Kopi TIMES

Literasi Pilkada Berintegritas Menuju Demokrasi Berkualitas

Jumat, 27 Maret 2020 - 08:18 | 42.85k
Syaiful Bahri, Pemuda Pegiat Demokrasi Berintegritas.
Syaiful Bahri, Pemuda Pegiat Demokrasi Berintegritas.

TIMESINDONESIA, JAKARTANewton, sebuah judul Film India yang memberikan potret Pelaksanaan Pemilu berintegritas di wilayah sangat terpencil tengah hutan India yang disebut dengan daerah Chhattisgarh. Seorang pemuda bernama newton terpilih sebagai ketua KPPS, dia memiliki idealisme tinggi untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas. Bersama dengan ketiga anggota timnya, dia bertugas melakukan pemungutan suara di daerah tersebut.

Daerah ini termasuk wilayah “kekuasaan” gerilyawan Maois, kelompok ekstrimis kiri yang berpaham komunis. Penduduk yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya 76 orang dengan kondisi ekonomi berada dibawah garis kemiskinan dan juga buta aksara. Mereka tidak ada yang bisa menggunakan bahasa Nasional, bisa dikatakan sebagai kelompok masyarakat marginal, sulit memperoleh akses jalan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Karena rawan, Tim KPPS yang diketuai Newton dikawal oleh pasukan militer dibawah pimpinan Aatman Singh. Newton sering berbenturan dengan Aatman Singh. Pertentangan muncul karena Aatman Singh menyadari betul wilayahnya itu sangat rawan kekerasan bersenjata dan secara pribadi nampak sangat skeptis dengan sistem demokrasi terutama pemilu.

Sementara Newton, adalah sosok sangat idealis yang ingin pemungutan suara berjalan sesuai aturan, apapun yang terjadi karena ia menganggap demokrasi adalah hal yang sangat penting.

Berbagai kendala pun harus dihadapi Newton. Pihak militer yang mengawalnya skeptis mulai sejak masuk kepedalaman hutan dimana tempat pemungutan suara (TPS) harus dilaksanakan. Misalnya kendala soal penduduk yang memiliki hak suara enggan datang ke TPS. Yang tua memilih tetap tinggal dirumah dan yang muda pergi bekerja. Newton dan tim nya harus menunggu sangat lama kedatangan pemilih yang nyaris mustahil datang.

Sampai akhirnya karena TPS dimana Newton bertugas akan mendapatkan liputan dari kantor berita asing, barulah militer dibawah pimpinan Aatman Singh dengan sedikit kekerasan memaksa penduduk yang ada datang ke TPS. Namun persoalan lain muncul dan cukup mengejutkan bagi Newton yakni ternyata penduduk sama sekali tidak paham cara memilih dan harus memilih siapa.

Pemilih yang berada di bilik suara nampak bingung berhadapan dengan mesin pemungutan suara. Melihat kenyataan ini, terpaksa Newton merasa perlu memberikan penjelasan kepada seluruh pemilih yang hadir di TPS.

Penduduk yang menjadi pemilih sama sekali tidak mengenal calon-calon wakil rakyat yang harus mereka pilih. Ketika anggota tim pemungutan suara membacakan nama-nama calon wakil rakyat, penduduk kompak mengatakan tidak mengenal satupun dari nama-nama tersebut.

Belum lagi soal ketidakpahaman mereka atas apa manfaat dari memilih nama-nama yang sudah disebutkan itu. Saat Newton menjelaskan bahwa yang terpilih adalah pemimpin yang akan berangkat ke New Delhi mewakili aspirasi mereka, dengan serta merta penduduk langsung menyorongkan kepala desa mereka untuk diberangkatkan ke New Delhi untuk mewakili mereka dengan mengatakan bahwa kepala desa itulah yang tau persis apa yang mereka inginkan.

Ditengah kebingungan menjelaskan detail pemilu yang sulit dipahami oleh penduduk, Aatman Singh mengambil alih dengan menjelaskan bahwa mesin pemungutan suara itu tidak lebih hanyalah mainan belaka. Penduduk dapat menekan tombol yang menurut mereka paling menarik. Kalau suka dengan gambar nanas tekan saja gambar nanas, kalau suka pisang tekan saja gambar pisang. Aatman singh menyadari bahwa demokrasi dan pemilu bagi penduduk ditempat itu adalah hal yang tidak begitu penting. Newton tidak terima dengan langkah Aatman Singh dan menyatakan protes keras. Tetapi segera anak buah Aatman Singh diperintahkan mengamankan Newton agar tidak protes.

Pemungutan suara akhirnya berjalan sesuai dengan skenario pihak militer. Pihak media (pers) yang kemudian tiba ditempat tersebut mendapati bahwa penduduk di pedalaman India yang miskin dan kurang berpendidikan serta dibawah tekanan gerilyawan Maois ternyata menggunakan hak suaranya dengan antusias.

Pihak militer pun kemudian mendapatkan pujian meski saat diwawancarai, penduduk yang ditanya mengenai apa manfaat dari pemilu bagi mereka dengan lugas mengatakan “tidak ada”. Saat ditanya mengapa menjawab “tidak ada”, penduduk itu hanya tersenyum dan tetap mengatakann “ya tidak ada”. Jawaban penduduk yang meski miskin dan tidak berpendidikan itupun merupakan sindiran yang sangat satir akan manfaat dari Demokrasi terutama pemilu. Pemilu hanyalah prosedur demokrasi yang sama sekali tidak memberi manfaat kepada rakyat yang termajinalkan.

Masalah tidak selesai sampai lancarnya proses pemungutan suara. Ketika jam 12 siang saat istirahat tiba, tiba-tiba terdengar suara tembakan beruntun. Aatman Singh mengatakan bahwa ada gerilyawan Maois menyerbu dan meminta Newton dan timnya segera menyelematkan diri dengan membawa hanya mesin pemungutan suara saja. Dalam perjalanannya kembali melalui hutan, Newton kemudian menyadari bahwa suara tembakan hanyalah rekayasa pihak militer agar Newton dan timnya segera menyelesaikan proses pemungutan suaran yang harusnya berlangsung hingga pukul 3 sore.

Newton yang menginginkan Pemilu sesuai prosedur dan tahapan, memaksa untuk kembali ke TPS namun ketika mencoba lari kembali ke TPS iapun ditangkap paksa oleh Aatman Singh. Ada alasan logis yang coba dijelaskan mengapa pihaknya ingin pemungutan suara segera ditutup sebelum jam 3 sore yakni demi keamanan Newton dan juga anggota pasukan dibawah komando Aatman Singh karena kalau sampai malam mereka berada di daerah tersebut, mereka rawan disergap gerilyawan Maois. Newton tidak terima dengan penjelasan tersebut, tetapi pasrah ketika dicokok militer dan dipaksa untuk pulang.

Kejadian genting kemudian muncul saat Newton dan rombongan militer bertemu dengan 4 penduduk desa yang ingin menggunakan hak pilihnya. Pihak militer mengatakan bahwa ke empat penduduk itu tidak bisa menggunakan hak suaranya, sementara Newton bersikeras suara mereka harus tetap disalurkan karena waktu belum menunjukkan pukul 3 sore. Aatman Singh ngotot tidak perlu, Newton ngotot mengatakan perlu sampai-sampai ia meronta dan berhasil merebut senjata lalu menodongkannya ke Aatman Singh.

Karena terancam dengan todongan senjata, Aatman Singh terpaksa membiarakan ke empat penduduk tadi menggunakan hak pilihnya. Newton tetap menodongkan senjata hingga waktu menunjukkan pukul 3 sore. Bahkan ketika ke empat penduduk telah menggunakan hak suaranya dan masih tersisa waktu 2 menit, Newton tetap menodongkan senjatanya ke arah Aatman Singh. Barulah setelah habis waktu pemungutan suara dimana tanggungjawabnya sebagai panitia pemungutan suara selesai, senjata diletakkan dan Newton pun kemudian dikeroyok habis-habisan oleh Aatman Singh berserta anggotanya.

Cerita diatas menunjukkan betapa pentingnya Penyelenggaraan Pemilu harus benar-benar sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam regulasi seperti apapun kondisinya. Karena satu suara sangat berharga untuk menentukan masa depan sebuah negara. Terlepas ketika terpilih terjadi penyimpangan oleh para wakil rakyat. Akan tetapi Pemilu akan menjadi proses pendewasaan diri masyarakat dalam berdemokrasi.

Menyambut Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020 di 270 Daerah, publik berharap para penyelenggara dapat melaksanakan Pilkada dengan Integritas yang tinggi. Di tengah kekhawatiran publik terhadap serangan Virus Corona, KPU ataupun Bawaslu berserta jajarannya perlu segera mengembil langkah tegas dan tepat agar Pilkada tidak terlarut dalam ketidakpastian. Pemerintah bersama instansi setingkatpun perlu mendorong stakeholder terkait untuk mensudahi ancaman virus corona ini. Karna jika Pilkada ini tidak memperoleh kepastian, jutaan penduduk Indonesia akan menjadi korban ketidakpastian.

***

*) Penulis adalah Syaiful Bahri, Pemuda Pegiat Demokrasi Berintegritas.

*) Tulisan opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES