Kopi TIMES

Bisakah Ijazah Madin Jadi Syarat Pendukung Masuk SMP/MTs?

Jumat, 28 Februari 2020 - 18:33 | 569.32k
Ahmad prayitno.S.Pd.I, Kepala madin sekaligus Pengurus DPC FKDT Kecamatan Kaligondang.
Ahmad prayitno.S.Pd.I, Kepala madin sekaligus Pengurus DPC FKDT Kecamatan Kaligondang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Undang-Undang Pesantren sudah diresmikan pemerintah sebagai bukti perhatian pemerintah dalam pendidikan kragamaan dan penghargaan lembaga pendidikan tertua diIndonesia. Hal ini menjadi angin segar dunia pendidikan non formal yang didalamnya ada Madrasah Diniyah Takmiliyah karena keberadaanya semakin diakui pemerintah.

Tak hanya kalangan dunia pendidikan Madrasah Diniyah saja yang menyambut gembira. Kementerian Agama juga menyambut baik dimasukkannya pembahasan UU Pesantren dan Pendidikan dalam Prolegnas DPR tahun 2019 sebagaimana dilansir Nu Online pada Senin (24-09-2018).

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Ahmad Zayadi menilai hal tersebut akan memperkuat posisi pesantren dan madrasah diniyah. Kalau melihat di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat angin segar ini disambut gembira oleh para pegiat pendidikan pesantren dan madin. Terlebih kondisi rata-rata pesantren di Jawa Barat dan Jawa Timur secara fasilitas sudah lebih berkembang hal ini terlihat dari adanya bantuan Bantuan Oprasional Madin yang diglontorkan pemprov.

Wujud dukungan Pemprov bukan hanya dari materi namun pengakuan ijazah Madin menjadi salah satu syarat masuk pendidikan formal sudah lama di berlakukan di kedua Propinsi itu.

Bagaimana dengan Provinsi Jawa Tengah? Ternyata perhatian Pemprov terhadap Pendidikan Madrasah Diniyah tidak kalah dengan Pemprov Jawa Timur dan Jawa Barar. Terhitung mulai tahun 2019 lalu, Pempvof Jawa Tengah mengglontorkan bantuan Honor Guru Madin dan TPQ sampai puluhan miliar dan dilanjutkan pada tahun ini dengan menambah jumlah penerimanya.

Jauh sebelumnya, di Kabupaten Purbalingga sudah ada wujud perhatian Pemda terhadap dunia Pendidikan Madin dengan memberikan honor kepada guru madin mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 200 per bulan di tahun 2019 yang jumlah penerimanya lebih dari 1200 ustaz.

Harapan penulis, yang juga aktif mengelola madin di daerah Kaligondang Purbalingga, program ini bisa berlanjut terus siapapun nanti gubernurnya.

Sebagaimana diProvinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang telah memberikan perhatian di dunia pesantren dan madin, penulis juga berharap hal sama juga terjadi di Jawa Tengah, yakni berupa Bantuan Oprasional Madin.  Di Jawa Tengah, Bantuan Oprasional Madin sudah ada. Namun jumlahnya masih terbatas dan tidak semua Madin dapat menerimanya.

Selain berupa perhatian materi, justru harapan besar penulis kepada Pemprov Jawa Tengah adalah pengakuan ijazah madin. Minimal, ijazah madin mempunyai "Nilai Jual" yang tinggi di sekolah formal.

Minimal, ijazah madin bisa menjadi syarat diterima siswa masuk ke sekolah formal. Apabila Madin itu Awaliyah maka berlaku sebagai syarat untuk masuk ke SMP atau MTs. apabila Madin Wustho maka menjadi syarat masuk ke SMA/SMK/Sederajat.

Seperti di Kabupaten Bandung perhatiannya Pemda sudah dituangkan menjadi Perbup Bandung No 34 tentang pendidikan Madin jelasnya pada pasal 36 ayat (2) bahwa siswa Diniyah Takmiliyah yang akan melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi wajib melampirkan ijazah Diniyah Takmiliyah Awaliyah untuk SMP/Mts, Diniyah Takmiliyah Wustho untuk ke SMA/SMK/MA.

Begitu juga di Kabupaten Brebes. Ijazah Madin bisa menjadi syarat dalam PPBD di sekolah (http://brebes.kemenag.go.id/berita/read/kemenag-brebes-apresiasi-ijazah-madin-sebagai-salah-satu-persyaratan-ppdb-). Dengan begitu santri menjadi semangat dan lebih aktif mengaji sebagaimana aktif sekolah karena nilai yang sama dalam pengakuan atau nilai ijazahnya.

Saya sebagai salah satu pendiri dan Guru disalah satu Madin saat bincang-bincang dengan pegiat madin atau para pengelola madin dalam pertemuan DPC FKDT kabupaten ternyata masih banyak orang tua cenderung mementingkan pendidikan sekolahnya ketimbang belajar di madin. Hal ini dapat dilihat saat iuran rutin bulanan madin. Orang tua kurang aktif membayar padahal nominalnya jauh dari iuran sekolah atau untuk membeli buku sekolah bahkan jauh dengan biaya anak mereka les.

Dalam iuran kegiatan pengajian atau mungkin bangunan tempat anak mereka mengaji juga kebanyakan merasa keberatan. Bahkan ada yang lebih memilih anaknya pindah ngaji yang tidak bayar atau malah anaknya dibiarkan tidak mengaji. Artinya, bilamana ijazah Madin punya nilai tambah di pendidikan formal tentunya semangat anak mengaji dan orang tua juga meningkat dukungan terhadap jalan dan keberlangsungan Madin. Tentunya dengan terciptanya pendidikan yang aktif tujuan pendidikan diniyah akan tercapai secara merata menjadikan santrinya berprestasi juga beraakhlaqul karimah. (*)

***

*) Penulis: Ahmad prayitno.S.Pd.I, Kepala madin sekaligus Pengurus DPC FKDT Kecamat Kaligondang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES