Kopi TIMES

Sanusi Refleksi Perilaku Politik kekinian

Jumat, 21 Februari 2020 - 09:35 | 66.46k
Drs Bambang GW, Presidium Dewan Kampung Nuswantara.
Drs Bambang GW, Presidium Dewan Kampung Nuswantara.

TIMESINDONESIA, MALANG – Perhelatan menjelang pilkada kabupaten Malang semakin menapaki kejelasan warna perpolitikan yang akan meramaikan kandidat bursa kepala daerah pasca dua calon kandidat memastikan langkah menjelang masa pendaftaran ke KPUD. Setelah satu pasangan non partai memastikan maju yaitu Hery Cahyono-Gunadi Handoko disusul berikutnya satu pasangan yang telah mendapatkan rekomendasi PDI Perjuangan yaitu Sanusi-Didik dan kita tahu kalau PDI Perjuangan yang memperoleh 12 kursi hasil Pemilu 2019 bisa mencalonkan sendiri.

Kali ini pun partai besutan Megawati ini dengan percaya dirinya tidak membutuhkan koalisi dengan partai lain. Sementara publik masih menunggu kepastian bakal calon berikutnya baik dari PKB yang juga bisa mencalonkan sendiri maupun partai hasil koalisi yang tak lama akan terbentuk.

Dengan demikian maka perhelatan pilkada kabupaten Malang akan bisa diramaikan oleh empat pasangan kandidat. Ini yang akan menarik untuk membuka ruang analisa pasangan mana yang akan leading memenangkan pilkada nanti.

Terlepas dari peta kandidat secara politis maka tak kalah menariknya langkah politik Sanusi sang incumbent dalam pilkada nanti. Kita semua tahu bahwa Sanusi adalah sosok politik yang dibesarkan dari PKB bahkan dia selain sebagai bupati juga salah satu pengurus DPC PKB Kabupaten Malang, dengan posisi tersebut maka secara organisatoris dan emosional sosok Sanusi sudah sangat lekat di hati basis massa PKB kabupaten Malang.

Apalagi Sanusi bisa menjadi Bupati kabupaten Malang pasti memunculkan rasa bangga bagi basis masa militan pendukung PKB. Tetapi sebuah kenyataan tiba-tiba tersaji begitu mendadak tersiar warta kalau Sanusi telah mendapatkan rekomendasi dari PDI Perjuangan inilah yang tak kalah menarik untuk secara seksama kita perbincangkan sebagai sebuah kajian perilaku politik kekinian.

Dalam ruang politik kepartaian lazimnya selalu berporos pada kesejarahan, ideologi dan etika politik yang terbangun dalam proses peneguhan kiprahnya pada agenda-agendanya di meja saji rakyat, sehingga bagi kader yang militan tak akan mudah berpaling muka dari partai yang sejak awal menjadi pilihan politiknya.

Proses kesejarahan partai bisa dibaca dari rekam kejuangannya sejak awal berdiri, demikian juga tentang pijakan ideologisnya selain beriring jalan dengan kesejarahan partai tersebut juga termanifestasi dari program dan agenda politik partai tersebut. Selain dua faktor tersebut yang bisa kita bedah secara tekstual maka ada satu faktor lagi yang menjadi panduan tak tertulis yaitu etika politik.

Salah satunya yang akan menjadi norma khususnya bagi mereka yang telah mendapatkan kemuliaan hasil dari kesetiaannya berjuang bersama panji-panji kepartaian yang telah dipilihnya.

Dalam konteks etika politik inilah menjadi menarik mencermati perilaku politik sang incumben yang saat ini telah memastikan dirinya maju kembali bersama PDI Perjuangan. Meski kita sama-sama paham bahwa areal pilihan politik merupakan hak personal tetapi terlepas dari hal tersebut kita tak bisa begitu saja abai terhadap bagaimana membangun budaya politik yang memperhatikan nilai-nilai kelaziman berpolitik di negeri ini.

Apalagi dalam ruang publik pilihan politik Sanusi tak tercium aroma konflik apapun di intern PKB yang telah membesarkannya hingga bisa menduduki kursi jabatan bupati.

Sikap politik Sanusi yang telah berlabuh di kandang banteng dan telah menyatakan mundur baik sebagai anggota maupun pengurus DPC PKB Kabupaten Malang mendadak sontak pasti menciderai partai yang ditinggalkan begitu saja. Begitu mudahnya meniadakan partai yang telah membuatnya berada di tahta kekuasan kabupaten Malang di saat PKB juga butuh memilih figur yang tepat untuk dimajukan dalam kontestasi pilkada kabupaten Malang.

Pengabaian terhadap suport panji kebesaran PKB inilah yang menunjukkan perilaku jauh dari nilai-nilai etika berpolitik telah dilangkahi oleh tokoh besar sekelas Sanusi yang telah lama malang melintang di dunia kepartaian. Fakta perilaku politik sanusi semakin menegaskan pada publik bahwa pragmatisme telah menjadi pijakan kokoh dalam berpolitik di negeri ini.

Lalu tak salah bila publik akan terus mengalami erosi ketidakpercayaan pada siapa pun yang telah melabeli dirinya politisi dari partai apapun.

Lalu kalau faktanya sudah begini apa yang diharapkan dari slogan slogan politik dari partai selama ini? Dan sampai kapan kesadaran berpolitik yang lebih bertata nilai itu bisa terwujudkan di negeri ini? Jawabnya semua berpulang kembali pada kesadaran rakyat masihkah mereka teguh memegang kokoh kedaulatannya.

*) Penulis, Drs Bambang GW, Presidium Dewan Kampung Nuswantara

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES