menjadi orang yang peduli pada diri sendiri  dan propertinya. Apakah sedang berjuang membantu "lian"? 

Mungkin Anda adalah dokter dan tenaga medis lainnya yang sedang berjibaku menyelamatkan ratusan nyawa. Kurang tidur, telat makan dan kadang terancam jiwanya, karena langsung bersinggungan dengan para pasien korban Covid-19.

Mungkin Anda adalah para aktivis organisasi kepemudaan, kemasyarakatan atau aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tiap hari tanpa lelah menggalang berbagai kekuatan untuk menggali pendanaan dan mengumpulkan bantuan untuk dibagikan kepada masyarakat yang papa yang sangat membutuhkan akibat musibah ini.

Mungkin Anda semua adalah para rohaniawan. Pastur, pendeta, romo, bhiku, dan kyai yang mencoba menjelaskan makna iman, taqdir dan musibah. Beragama di saat pandemi itu seperti apa? Umat perlu di bimbing  dan dipandu bagaimana agar tetap sabar, taat beribadah di saat wabah dan bagaimana mengatasi orang-orang yang sangat fatalistik di satu sisi dan sangat rasional di sisi lainnya.

Perdebatan antara taqdir dan ikhtiar kembali mengemuka saat ini. Padahal selama ini tak terdengar kecuali dalam kitab-kitab mutakallimin. 

Atau tuan dan nyonya adalah para pejabat, birokrat, pemegang kebijakan publik yang sedang ditunggu dengan tangannya memberikan kebijakan-kebijakan yang berpihak. Kebijakan yang tepat dalam menghadapi musibah ini. Regulasi yang dihasilkan harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat, walau sulit. Apalagi soal anggaran yang harus hadir untuk membantu orang-orang yang saat ini sedang di uji oleh Tuhan.

Mungkin bapak dan ibu adalah para ustadz, guru, dan dosen yang ditantang bagaimana tetap eksis menjalankan tugas-tugas akademik di masa sulit. Sementara para siswa dan mahasiswanya, sedang menghadapi kesulitan termasuk menurunnya kemampuan ekonomi untuk sekedar membeli paket data mengikuti perkualiahan daring atau online.

Normal vs Abnormal

Situasi pandemi covid-19 yang entah kapan berakhir ini mengharuskan cara berfikir out of the box. cara berfikir abnormal. Tentu saja di samping hati nurani dan jiwa yang tulus untuk membantu lian. 

Cara berfikir yang normal, reguler, seperti biasanya akan menyulitkan untuk membantu kesulitan saudara-saudara kita. Harus banyak penyesuaian-penyesuaian yang dalam bahasa agama adalah keringanan-keringanan (rukhsoh).

Kita harus berfikir abnormal, karena situasi dan kondisi yang menharuskannya. Para pemimpin harus berfikir bagaimana masyarakat itu tetap bisa hidup, tetap bisa menjalankan tugas-tugas kehidupan. Pun dalam cara beragama kita. Saatnya membuka kitab-kitab fiqih yang tebal, karangan uama-ulama terdahulu, bagaimana menjalankan ibadah (hablum minalloh) dan hablum min an-nas dengan baik di saat wabah covid-19.

Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pelbagai kebijakan ekonomi yang kalau diterapkan pada situasi normal sangat tidak mungkin. Tetapi harus ditempuh dimasa sulit seperti sekarang ini. Pengalokasian anggaran negara untuk menanggulangi covid-19, penundaan cicilan perbankan, penurunan cicilan perumahan, pembayaran listrik dan kemudahan-kemudahan pekat ekonomi lainnya.

Sejumlah perguruan tinggi telah mengeluarkan kebijakan pengurangan SPP/UKT, pemberian subsidi pulsa sampai pada pemberian bantuan paket sembako dan  lain-lain untuk mengurangi beban mahasiswa akibat bencana ini. 

Sekali lagi cara-cara berfikir biasa tidaklah cukup, dibutuhkan cara berfikir out of the box, agar mampu keluar dari krisis. Hal-hal yang kurang begitu penting sedkit dikurangi dan jangan diributkan, terpenting adalah bisa membantu yang lain.

Teman-teman sudahkah kita serius membantu lian? Atau kita tetap bersikukuh menyelamatkan diri kita dan properti kita? (*)

 

*) Penulis adalah Ruchman Basori, Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI dan Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES