Kopi TIMES

Isra Mi’raj dan Kepemimpinan

Selasa, 31 Maret 2020 - 10:27 | 89.00k
Asep Totoh, SE.,MM, Dosen Universitas Ma’soem.
Asep Totoh, SE.,MM, Dosen Universitas Ma’soem.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jawa Barat akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 di delapan kota/kabupaten, harapannya Jawa Barat melahirkan sosok para pemimpin ideal untuk memimpin wilayahnya. Hal menarik lainnya, tidak ditampikkan jika para pemimpin kita sedang berada dalam situasi krisis spiritualitas dan kehilangan fondasi keagamaan.

Senyatanya kepemimpinan itu laksana nikmat jika disyukuri, dan ujian jika ia tergoda artinya bahwa ujian terberat seorang pemimpin itu adalah ketika ia diberi kesempatan untuk menjabat suatu posisi jabatan tertentu.

Berbicara nilai-nilai kepemimpinan dan ataupun para pemimpin itu sendiri, saat ini seolah dan telah kehilangan identitas. Ketika menguji dan mengukur kualitas kepemimpinan sejatinya jika tertutup oleh kepentingan-kepentingan individu dan kelompoknya semata, maka para pemimpin dan kepemimpinannya tidak lagi mewarisi nilai-nilai ketulusan, kebenaran, dan keadilan sebagaimana pernah diperkenalkan dan diimpikan oleh para pemimpin ideal, sejak jamannya baginda Rasulullah hingga para khalifah ataupun sampai kepada para founding fathers bangsa Indonesia.

Mempelajari definisi atau nilai-nilai kepemimpinan sudah dijelaskan dalam Al Qur’an dan Hadist, sebagaimana firman Allah swt yaitu: “Wahai orang – orang yang beriman, ta’atilah Allah, ta’atilah rasulnya, dan ulil Amri (pepimpin) diantaramu, jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Al qur’an dan Sunnah” (Qs. Annisa : 59).

Kemudian keterangan dari Ibnu Umar RA dari Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggungjawabnya. Seorang pembantu rumah tangga adalah bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan ditanya atas pertanggung jawabannya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya (HR. Muslim).”

Hadist tersebut secara jelas telah menerangkan bahwa setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban kelak di akhirat oleh Allah Swt dan tak seorangpun mampu melepaskan diri dari tanggungjawabnya.

Menarik untuk mencemati konsep kepemimpinan yang diajarkan oleh baginda Rasulullah Muhammad saw, telah banyak para ahli atau cendikiawan muslim, maupun para orientalis yang mempelajari dan meneliti kehidupan nabi Muhammad Saw. Dari penelitian mereka, dapat diambil kesimpulan mengenai bagaimana perilaku nabi Muhammad Saw kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, masyarakat muslim dan nonmuslim, dan makhluk lainnya.

Dari sejarah nabi Muhammad Saw pun dapat pula disimpulkan perilaku nabi itu sebagaimana sifat dan perilaku nabi Muhammad Saw sudah diingatkan dalam dalil yang mendasari perilaku dan sifat nabi saw, yaitu surah Al-Anbiyā`(21) ayat 107: Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Banyak pendapat dan hasil penelitian menjelaskan sosok pemimpin hebat didunia ditujukan akan sosok Nabi Muhammad Saw, salah satunya misal menurut seorang cendikiawan muslim asal India, Sayed Abul Hasan Ali Nadwi (1914-1999) dalam bukunya “Muhammad The Last Prophet A Model For All Time” menyatakan bahwa: Dia (Muhammad) adalah yang paling sederhana di antara manusia, paling jujur, paling baik, dan paling rendah hati. Siapa pun yang melihatnya untuk pertama kali akan kagum, tapi bagi mereka yang sudah mengetahui akan mencintainya. Seseorang yang menjelaskan tentang Muhammad mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seseorang seperti dia sebelum atau sepeninggalnya.”

Spirit Isra Mi’raj

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid Aqsho yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Qs Al Isra’ ayat 1). Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan spiritualitas terpenting yang menjadi salah satu tonggak sejarah perjuangan Nabi Muhammad dalam membangun peradaban, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh umatnya. Proyeksi awal dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah menciptakan jalan pencerahan untuk membebaskan diri dari sisi gelap (dark side) pengamalan dan sejarah kemanusiaan.

Jika mempelajari keterangan Imam Bukhari mengisahkan perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam Shahih Bukhari, Juz 5 halaman 52. Banyak hal yang bisa diambil hikmahnya dari peristiwa agung ini sebagai spirit kepemimpinan. Pertama, spirit penyucian hati. Telah diriwayatkan, bahwa sebelum Nabi Muhammad dibawa Malaikat Jibril, suatu ketika Nabi berada di dalam suatu kamar dalam keadaan tidur, kemudian datang malaikat mengeluarkan hati Nabi dan mencucinya, kemudian memberikannya emas yang dipenuhi dengan iman dan kemudian hati Nabi dikembalikan sebagaimana semula. Dalam konteks kekinian, jika seorang pemimpin jangan melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hati kotor. Maka penting kesucian hati seorang pemimpin, pemimpin yang hatinya baersih memiliki keinginan untuk memperjuangkan nasib rakyat daripada kepentingan pribadinya.

Kedua, spirit keteladanan. Ketika di Baital Maqdis misalnya, Nabi Muhammad ditawari dua gelas minuman yang berisi susu dan khamar, beliau memilih susu. Hal ini mengindikasikan bahwa pemimpin harus mampu memberikan yang terbaik dan bernilai positif bagi dirinya dan umatnya. Spirit keteladanan nabi Muhammad itu bisa dipraktekkan dengan menjauhi tindakan salah atau tercela misal korupsi, skandal suap, skandal seks, narkoba atau jual beli jabatan yang akhir-akhir ini terkuak di kalangan para pemimpin pilihan dan wakil rakyat. Ketiga, prinsip keadilan. Bagaimana sebuah proses negosiasi yang dilakukan nabi Muhammad dalam menerima kewajiban shalat juga menjadi cerminan bahwa esensi seorang pemimpin adalah berusaha meringankan beban yang dihadapi umatnya.

Keniscayaannya spirit kepemimpinan Nabi Muhammad Saw harus diinternalisasikan dalam jiwa-jiwa pemimpin kita saat ini. Momentum Isra’ Mi’raj dapat menggugah bangsa Indonesia dalam menegakkan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan, dan keimanan, maka klimaksnya akan lahir sosok pemimpin yang memiliki integritas kebangsaan dan spirit religiusitas yang agung. Spirit Isra Mi’raj menguji “Sang Pemenang” pemimpin terpilih untuk bisa memberikan sikap-sikap kepemimpinan yang telah dicontohkan rosulullah, seorang pemimpin harus amanah, tabligh, fathonah, bersih, adil, tidak memihak kelompoknya dan penuh pengabdian kepada masyarakat dan bangsa Indonesia. Bagi seorang pemimpin, seluruh ajaran ibadah yang diwajibkan kepada umat Islam merupakan fondasi yang wajib dilaksanakan untuk menemukan saripati dan esensi agama, yakni agama sebagai rahmat bagi semua bangsa.

***

*) Penulis adalah Asep Totoh, SE.,MM, Dosen Universitas Ma’soem.

*) Tulisan opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES