Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kehati-Hatian Notaris Dalam Membuat Akta Autentik

Senin, 02 Maret 2020 - 15:09 | 77.08k
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada banyak  ahli yang menyebut kalau notaris itu profesi strategis, karena notaris ini pejabat umum yang mendapat amanat dari berbagai tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum di bidang keperdataan.

Eksistensi no­taris itu juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutama dalam Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa. Kemudian mengenai alat bukti yang utama dalam hukum perdata adalah bukti ter­tulis, sedangkan alat bukti tertulis yang paling kuat adalah berbentuk akta autentik. Sedangkan Pengertian akta autentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Akta autentik tersebut biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian, berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat, yang diantaranya dapat dipahami bahwa keberadaan profesi notaris adalah sebagai pejabat umum yang berwenang dalam pembuatan akta autentik sebagaimana yang tercantum norma yuridis yang mengaturnya.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris) disebutkan, bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

Hukum (UU Jabatan Notaris) yang dibuat oleh negara itu menjadi terasa bermanfaat ketika dapat dirasakan oleh masyarakat atau komunitas sebagai produk negara yang memberikan atau mewujudkan hak-hak asasi manusia. Perwujudan ini menjadi bukti, bahwa apa yang dihasilkan oleh negara tidaklah sia-sia.

Sudah banyak produk hukum di negara ini memberikan banyak dan beragam janji, namun dalam pelaksanaannya belum memberikan manfaat sesuai dengan yang dijanjikannya akibat belum difungsikan secara efektif dan benar serta berlandaskan etik oleh para subyek hukumnya.

Kehidupan manusia atau kalangan professional seperti notaris itu terikat dengan norma-norma, termasuk keberadaannya dalam menjalankan kewenangan yang sudah digariskan UUJN seperti dalam pembuatan akta autentik, yang dalam pembuatannya menuntut sikap kehati-hatian demi mewujudkan kebenaran dan tegaknya norma yuridis.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tanpa ikatan atau payung norma-norma, manusia (notaris) akan banyak menemui dan dihadapkan dengan berbagai bentuk problematika atau ragam kesuli­tan yang tidak mudah diatasi. Bahkan bukan tidak mungkin kesulitan-kesulitan yang datangnya bertubi-tubi menyerang kehidupannya dapat menjerumuskan pada kehancuran, termasuk kehancuran dalam menjalankan profesinya. 

Tidak sulit misalnya kita temukan berbagai praktik pelnggaran norma yuridis dan etika yang dilakukan oleh notaris yang mengakibatkan dirinya ditimpa kehancuran atau kerugian, minimal “bermasalah secara yuridis” yang bersumber dari akibat ketidak hati-hatiannya  saat menerbitkan (membuat) akta autentik.

Tidak salah kemudian jika ada yang mengaitkan secara kausalitas antara posisi kehancuran suatu masyarakat, bangsa dan Negara, dan khususnya kalangan pengemban profesi seperti notaris dalam kaitannya dengan etika menjalankan profesinya (diantaranya dalam pembuatan akte autentik). Artinya, ketika etika tidak dijadikan pegangan oleh notaris atau tidak lagi ditempatkan sebagai kekuatan utama dan pondasi istimewa manusia, maka hidupnya menjadi notaris menjadi kehilangan makna atau harkat dan martabatnya menjadi hancur (tercoreng).

Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keilmuan dan keahlian dalam bidang ilmu hukum dan kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan, maka dari itu secara pribadi notaris bertanggung jawab atas mutu jasa yang diberikannya.

Sebagai pengemban misi pelayanan, profesi notaris terikat dengan kode etik notaris yang merupakan penghormatan marta­bat (marwah) manusia atau pengemban profesi pada umumnya dan martabat notaris khususnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Atas dasar itu pengemban profesi notaris mempunyai ciri-ciri (karakteristik) mandiri dan tidak memihak, tidak terpacu dengan pamrih atau kepentingan eksklusif tertentu, selalu rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran yang didasarkan hal objektif, spesialitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesinya, yang kesemuanya ini dijalankan secara professional.

Jika hal itu bisa dilakukan dengan menjunjung tinggi profesionaitas, yang salah satu standarnya selalu berpijak pada norma etik (kode etik) dan norma yuridis, maka notaris akan bisa terhindar dari problem yang akan atau bisa merugikan kariernya.  Pertaruhan karier ini diantaranya (biasanya) diuji ketika tersangkut dengan pengujian keabsahan akte autentik saat ada tuntutan pembuktian dari apparat penegak hukum (penyidik misalnya).

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Sunardi, Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES