Kopi TIMES

AHY Dan Preseden Politik Dinasti

Kamis, 26 Maret 2020 - 20:40 | 42.24k
Ribut Lupiyanto, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration).
Ribut Lupiyanto, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration).

TIMESINDONESIA, JAKARTAAgus Harimurti Yudhoyono (AHY) akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat secara aklamasi. Rekor sebagai ketua partai termuda pun terpecahkan. Namun aroma politik dinasti kental mewarnai tanggapan publik.

Politik dinasti terus menghantui kualitas demokrasi di negeri ini, baik dalam transisi kepemimpinan partai, kepemimpinan daerah hingga nasional. Salah satunya adalah dalam kontestasi demokrasi lokal yang akan digelar pada tahun 2020 ini yaitu Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) serantak.

Politik dinasti memang sah secara legal formal, namun menjadi preseden kurang baik secara etika dan kualitas demokrasi. Beberapa daerah terindikasi akan melakukan politik dinasti, seperti Kota Surakarta dengan bakal calon Gibran Rakabuming putra Presiden Jokowi, Kabupaten Sleman dengan calon Kustini istri bupati petahana, dan lainnya.

Regenerasi Kepemimpinan

Satu aspek yang penting diperhatikan parpol, adalah regenerasi kepemimpinan. Generasi muda telah menunjukkan siap dan memang harus dipersiapkan guna mengisi hingga melanjutkan estafet kepemimpinan melalui demokrasi.

Bagaimanapun demokrasi menjadi pilihan tunggal bagi regenerasi kepemimpinan di negeri ini. Mau tidak mau demokrasi harus bersama dibenahi. Kaum muda juga mesti mendapatkan porsi strategis sebagai pelanjut estafet kepemimpinan.

Prasyarat harus berpengalaman adalah bentuk feodalisme politik. Pengalaman anak muda tentu membutuhkan media dan ruang untuk diasah. Pengkaderan menjadi syarat mutlak dan konsekuensi logis guna memenuhi urgensi regenerasi. Pengisian pos menteri dari generasi milineal selain bukti keberpihakan juga menjadi penyiapan regenerasi kepemimpinan.

Sayangnya kaderisasi parpol masih jauh panggang dari api. Parpol yang berbasis kaderisasi rapi dapat dihitung jari. Pola instan menjadi senjata andalan pada setiap kontestasi demokrasi. Alhasil bukan kualitas yang dipersyaratkan, namun materi dan popularitas semata.

Urgensi Kaderisasi

Konsekuensi logis atas penyiapan regenerasi kepemimpina kepada kaum milenial hanyalah dengan kaderisasi. Penunjukkan tersebut tentu tidak boleh sembarang. Generasi milenial yang ditunjuk mesti tetap benar-benar berkualitas, profesional, ideolog, dan bukan hasil transaksi politik.

Selama ini karier politik anak muda cenderung terkalahkan oleh senjata instan parpol menggaet orang kaya, populer, artis dan lainnya. Cara ini tentu hanya akan menghadirkan kesuksesan semu dan berjangka pendek. Keberlanjutan parpol atau ideologi tertentu akan tidak terjamin tanpa kaderisasi yang rapi. Banyak hal perlu diperhatian guna optimalisasi kaderisasi kepada generasi milenial.

Pertama adalah kejelasan dan penguatan ideologi yang diusung. Parpol atau pemimpin mesti jelas dan tegas terkait ideologinya. Hal ini paling fundamental guna mengarahkan garis perjuangan. Selain itu ideologi menjadi daya tawar kepada publik termasuk anak muda. Sosialisasi masif diperlukan melalui pembahasaan sesuai sasaran serta serangkaian pembuktian di lapangan. Keteladanan dan konsistensi atas aplikasi ideologi tersebut menjadi tantangan berat yang haru ditunjukkan.

Kedua, mesti memahami karakter psikologis anak muda. Generasi muda masa kini terbagi dalam tiga entitas. Ketiganya antara lain generasi X (1965-1976), Generasi Y (1977-1997), dan Generasi Z (1998-sekarang) (Tapscott, 2009). Masing-masing memiliki karakter yang penting dipetakan guna mendapatkan strategi jitu masuk dan berinteraksi dengan mereka.

Ketiga memberikan kepercayaan strategis kepada kaum muda. Obyek kaum muda tentu membutuhkan energi besar dan pihak yang memahami karakternya. Tidak bisa tidak, yang bisa melakukan secara optimal tentu kaum muda segolongannya. Kepengurusan parpol dalam semua level penting memberdayakan kaum muda.

Keempat, kaderisasi mesti menjadi jantung kehidupan parpol. Parpol idelanya membawa visi ideologi, bukan semacam industri demokrasi belakan. Kehadiran dan denyut kehidupannya mesti ada sepanjang perjalanan demokrasi, tidak hanya ketika jelang pesta demokrasi. Kurikulum dan peta jalan kaderisasi penting dirancang dan dijalankan secara masif dan sistematis. Peraturan organisasi penting ditegakkan dengan tetap mengikuri regulasi negara.

Kelima, sinergi lintas lini guna menyiapkan kualitas generasi sejak dini. Sektor pendidikan diperlukan dalam rangka membentuk karakter dan kecerdasan insan. Sektor publik diperlukan dalam level keluarga dan masyarakat guna memberikan ruang kondusif dan kosntruktif bagi pendidikan anak. Pemerintah memiliki tanggung jawab memfasilitasi dengan berbagai programnya.

Regenerasi kepemimpinan yang berkualitas merupakan oase di tengah ketidakpercayaan publik. Pembuktian dapat ditunjukkan parpol melalui penunjukan calon kepala daerah yang nir-politik dinasti.

***

*) Penulis adalah Ribut Lupiyanto, Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration).

*) Tulisan opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES