Kopi TIMES

Dilema Pemulangan WNI Eks ISIS

Sabtu, 22 Februari 2020 - 07:47 | 97.11k
Ahmad Siboy (Grafis: TIMES Indonesia)
Ahmad Siboy (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Indonesia merupakan salah satu dari 13 di Negara di dunia yang memutuskan untuk tidak memulangkan warga negaranya yang pernah menjadi “member” ISIS. Keputusan untuk memulangkan atau tidak memulangkan WNI eks atau alumni ISIS bukanlah keputusan yang mudah.

Satu sisi, pemulangan WNI eks ISIS memang dapat menjadi ancaman bagi bangsa dan negara. Sebab, pertama, tidak ada jaminan bahwa WNI alumDr. H. Ahmad Siboy., S.H., M.Hni ISIS tersebut sudah benar-benar bertaubat atau kembali ke jalan yang benar. Artinya, mereka mau kembali atau mau diajak kembali ke Indonesia bukan karena menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dengan menjadi member ISIS merupakan sebuah kesalahan. Bisa saja, mereka mau ke Indonesia karena paksaan kondisi dimana kondisi ISIS sudah mulai terdesak diberbagai negara terutama di Syria.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Apabila kembalinya mereka tidak disertai oleh kesadaran dari hati dan pikiran tentang kesalahan mereka yang membenarkan gerakan ISIS maka secara otomatis mereka hanya jasadnya saja yang mau kembali ke Indonesia namun pola pikir dan pola dakwah mereka tetap ala ISIS yakni menyebar teror dengan cara-cara yang sangat kejam dan akan melampiaskannya di bumi Indonesia.

Kedua, kembalinya WNI alumni ISIS juga kesulitan untuk menentukan dimana mereka akan ditempatkan/ditampung. Pemulangan mereka ke Indonesia tidak boleh diperlakukan sama dengan pemulangan WNI yang baru menjadi tenaga kerja asing atau bahkan korban deportasi.  Pemulangan WNI alumni ISIS harus mendapatkan perlakuan “khusus” demi menjamin pembatasan interaksi mereka dengan masyarakat secara umum.  Perlakuan khusus ini penting karena WNI alumni ISIS masih membawa misi menyebarkan faham radikal atau dukungan terhadap aksi terorisme kepada orang lain. Proses penyebaran oleh mereka tentu merupakan proses penyebaran faham yang tidak bisa dideteksi oleh alat teknologi seperti mendeteksi penyakit corona bagi WNI yang baru dipulangkan dari Wuhan China.

Setelah proses pemulangan tersebut, selanjutnya adalah kemana mereka akan dibawa atau ditempatkan baik untuk sementara waktu atau selamanya. WNI alumni ISIS harus “di observasi” terlebih dahulu sebelum di lepas untuk bergaul dengan masyarakat umum. Proses observasi tersebut mutlak dilakukan untuk  memastikan mereka telah benar-benar menyesali perbuatannya atau tidak.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Memilih tempat sebagai tempat observasi terhadap mereka tentu bukanlah hal yang mudah. Ini tidak semudah memilih tempat bagi WNI yang baru pulang dari China yang kemudian ditempatkan di Natuna untuk sementara waktu. Memilih tempat bagi WNI alumni ISIS harus benar-benar tepat karena berkaitan dengan “keyakinan sesat” yang telah mendarah daging dalam diri mereka. Keyakinan sesat tersebut sulit dipulihkan apabila tempatnya tidak mendukung. Yang menjadi persoalan adalah apa standart tempat dan dimana mereka dapat ditampung atau diasingkan sementara mengingat hampir tidak ada tempat yang refresentatif untuk memulihkan alumni ISIS untuk bertaubat. Jangankan tempat seperti rumah, bagi seorang teroris, penjara sekalipun tidak dapat meluluhkan keyakinan dan faham mereka bahwa aksi teror yang mereka yakini adalah bentuk kongkrit dari jihad. Buktinya, Mako Brimob di Jakarta berhasil di sabotase bahkan diambil alih oleh tahanan teroris.

Bersamaan dengan itu, berbagai daerah di Indonesia masih sangat steril bagi penyebaran dan perkembangbiakaan kelompok teroris atau untuk memupuk bibit terorisme. Baru-baru ini, BNPT menempatkan Desa Ngijo Karangploso Malang sebagai tempat yang sangat potensial bagi faham radikal dan munculnya gerakan teroris.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketiga, diakui atau tidak, kembalinya WNI alumni ISIS tersebut akan membuat jejaring gerakan teorisme di Inodnesia akan semakin luas dan kuat lagi. Pasalnya, diantara WNI alumni ISIS tersebut  tentu masih mengetahui dan dekat dengan simpul-simpul teroris yang masih hidup di Indonesia sehingga kalau mereka diberi kesempatan “mudik” ke Indonesia maka mereka dapat melakukan konsolidasi barisan di Indonesia. Patut difahami bahwa ikatan antar kelompok teroris yang masih tinggal di Indonesia dan sudah berada di luar negeri masih terlibat komunikasi yang intens.

Keempat, apabila pemerintah mengambil keputusan sebaliknya daripada keputusan yang sudah diambil (tidak memulangkan WNI alumni ISIS) maka pemerintah akan dinilai tidak tegas atau sungguh-sungguh memberantas teroris di Indonesia. Sebab, dengan memilih untuk memulangkan alumni ISIS ke Indonesia maka pemerintah dapat diterjemahkan telah mengambil keputusan untuk “memaafkan” WNI yang jelas-jelas terlibat dalam organisasi teororis dunia. Sikap demikian tentu merupakan langkah mundur pemerintah terhadap penumpasan gerakan terorisme di Indonesia padahal Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat tegas terhadap upaya pelumpuhan aksi terorisme. Bahkan atas nama penegakan hukum dalam penghancuran geraka terorisme di Indonesia maka seorang ulama seperti Abu Bakar Basyir pun harus “mendekam” di penjara. Sikap mundur pemerintah juga akan dimaknai oleh para teroris bahwa pemerintah Indonesia sudah mulai lunak atau bahkan takut terhadap terorisme.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pada sisi yang berbeda, WNI alumni ISIS tersebut masih “berstatus” warga negara sah Indonesia. Status kewarganegaraan tersebut tidak bisa dilepaskan karena mereka belum menjadi warga negara lain atau memiliki status kewarganegaraan ganda. Tatkala status kewarganegaraan mereka masih WNI maka hak-hak mereka sebagai warga Negara Inodnesia juga wajib untuk diperhatikan termasuk hak untuk kembali ke Indonesia. Melarang mereka kembali ke negara asalnya tentu juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. WNI alumni ISIS juga manusia yang masih punya hak untuk diperlakukan secara manusiawi termasuk menempati atau memiliki tempat yang layak untuk hidup.

Penolakan terhadap WNI alumni ISIS kembali ke Indonesia justru akan menimbulkan “rasa” benci mereka dan kawan-kawan mereka yang masih di Indonesia. Artinya, kawan-kawan mereka yang ada di Indonesia akan melakukan konsolidasi gerakan untuk meningkatkan aksi teror di Indonesia sebagai bentuk “protes” keras atas sikap pemerintah yang menolak memulangkan WNI alumni ISIS. (*)

***

*)Penulis Adalah Dr. H. Ahmad Siboy, Wakil Dekan III FH Unisma, Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES