Kopi TIMES

Banjir Lagi.. Banjir Lagi..

Rabu, 26 Februari 2020 - 15:02 | 64.38k
Eriga Agustiningsasi,S.KM
Eriga Agustiningsasi,S.KM

TIMESINDONESIA, PASURUAN – Banjir. Topik pembahasan yang tiada habisnya. Tiap tahun, fenomena banjir ini selalui menghiasi berita berita di televisi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi fenomena ini. Namun nyatanya masih belum berhasil teratasi. Lalu, harus bagaimana lagi?

Masih hangat diingatan kita semua, banjir menjadi berita yang tidak menyenangkan di saat gemerlapmya perayaan tahun baru beberapa waktu yang lalu. Kemudian berita itu tiba-tiba menghilang seiring dengan surutnya air yang telah beberapa hari menggenang kota-kota di Indonesia, terutama sekitaran ibu kota Jakarta hingga Kota Bogor yang lumayan mengejutkan media. Namun kini, banjir kembali terjadi menggenang ibu kota. Ada apa gerangan? Mengapa permasalahan banjir ini tak kunjung selesai? Seolah-olah telah menjadi suatu hal yang biasa ketika banjir dating.

Banjir bukanlah hal yang kebetulan. Segala yang terjadi di dunia ini pasti ada sebabnya, disamping kita menyadari bahwa segala apa yang terjadi Allah telah mengetahui dan berkehendak atasnya. Namun fokus pembahasannya bukan kepada wilayah Allah yang tidak bisa kita jangkau, melainkan pembahasan tentang sebeb asal banjir yang berdampak sangat signifikan bagi kehidupan masyarakat. 

Sudah menjadi rahasia umum, banjir disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggunjawab. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, sedikitnya area resapan air. Hal ini disebabkan adanya penebangan pohon liar, pembukaan lahan serta pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan membuat daerah resapan berkurang. Tiada lagi akar-akar pohon yang mampu menyerap air hujan yang turun, sehingga air dapat meresap dan tertahan di dalam tanah. Sayangnya kini, air hanya melewati permukaan tanah beserta membawa lumpur yang tak jarang akan menimbulkan longsor. Bahkan di beberapa kasus, terjadi banjir kiriman dari daerah lain.

Kedua, tata kelola kota yang mendukung bisnis namun kurang maksimal dalam memperhatikan aspek lingkungan, Semua didasarkan pada untung atau rugi dilihat dari sisi materi. Pembangunan kota yang semakin maju dengan gedung-gedung yang sangat tinggi belum diimbangi dengan saluran air dan daerah resapan yang memenuhi. Akibatnya air mudah meluap dan akhirnya banjir terjadi. Siapa yang menjadi korban? Apakah orang yang berkantong tebal pemilik usaha usaha di kota yang serba modern? Tentu bukan. Semua masyarakat akan menjadi korban atas keuntungan yang dinikmati hanya segelintir orang.

Ketiga, kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan dengan tidak merusak alam dengan sampah-sampahnya. Mengapa terjadi demikian? Perasaan peduli dan merasa memilki belum tertancap benar di benak masyarakat. Perasaan, “yang penting aku begini, yang penting aku begitu” membuat masyarakat hidup dengan dunianya masing-masing. Kehilangan aspek kpedulian yang di zaman dahulu masih terlihat erat.

Selain beberapa sebab itu, perlu dikatahui bahwa setiap musibah yang terjadi adalah bentuk peringatan dari Sang Pemilik hidup. Dialah Allah SWT. Oleh karenanya sudah saatnya negeri ini bangkit, melawan banjir. Bukan hanya dengan doa, melainkan dengan aksi nyata. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Ar Ra’du ayat 11, “..Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri..”

Maka aksi nyata yang harus dilakukan ialah, Pertama, satukan persepsi antara pemerintah hingga masyarakat untuk bersatu, berkomitmen menanggulangi serta mencegah terjadinya banjir. Jika komitmen itu benar benar teralisir dan pemerintah beserta masyarakat sejalan, maka banjir dapat teratasi.

Kedua, setalah berkomitmen, barulah melakukan aksi sesuai dengan kapasitasnya masing masing. Misalnya pemerintah menetapkan kebijakan tegas bagi para pengusaha nakal yang hanya mengejar untung dengan mengorbankan rakyat banyak dengan merusak lingkungan. Karena sejatinya kekayaan alam termasuk hak masyarakat secara umum, kepemilikan umum, tidak boleh dimiliki pribadi. Bisa dengan mengawasi pembangunan kota yang tidak memenuhi syarat lingkungan. Di level masyarakat, mereka peduli antar satu sama lain, menegur jika ada yang berbuat menyimpang yang merusak alam. 

Terakhir dan yang paling penting adalah bertaubat dari segala dosa yang pernah dilakukan. Dosa dosa akibat tak terlaksanya syariat di bumi Allah ini, menjadi kesalahan yang sangat besar yang harus segera disadari dan ditaubati. Dengan apa taubatnya? Menerapkan syariah secara kaffah. Hidup menjadi penuh rahmat. Karena Islam rahmatan lil Alamin. (*)

***

*) Penulis: Oleh: Eriga Agustiningsasi,S.KM

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES