Kopi TIMES

Mengenal Sentra Gakkumdu, Bersama Mengawal Tindak Pidana Pemilu

Kamis, 20 Februari 2020 - 22:22 | 501.68k
Handoko Alfiantoro, S.H., M.Hum adalah Tenaga Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh (Unars) Situbondo
Handoko Alfiantoro, S.H., M.Hum adalah Tenaga Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh (Unars) Situbondo

TIMESINDONESIA, SITUBONDOPEMILIHAN Umum (pemilu) di Indonesia telah dilaksanakan secara demokratis dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat terhadap wakil-wakilnya baik dalam lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif.

Hal ini merupakan aktualisasi dari bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.

Dalam rangka pelaksanaan Pemilu perlu diawasi, diantisipasi, dan diatur sedemikian rupa tentang jalan keluar terhadap adanya potensi-potensi permasalahan hukum Pemilu yang relatif beragam.

Berdasarkan varian jenis pemilu yang diselenggarakan, telah ada masing-masing ketentuan yang mengaturnya, yang selanjutnya kami sebut dengan undang-undang pemilu, yaitu:

  • UU RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UU RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang;
     
  • UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemlihan Umum, yang merupakan refleksi dari UU RI Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPRD, DPD, dan DPRD, serta UU RI Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum.

Hukum acara pidana pemilu yang digunakan dalam undang-undang pemilu mempunyai beberapa bagian norma yang berbeda dengan hukum acara pidana induk yang ada dalam UU RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Perbedaan tersebut antara lain terletak pada komponen pelaksana, alur penanganan, dan batas waktunya.

Namun demikian di sisi lain, hukum pidana formil yang digunakan dalam 2 (dua) undang-undang pemilu tersebut secara umum mempunyai materi muatan pengaturan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga keadaan inilah kemudian menimbulkan permasalahan tentang potensi duplikasi dan tingkat efektivitasnya.

Sentra Gakkumdu

Selanjutnya guna memperlancar interkoneksi antar personal dan lembaga yang menangani tindak pidana pemiliu dalam ranah eksekutif, maka dibentuklah Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang familiar disebut dengan Sentra Gakkumdu, yang terdiri dari Unsur Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian, dan Kejaksaan.

Sentra Gakkumdu merupakan wujud konkrit pengawalan dan pengawasan terhadap tindak pidana pemilu dalam tahap awal.

Secara sepintas unsur pelaksana Sentra Gakkmudu ini mirip dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didalamnya terdapat unsur Penyidik dan Jaksa Penuntut Umum dalam satu atap, hanya perbedaannya dalam Sentra Gakkumdu ditambah lagi dengan unsur penyelenggara pemilu di dalamnya.

Edisi-Kamis-20-Februari-2020-opini-uday.jpg

Pembentukan Sentra Gakkumdu ini tidak bisa lepas dari tujuan utamanya yaitu efektivitas kerja untuk menyamakan persepsi dan pemahaman dalam pola penanganan tindak pidana pemilu.

Konsekuensi pembentukan Sentra Gakkumdu dalam penyelesaian tindak pidana pemilu tersebut pada hakikatnya telah memperluas komponen Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System) yang telah ada sebelumnya.

Secara lengkap komponen pelaksana dalam hukum acara pidana pemilu terdiri atas Badan Pengawas Pemiliu (Bawaslu), Kepolisian, dan Kejaksaan, yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan, serta Advokat / pengacara sebagai penyeimbang dan faktor pendorong (impetus majority), sehingga pada dasarnya anggota Sentra Gakkumdu ditambah dengan anggota sistem peradilan pidana yang lain telah membentuk konsep sistem peradilan pidana baru yakni Sistem Peradilan Pidana Pemilu.

Sentra Gakkumdu memiliki posisi yang sangat penting dalam penegakan hukum tindak pidana pemilu. Kegiatan Sentra Gakkumdu hampir mendominasi seluruh bagian dari alur sistem peradilan pidana pada tindak pidana pemilu.

Sejak dari tahap laporan/temuan, Sentra Gakkumdu telah bekerja dengan pimpinan awal adalah Bawaslu dengan dibantu dan didampingi Penyidik Kepolisian dan Jaksa. Kemudian dalam tahap penyelidikan/penyidikan Sentra Gakkumdu juga terikat satu sama lain dengan penggerak utama adalah Kepolisian dengan dimonitor oleh Jaksa dan Bawaslu.

Selanjutnya pada tahap Penuntutan serta eksekusi, komando utama Sentra Gakkumdu beralih pada Kejaksaan dengan tembusan kepada penyidik Kepolisian dan Bawaslu. Sehingga dari awal sampai akhir alur penegakan hukum tindak pidana pemilu, Sentra Gakkumdu selalu berperan saling berkaitan satu sama lain dengan leading sector yang saling bergantian.

Sentra Gakkumdu merupakan integrasi dari lembaga penyelenggara pemilu, lembaga penyidikan, dan lembaga penuntutan yang bekerja dalam satu pola pikir dan satu kesamaan sikap.

Hal tersebut tentunya memberikan peluang pola kerja yang lebih efektif dan efisien, meskipun nantinya memungkinkan monitoring antar lembaga dalam rangka checks and balances secara resmi menjadi sedikit berkurang.

Hanya saja hukum pidana formil atau hukum acara yang ada dalam 2 (dua) undang-undang pemilu, seperti tidak begitu menampakkan peran penting Sentra Gakkumdu.

Undang-undang pemilu tersebut seolah-olah hanya mengatur hukum acara pidana terkait dengan percepatan batas waktu, dan perubahan tentang batas akhir kapan perkara pidana pemilu menjadi inkracht van gewijsde.

Pun terkait dengan kewenangan masing-masing unsur pelaksananya juga terkesan hanya mengaturnya secara parsial. Bahkan pengaturan tentang Sentra Gakkumdu dalam undang-undang pemilu hanya ada dalam satu pasal saja yaitu Pasal 152 dalam UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan hanya dua pasal dalam Pasal 486-487 UU tentang Pemilihan Umum (presiden/DPR/DPRD/DPD).

Padahal apabila dilihat sebenarnya pengaturan tersebut tidak sekedar tentang pola hubungan dan tata kerja Sentra Gakkumdu saja, tetapi juga telah menyentuh pada tataran hukum pidana formilnya, karena dalam klausul-klausul tersebut telah diatur secara tegas mekanisme penanganan tindak pidana pemilu yang menggeser beberapa ketentuan hukum acara pidana secara umum, selain itu kegiatan Sentra Gakkumdu juga telah membuka sekat batas resmi antara Penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum.

Adapun beberapa karakter khusus dalam hukum pidana formil penanganan perkara tindak pidana pemilu antara lain:

Batas waktu yang relatif singkat yaitu: Penyelidikan maksimal 5 (lima) hari, Penyidikan maksimal 14 (empat belas) hari, penelitian berkas oleh Jaksa Penuntut Umum maksimal 3 (tiga) hari, pengembalian berkas kembali dari penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum maksimal 3 (tiga) hari, pelimpahan perkara kepada Pengadilan Negeri maksimal 5 (lima) hari, waktu sidang maksimal 7 (tujuh) hari, waktu banding dan memori banding maksimal 3 (tiga) hari, dan eksekusi maksimal 3 (tiga) hari;

Secara tersirat tidak ada penghentian penyidikan, karena peluang penghentian terhadap laporan / temuan hanya ada saat tahap penyelidikan;

Tidak ada bolak-balik perkara antara Penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum, karena pengembalian berkas perkara hanya dibatasi 1 (satu) kali saja.

Pengembalian berkas perkara ini pun bisa jadi sangat akan jarang dilakukan karena dalam Sentra Gakkumdu sebelumnya sudah harus dibahas dan dipaparkan terlebih dahulu antara penyidik dan Jaksa Penuntut Umum; Tidak ada upaya hukum lagi setelah upaya hukum Banding;

Sentra Gakkumdu telah berperan penting dalam penyelesaian tindak pidana pemilu, sebagai mini sistem dalam sebuah sistem yang lebih besar berupa sistem peradilan pidana pada tindak pidana pemilu.

Menuju Pilkada serentak 2020 kita mengharap Sentra Gakkumdu mampu menjalankan tugasnya dengan baik, tentunya dibutuhkan juga partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama mengawal pesta demokrasi ini dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana pemilu. (*)

***

* Penulis Handoko Alfiantoro, S.H., M.Hum adalah Tenaga Pengajar Pada Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh (Unars) Situbondo, dan Mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Hukum FH Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES