Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Prevensi Terhadap ”Kader” Kriminalitas

Selasa, 24 Maret 2020 - 03:55 | 41.30k
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Sejumlah pihak atau pakar  ada yang menyebut atau menstigmatisasi bahwa bangsa Indonesiaa saat ini di beberapa aspek terjangkit penyakit, berlaku deviatif (suka dan menyenangi perbuatan menyimpang) atau gampang terlibat dalam berbagai bentuk pelanggaran norma-norma baik agama, budaya, politik, ekonomi maupun hukum, yang diantarana pelakunya masih anak-anak (secara fisik-psikologis bahkan dibawah umur).

Di kalangan anak itu, terbaca fenomena mengkhawatirkan dmana norma-norma yuridis dan etika ini sepertinya tidak pernah dikenalnya sebagai pelajaran dan pedoman moral yang seharusnya menjadi bagian pijakan asasi dalam kehidupan­nya.

Sebagai bahan renungan, tahun 2019, di Kabupaten Malang misalnya sebagai contoh kasus Siswi kelas 5 Sekolah Dasar di Kabupaten Malang jadi korban tindak pidana asusila. Ironisnya, pelaku asusila yakni 6 remaja pria yang masih berumur belasan tahun. Selain dicabuli, korban sebut saja Nia (bukan nama sebenarnya, red), juga dipaksa berhubungan badan oleh pelaku. Keenam tersangka asusila yang diamankan berinisial RI (18), AA (22), AN (17), SW (17), EM (16) serta MA (16). Keenam pelaku diketahui tinggal di wilayah Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Dari keenam pelaku, hanya RI yang diduga sudah menyetubuhi Nia (11). Sementara lainnya, diduga melakukan perbuatan cabul.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kemudian contoh kasus jelang akhir tahun 2019 misalnya  seorang pemuda 18 tahun berinisial YR (18 tahun) ditangkap polisi karena menyetubuhi gadis di bawah umur berinisial KI (16 tahun), warga Kabupaten Malang, Jawa Timur. YR menyetubuhi gadis itu di sebuah vila di kawasan Songgoriti, Kota Batu, Jawa Timur. Berdasarkan laporan orangtuanya kepada polisi, YR menggauli KI di vila itu pada 23 Oktober 2019. Aparat lantas menangkap YR di rumah saudaranya di Gondanglegi, Kabupaten Malang, tujuh hari kemudian.

Modus operandi YR berkenalan melalui media sosial Facebook. YR menjalin komunikasi hingga bertukar nomor telepon. YR mengaku tertarik dengan KI, lantas mengajak si gadis bertemu untuk diajak makan, sebelum dirayu untuk menginap di Vila Songgoriti. Pada saat itulah YR menggauli KI hingga dua kali. YR mengaku menyewa vila di Songgoriti dengan harga Rp70 ribu. Selama di vila, dia merayu korban dengan kata-kata mesra. Dia bahkan mengaku siap bertanggung jawab bila KI hamil. Rayuan gombal YR membuat KI tak berdaya hingga terjadilah hubungan layaknya suami-istri. Kemudian keesok harinya, diantar pulang YR ke rumahnya. KI menceritakan ke orangtuanya, kemudian melaporkan ke kami pada 29 Oktober. YR mengaku mencintai KI sehingga nekat menyetubuhi korban. Namun, YR tidak mengetahui bahwa KI masih di bawah umur.

Di Kabupaten Malang lagi misalnya yakni awal tahun 2020 seorang gadis belia menjadi korban tindak pidana asusila. Korban sebut saja Ina (16), warga Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, dipaksa bersetubuh oleh tiga remaja setelah lebih dulu dipaksa minum minuman keras.Dua dari tiga tersangka diantaranya masih berstatus pelajar. Mereka adalah MD (17), warga Desa Girimoyo dan GG, (17), warga Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Keduanya saat ini berstatus pelajar sekolah. Sedang satu tersangka lagi yakni AFT (19), warga Desa Tawangargo, Karangploso. Ditangkap di rumahnya masing-masing. Ketiganya mengakui memang menyetubuhi korban.

Sejumlah kasus yang menimpa anak-anak itu menampar wajah kita. Meski beberapa kali terjadi kasus kekejaman yang dilakukan oleh anak kepada sesama teman seusianya, tetapi ketika tingkat kekejamannya  berkualifikasi memberatkan seperti nekad melakukan pembunuhan, logis jika kita mempertanyakannya, mengapa anak-anak kita makin berani memproduksi ketidakadaban atau melakukan kejahatan yang bertipologi serius atau “istimewa”.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketika kita mempertanyakan tingkat kekejaman yang dilakukan anak-anak  itu, lantas bagaimana kita sendiri sebagai orang tua, elemen pemerintahan, atau pilar-pilar pendidikan, apakah kita tidak ikut bertanggunjawab atas segala kesalahan (kebiadaban) yang diperbuatnya?

Kita tidak kesulitan membaca atau mencermati, bahwa ada sejumlah anak-anak terbilang sebagai “bibit”. Barangkali orang tua atau keluarganya tidak pernah memperkirakan sama sekali kalau anaknya yang masih masih belasan tahun, sudah berani melakukan kejahatan dengan kategori serius. Disinilah ujian bagi pilar-pilar edukatif untuk memprevensinya.

Anak-anak itu  akhirnya identik memasuki kondisi tertentu berbentuk (berkedudukan) sebagai bibit-bibit kriminalitas, karena dunia kriminalitas tidak sampai kehilangan “kader” untuk menjaga keberlanjtan, keragaman,  dan perkembangannya.

Terperosoknya anak-anak (remaja) jadi “bibit” kriminalitas itu, tidaklah semata harus menyalahkannya, meski mereka mengerti model kekerasan atau pemaksaan hubungan dengan lawan jenis, berasal dari kawan-kawannya. Karena bisa jadi, apa yang diperbuanya ini berhubungan dengan kondisi tertentu yang membuatnya berperilaku menyimpang. Oleh karena itu, Gerakan preventif harus benar-benar dilancarkan semua elemen edukatif untuk menyelamatkan generasi kita.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES