Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Daring: antara Harapan dan Kenyataan

Selasa, 31 Maret 2020 - 07:23 | 605.36k
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNISMA. Salah satu anggota Penggurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Jawa Timur.
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNISMA. Salah satu anggota Penggurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Jawa Timur.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Pandemi covid-19 atau popular dengan virus corona mampu mengistirahatkan kesibukan manusia selama ini. Kita saksikan bersama dalam berita-berita telivisi, Koran, sampai media social bahwa dunia saat ini sedang istirahat. Jalanan sepi. Supermarker sepi. Pasar tutup. Tempat-tempat peribadatan ditutup. Tidak ketinggalan dunia pendidikanpun tutup. Berbagai protokol bermunculan.

Dunia pendidikan merupakan salah satu institusi yang kena dampak pendidikan. salah satu mata rantai penularan pandemic covid-19 ini adalah kerumunan massa. Sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk mengurangi massa dalam kerumunan tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menginstruksikan seluruh jenjang pendidikan dari PAU hingga perguruan tinggi tutup dan pembelajaran dialihkan pembelajaran jarak jauh atau dikenal dengan istilah daring (dalam jaringan). Kebijakan yang menuntut untuk tinggal di rumah adalah alasan yang masuk akal pembelajaran daring ini dilakukan.

Sebenarnya, kebijakan pembelajaran daring sudah lama dikeluarkan. Pembelajaran daring dianggap sebagai pembelajaran yang sesuai dengan era Revolusi Industri 4.0. pembelajaran daring juga sesuai dengan gaya anak milenial. Namun kebijakan itu tidak banyak diambil oleh dosen meskipun sosialisasi dan pelatihan dilakukan untuk implementasi pembelajaran daring ini. berbagai alasan penolakan bermunculan mulai dari pertemuan tatap muka (fisik) lebih afdhol dalam penuruan ilmu kepada peserta didik sampai pada alasan teknis karena jaringan yang belum memadai.

Namun semua itu pudar ketika covid-19 hadir. Virus ini seakan menjadi duta mendikbud paling jitu khususnya untuk kalangan perguruan tinggi. Ketika beberapa mahasiswa dari perguruan tinggi suspect covid-19 maka rector dari perguruan tinggi tersebut me lockdown seketika dan memulangkan mahasiswanya dan mengganti perkuliahan dengan daring. Kebijakan ini seakan juga menjadi virus karena rector-rektor yang mahasiswanya belum tersuspect juga melakukan hal yang sama dengan dalih antisipasi. Kondisi inilah yang mengangkat virus korona ini menjadi artis. Dialah sebenarnya yang memaksa kita untuk menggunakan daring.

Lantas, apakah semuanya berjalan lancar. Ternyata tidak. Daring ternyata bukan sekedar jaringan. Daring menuntut kesungguhan dari semua sector. Sector penyedia jaringannya, pengajarnya, dan pembelajarnya. Semua harus mempunyai iktikad baik untuk berlangsungnya pembelajaran daring ini.

Pengalaman penulis selama melaksanakan daring tidak sedikit mahasiswa mengeluhkan masalah jaringan. Bahkan ada salah satu mahasiswa yang mengusulkan untuk mendapatkan subsidi dari kampus karena mahasiswa tersebut merasa mengeluarkan uang lebih untuk pulsa dan paket data. Mahasiswa yang selama ini mungkin dapat mengakses internet melalui wifi di kafe-kafe, sekarang ini harus merelakan pulang dan berinternet dari rumahnya karena kafenya juga ikut tutup. Inilah masalah social yang baru. Belum lagi jika mahasiswa tersebut dari keluarga yang pas-pasan karena orang tuanya tidak boleh bekerja di luar rumah karena alasan covid.

Kondisi semacam ini adalah alasan yang ampuh yang mahasiswa pakai untuk dosennya ketika ditanya kenapa tidak ikut pembelajaran pada kelas daring sebelumnya. Alasan tidak ada sinyal karena di kampung, alasan gangguan lingkungan sekitar dan berbagai alasan lainnya yang itu menghasilkan pemakluman-pemakluman. Sehingga kesimpulan yang didapat adalah mengharapkan kondisi ideal dari kondisi seperti sekarang ini justru tidaklah ideal.

Belum lagi dari sisi pengajarnya, pembelajaran daring dianggap oleh sebagai dosen adalah pembelajaran yang memberikan tugas-tugas kepada mahasiswa tanpa adanya penjelasan terlebih dahulu. Akibatnya mahasiswa menerika setumpuk tugas dari dosen yang berbeda-beda. Dapat dibayangkan jika mahasiswa mengambil 9 matakuliah dan setiap dosen dari MK tersebut memberikan tugas semuanya. Bukannya stress karena corona tapi stress karena tugas.

Akhirnya, meskipun covid-19 berhasil menjadi duta Mendikbud dalam mensosialisasikan pembelajaran daring, hasilnya masih banyak ditemukan kendala-kendala di lapangan. Indonesia yang terhampar luas dari Sabang sampai Merauke dengan bentangan pulau-pulau sungguh memiliki karakteristik sendiri dalam implementasi pembelajaran daring.

Semoga kedepan ada perangkat pembelajaran daring yang mudah dijangkau, ringan dari penggunaan pulsa dan data paketnya sehingga apapun bentuk pembelajarannya dapat mudah dijangkau dan diterima masyarakat.

*Oleh: Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNISMA. Salah satu anggota Penggurus Wilayah Lembaga Pendidikan Maarif PWNU Jawa Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES