Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kampus Bukan Produsen Koruptor

Kamis, 05 Maret 2020 - 12:36 | 171.95k
Abdul wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Unibersitas Islam Malang (UNISMA) dan Pengurus Pusat APHTN-HAN.
Abdul wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Unibersitas Islam Malang (UNISMA) dan Pengurus Pusat APHTN-HAN.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kampus itu punya kewajiban mulia dalam membangun atau membentuk bibit-bibit bernama sumberdaya manusia menjadi subyek bangsa yang andal secara moral maupun intelektualitas.

Atas dasar idealitas kepentingan itu, kampus mengadakan proses pembelajaran yang diantaranya bersubstansikan pada transformasi ajaran luhur atau keagungan budi supaya kelak tidak menghasilan subyek bangsa yang terseret pada sikap dan perilaku adigang-adigung atau suka melakukan “penyelingkungan” etika.

Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan, bahwa  tujuannya (dididrikan kampus) diantaranya demi mengembnagkan potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Bilamana tujuan itu berhasil direalisasikan, negeri ini tentu bisa memiliki sumberdaya istimewa yang bisa dindalkan untuk membangun bangsa, dan bukan sumberdaya manusia yang mendestruksi atau bahkan menghancurkannya. Ini artinya tidak ada kampus manapun yang berdiri di negeri ini yang menggariskan misi  agar “memproduksi” koruptor, dan sebaliknya kampus itu membawa misi membentuk manusia-manusia yang secara idealitas adalah “ant korupsi”.

Meski begitu, ketika idealisme (das sollen) itu direlasikan dengan realitas (das sein) sekarang yang bersifat paradoksal, logis jika publik mempertanyakan, benarkah PT yang secara yuridis, moral, agama, budaya, dan edukatif ini mengemban misi mulia dalam membentuk manusia (mahasiswa) bertuhan dan beretika mulia, atau benarkah tidak ada semua insan kampus adalah kumpulan manusia suci yang secara totalitas anti korupsi?.

Kemampuan PT untuk melahirkan orang pintar memang tidak perlu diragukan lagi. Sudah demikian banyak orang pintar yang merupakan produk PT. Dengan sistem yang dibangun dan diperbarui, PT terus menjalankan peran untuk membentuk atau membentuk sumberdaya manusia Indonesia. Namun karena perkembangan kejahatan baru berjalan spektakuler, yang diantara pelakunya adalah orang-orang berpendidikan tinggi, jadinya logis jika kampus (PT) dituntut pertanggungjawabannya.

Modal kepintaran seseorang digunakan sebagai instrumen menciptakan jurus-jurus untuk “menjajah” uang negara. Kepintarannya diterapkan untuk menciptakan disobyektifitas, mengaburkan informasi, menutup transparansi, mengalihkan data-data yang menjadi sumber kebenaran, dan mengalkulasi sebesar-besarnya keuntungan ekonomi yang bisa diperolehnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Orang-orang pintar yang diproduk PT telah menjadikan Indonesia ini sebagai negara yang akrab dengan korupsi. Tiada hari tanpa pemberitaan korupsi. Selalu ada saja elemen lembaga strategis negara yang bekerjasama atau berkolaborasi kriminalistik dengan pihak-pihak tertentu yang terjaring melakukan korupsi.

Para pelaku “kejahatan krah putuh” itu telah berakselerasi luar biasa. Kepintaran atau keintelektualitasan pelakunya dapat dibaca dari sudut modus operandi, dampak, dan siapa saja yang terseret dalam jaringan organisasi kriminalitasnya. Adnan Topan Husodo pernah mengatakan, korupsi yang terjadi di lingkungan kampus merupakan salah satu bentuk kejahatan krah putih. Bahkan yang lebih mengejutkan, para koruptor di negeri ini kebanyakan berasal dari perguruan tinggi. 

Tidak diragukan kalau dunia kampus memang memproduk “orang-orang hebat” yang bisa memutar roda sejarah suatu rezim seperti dari Orde Baru ke Era Reformasi, tetapi kampus juga “terjajah” (belum merdeka) dari korupsi, meski tetap berjihad secara edukatif memproduk “orang-orang hebat” dalam melawannya.

Komunitas dunia PT memang bisa saja berapologi dengan mencari komparasi kalau lembaga-lembaga agama dan sosial di tengah masyarakat juga tidak sedikit yang terjangkit korupsi, namun PT tetaplah yang diposisikan paling bersalah atau bertanggungjawab secara etik, karena PT merupakan “produsen” utama yang menghasilkan sumberdaya manusia berpendidikan  tinggi yang out put-nya paling menghegemoni di seluruh sector strategis kekehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara.

Sebagai bahan refleksi misalnya berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan, kasus korupsi di Perguruan Tinggi pernah menempati posisi kedua.

Kasus itu secara tidak langsung sebagai ajakan melakukan jihad edukasi demi “memerdekakan” kampus dari jajahan seabagai bagian dari “produsen” korupsi dengan mengandakan penguatan memerdekakan ide-ide cerdas (etis-filosofis) sebagai konstruksi idealitas kampus  yang berkesungguhan memprevennsi korupsi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Jihad edukasi untuk melawan dan mengalahkan korupsi bisa dimulai dengan gerakan aktualisasi secara terus menerus di lingkungan PT mengenai esensi pendidikan, khususnya pendidikan anti korupsi. Minimal mulai dari pengurus yayasan, rektor dan pendampingnya, dekan dan para wakil atau pembantunya, dosen, mahasiswa hingga karyawan PT, diwajibkan memahami dan memosisikan kalau dirinya adalah para pengemban amanat mewujudkan dan memprogresifitaskan kampus yang meneladani anti korupsi.

***

*) Penulis: Abdul wahid, Dosen Fakultas Hukum (FH) Unibersitas Islam Malang (UNISMA) dan Pengurus Pusat APHTN-HAN.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES