Kopi TIMES

Covid-19 Effects: Refleksi Marginalisasi dalam Social Defense

Sabtu, 04 April 2020 - 17:45 | 234.21k
Agung Syaikhul M, Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)
Agung Syaikhul M, Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Akhir-akhir ini kita di gemparkan dengan adanya wabah virus baru yang dinilai sangat mengancam bagi peradaban manusia. Virus yang di kabarkan pertama kali muncul di Wuhan-Tiongkok pada akhir Desember 2019, virus ini adalah virus Corona atau menurut WHO dinamai sebagai Covid-19 (coronavirus disease that was discovered in 2019).

Virus ini juga menyebar secara cepat, pasalnya sejak Desember 2019 hingga hari ini, virus ini sudah menyebar luas hingga ke berbagai belahan dunia, dengan jumlah korban yang semakin meningkat per harinya. Covid-19 bukan lagi masalah yang sepele, WHO pada 11 Maret lalu menyatakan Corona sebagai pandemi, bukan sekedar wabah dan endemi global, yang dapat diartikan bahwa Corona merupakan bencana yang mengglobal dan terjadi secara masif serta membutuhkan penanganan secara khusus. 

Tulisan ini dibuat bukan bermaksud untuk melihat terkait perkembangan virus corona hingga sampai kepada penanggulangannya, tapi tulisan ini hanya ingin merefleksikan efek yang ditimbulkan dari beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait penanganan virus corona.

Penulis disini menyimpulkan dari berbagai upaya yang dibuat pemerintah dalam bentuk social defense atau pertahanan sosial. Adapun yang akan dibahas adalah dari segi diskursus praktis kaca pandang sosiologi, dengan merefleksikan berbagai upaya yang dibuat pemerintah dengan efek sosial yang ditimbulkan atas kebijakan tersebut, terutama di wilayah Indonesia.

Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang tidak luput dari penyebaran Covid-19. Berbagai upaya pemerintah pun satu persatu mulai bertebaran di linimasa dan di warta-warta, dan ada yang sudah diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Bentuk-bentuk penanganan atas keluarnya kebijakan yang dikhususkan dapat meminimalisir pandemi saat ini adalah suatu bentuk Social Defense (Pertahanan Social) yang dilakukan dari pemerintah dan badan yang berwenang.

Dalam masyarakat pun pasti juga sudah tertanam mindset untuk mengamankan diri, sebab sama-sama pentingnya jika pemerintah sudah memberikan informasi terkait virus tersebut, otomatis masyarakat juga akan tergerak untuk mengamankan dirinya, itu adalah sebagai bentuk pertahan sosialnya dalam rangka memerangi pandemi baru tersebut.

Social Distancing adalah upaya menciptakan jarak sosial dengan cara menjaga kontak fisik antara individu satu dengan individu yang lain. Social distance dinilai dapat meminimalisir penyebaran pandemi, karena banyak opini mengatakan bahwa penyebaran pandemi ini dapat menyebar melalui kontak fisik antar individu, atau banyak prediksi yang mengatakan penyebaran virus ini sangat cepat melalui interaksi fisik.

Manusia adalah makhluk yang bergerombol, atau makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari individu lain, jadi akan sangat mustahil jika manusia hidup sendiri tanpa ada manusia yang lain, dan jikapun ada yang hidup sendiri, mungkin ada dorongan dari fisiknya yang tidak pede hidup dengan manusia lainnya, atau dikarenakan ada faktor tertentu, hingga sampai memarginalkan dirinya sendiri.

Stay at Home dari kebijakan Social Distance di atas otomatis masyarakat memilih stay at home, atau berdiam diri di rumah, segala kegiatan di mulai di rumah. Di sini menurut penulis menimbulkan efek yang sangat besar terhadap kehidupan sosialnya.

Pasien ODP dan PDP diberitakan bahwa kedua jenis pasien tersebut wajib di-marginalkan dan diisolasi, atau dijauhkan dari lingkungan yang biasanya. Padahal fakta sosial menunjukan bahwa dia adalah orang yang baik dan akrab dengan tetangga, atau masyarakat sekitarnya, tapi karena dia berstatus sebagai ODP atau PDP dia dijauhi, bahkan terpaksa dijauhkan dari ruang lingkupnya.

Seharusnya dengan adanya kebijakan untuk mengisolasi atau memarginalkan pasien yang positif dan ODP maupun PDP pemerintah atau pihak yang berwenang juga membuat problem solving agar orang yang tersebut seperti tidak tertekan jiwa psikisnya. Pada era sekarang memang banyak orang yang berpendidikan, tapi juga tidak sedikit orang yang pandai mencerna informasi, apalagi jika yang mendapat informasi adalah orang yang awam.

Bisa kita setiap kali berita sekecil apapun akan sangat membuat geger pihak yang mengkonsumsinya, dan yang sangat ditakutkan adalah jika yang menerima berita adalah orang yang sangat awam. Orang yang mengerti berita lebih dahulu otomatis akan menyampaikan kepada khalayak yang lain, entah itu agar dirasa ada kebanggaan tersendiri atau apa, yang jelas berita harus sangat di hati-hati dalam penyebarannya. 

Sudah bisa kita lihat dari kompleksitas masalah tersebut, memang kita dituntut untuk melek terhadap fenomena sosial yang sedang kita hadapi baru-baru ini. Dari mulai adanya wabah yang sangat membahayakan, di sisi lain kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan virus ini juga sangat berpengaruh pada kehidupan sosial.

Dari tulisan di atas bukan bermaksud menentang kebijakan pemerintah pada situasi darurat ini, penulis hanya ingin memaparkan dampak-dampak dari adanya kebijakan tersebut, yang mungkin bisa membuka pandangan lebih luas bagi pembacanya.

Dalam situasi yang darurat ini memang kita perlu penanganan yang cepat, demi kemaslahatan bagi semuanya. Juga di sisi lain kita harus melek, terhadap fenomena sosial. Pasalnya dalam upaya ini selain kita cari aman untuk diri sendiri, juga harus aman juga terhadap individu lainnya. 

***

*) Penulis Agung Syaikhul M, Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES