Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Membutuhkan Banyak Perda Pesantren

Kamis, 27 Februari 2020 - 11:29 | 59.98k
Abdul Wahid, Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
Abdul Wahid, Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah tersebut yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam ranah idealisasi, implementasi otonomi daerah selain memiliki landasan pada acuan atau pijakan hukum, juga sebagai suatu implementasi tuntutan globalisasi yang diberdayakan dengan cara memberikan daerah tersebut kewenangan yang luas, nyata dan memiliki tanggung jawab, terutam dalam hal mengatur, memanfaatkan, serta menggali berbagai sumber-sumber potensi yang terdapat di daerahnya masing-masing.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Hal itu dapat dijadikan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah guna membuktikan kemampuannya untuk melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah masing-masing. Maju dan tidaknya suatu daerah ditentukan oleh kemampuan serta kemauan dalam melaksanakannya. Pemerintah daerah dapat bebas berkreasi dalam rangka membangun daerahnya masing-masing, tentu saja masih tidak melanggar dengan norma-norma yuridis yang berlaku.

Salah satu “kekayaan” besar dan fundamental yang dimiliki oleh daerah adalah Pesantren. Besarnya kontribusi pesantren dalam membangun negara, khususnya daerah sudah tidak diragukan lagi. Masalahnya, sudah sejauh manakah perhatian (pemerintah) daerah  terhadap potensi besar dan streategisnya ini?

Kyai Muchit Muzadi menyebut, bahwa pesantren muncul karena kebutuhan nyata masyarakat. Yaitu: Pertama, dibutuhkannya kader-kader penerus dakwah Islami (para mubalig) yang mumpuni. Kedua, dibutuhkannya generasi muslim yang lebih luas pengertian, pengertian dan pengalaman keislamannya dalam berbagai kedudukannya di tengah masyarakat.

Selain itu, kata beliau Pesantren selalu menyatu dan mengikatkan diri dengan masyarakat. Selalu memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Selalu mengusahakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Selalu membimbing masyarakat untuk menempuh kehidupan yang benar dalam aqidah, syariah, akhlaq dan ma’isyah.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pakar masalah pluralism agama Azzumardi Azra juga menyebut, pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis masyarakat lingkungannya. Pesantren mempunyai keterkaitan erat dengan komunitas lingkungannya. Kenyataan itu bisa dilihat tidak hanya dari latar belakang  pendirian pesantren, tetapi juga dalam pemeliharaan eksistensi pesantren itu sendiri.

Tentang jasa pesantren dalam pengembangan pendikan di Indonesia, tidaklah dipungkiri oleh siapapun. Ali Yafie dalam  Teologi Sosial, Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan (1997), sejarah telah membuktikan, bahwa pada saat-saat perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, ulama bersama santri-santrinya tampil di garis depan. Pesantren di masa revolusi fisik ini telah menjadi markas perjuangan melawan penjajah.

Abdurrahman Wahid (1974) menyatakan bahwa kedudukan yang dominan dalam pembentukan tata nilai di lingkungan pesantren dipegang oleh hukum fiqih dan adat kebiasaan kaum sufi. Nilai-nilai kepesantrenan yang secara esensial lahir dari hasil pemahaman mereka atas doktrin Islam ini kemudian turut membentuk pandangan hidup (weltanschauung) kiai, santri, masyarakat pondok pesantren dan realitas sekitarnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kiprah pendidikan yang diselenggarakan pesantren itu dapat terliat dalam data Departemen Agama yang menyebutkan pada tahun 1977 jumlah pondok pesantren masih 4.195 buah dengan santri berjumlah 677.394 orang, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 1985 dengan jumlah pondok pesantren 6.239 buah yang memuat 1.084.801 orang santri. Dua dasa warsa kemudian, 1977, tercatat 9.388 buah pondok pesantren dengan jumlah santri 1.770.768 orang. Data tahun 2001 menunjukkan jumlah pondok pesantren sudah mencapai 11.312 buah dengan jumlah santri sebanyak 2.737.805 orang, yang meliputi pondok pesantren salafiyah, tradisional, sampai modern, yang semuanya berstatus swasta. Bagimana dengan sekarang? Tentu jumlahnya spektakuler.

Kota Batu misalnya, mempunyai pesantren yang tidak sedikit. Berdasarkan data yang disampaikan Kemenag mencapai 35 pesantren, yang dapat disebut jumlah yang tidak sedikit di suatu daerah  (kota) yang hanya mempunyai empat wilayah Kecamatan (Kecamatan Kota Batu, Junrejo, dan Bumiaji).

Dari sisi general, negara sudh peduli dengan banyaknya pesantren di Indonesia. Negara sudah membentuk Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Negara rupanya menyadari, bahwa pesantren telah memberikan bukti riil dalam menghadirkan banyak perubahan dan pencerahan di negeri ini.

Dalam dasar Pertimbangan Undang-Undang Pesantren itu disebutkan, bahwa dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, pcsantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Lebih khusus atas dasar pertimbangan UU Pesantren itu dijelaskan, bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pesantren dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Berpijak pada konsiderasi itu, maka jelas setiap daerah yang berkeiningan memajukan daerahnya atau meningkatkan indek prestasi sumberdaya manusia (santri) di ranah pemahaman dan praksis keagamaan, harus terpanggil untuk memproduk regulasi yang lebih khusus atau bermuatan kearifan lokal (local wisdom)  guna memberikan dukungan secara empiric terhadap penyelenggaraan Pendidikan pesantren.

*)Penulis: Abdul Wahid, Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang (UNISMA).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES