Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pikiran Itu Ilusi

Rabu, 19 Februari 2020 - 13:51 | 282.29k
Ach. Radzirun Ilham, Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma).
Ach. Radzirun Ilham, Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Setiap manusia yang hidup dibekali akal oleh tuhan untuk berfikir,dengan fikirannya manusia mampu menciptakan dirinya sendiri, dengan pikirannya pula manusia juga bisa menciptakan siklus peradaban yang lebih maju dan dengan pikirannya pula manusia mampu mengendalikan dunia atau menciptakan dunia menurut versinya sendiri.

Itulah hebatnya pikiran yang mampu melampaui batas fisik dari manusia. Karena pikirannya manusia mampu menjalin hubungan antar sesama demi untuk terjalinnya kerja sama dalam menjalankan hidup agar terwujudnya hubungan simbiosis yang saling menguntungkan untuk tercapainya kebutuhan hidup serta harapan-harapan hidup yang aman, terlindungi itu menjadi sebuah kenyataan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI unisma.ac.id

Jika dengan pikirannya sebenarnya manusia bisa menjalankan hidup yang lebih baik, aman, terlindungi lantas kenapa permasalahan yang rumit sering kali terjadi, kenapa harus ada perang antar negara, konflik sosial di masyarakat,  pembunuhan, pemerkosaan serta komplektisitas permasalahan yang lain baik itu persoalan politik, agama, ras dan lain-lain. 

Jika pada dasarnya manusia adalah mahluk yang berpikir tentu secara mendasar akan melahirkan tindakan-tindakan yang baik pula. Persoalannya yang akan diulas disini adalah apakah karena pola fikir yang salah atau pengaplikasiaannya justru yang salah atau karena manusia terbagi dari individu sehingga cenderung setiap induvidu memiliki pola pikir yang lahir dan berkembang bagi pribadinya sehingga ada ketidak selarasan  ketika sudah masuk dunia masyarakat, maka dia harus menyesuaikan dengan cara pikir yang telah disepakati oleh masyarakat.

Manusia kini hidup secara kolektif dia bertindak bukan atas pribadinya tapi berdasarkan  kelompoknya. Jadi nilai dan makna sudah ditentukan oleh kelompoknya manusia pribadi sudah tidak memiliki otoritas dalam menentukan nilai dan maknanya.

Akan selalu ada yang dikenal sebagai pembangkang jika tidak sesuai dengan tatanan nilai dan makna yang sudah ditentukan.oleh sebab itu seharusnya nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat atas dasar konsensus non-hierarkis yang bisa melahirkan keharmonisan, kesetaraan, keadilan bukan disharmonisasi.

Kenapa pula selalu ada yang menentang, karena ada ketidakpuasan jadi segala aspek penilaian bukan hanya selesai ditataran ide dan konsep tetapi harus melalui kacamata hal-hal yang nyata yang bisa langsung dirasakan dampaknya. Ambiguitas yang selama ini dipertahankan kebenarannya justru banyak kerancuan, pikiran manusia tidak mencerminkan kebenaran, melainkan hanya aktivitas mental subyektifnya saja. Ia datang dan pergi tidak perlu mempertahankannya.

Orang-orang sibuk dengan pikirannya. Mereka mengira, bahwa pikirannya nyata. Mereka mengira, bahwa pikirannya adalah kebenaran. Inilah sumber dari segala penderitaan batin dan konflik antar manusia,yakni dari pikiran kacau yang dianggap kebenaran, pikiran tidak mengantarkan kita pada kebenaran, melainkan justru penghalang terbesar kita untuk mencapai kebenaran.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI unisma.ac.id

Sebab itu pikiran melahirkan kecemasan dan ketakutan bangsa ini menolak bahkan mengutuk komunis hanya karena traumatik oleh masa lalu,rasa takut akan bangkitnya komunis dan akan mengakibatkan peristiwa yang sama seperti halnya peristiwa G-30S PKI, menjadikan bangsa ini mengutuk atau membenci PKI hanya karena rasa takut dan cemas yang muncul didalam pikiran kita.

Semisal lagi orang yang belajar tentang hukum mereka memperdebatkan hukum hanya ditataran ide dan konsep sehingga doktrin-doktrin yang diterima selalu berbeda-beda dalam mendeskripsikan hukum itus sendiri. Ada aliran positivisme, aliran etis, aliran utilitarianisme, bagaimana juga keadilan yang didiskripsikan oleh aristetoles tentang keadilan distributif dan komulatif, demokrasi, pancasila, UU, dan lain-lain.

Bukankah itu semua lahir dari pikiran ya kendati itu adalah hasil dari empiris, hasil dari observasi, kajian ilmiah, survei. Bukankah itu semua hanya bentuk abstraksi yang dihasilkan oleh pikiran manusia. Karena ketika peristiwa nyata dibungkus di dalam konsep, ketika itu pula ia bukan lagi kenyataan melainkan tidak lebih hanyalah kesadaran palsu. Kita bukanlah pikiran kita, akan selalu ada pikiran yang berbeda dalam melihat peristiwa.

Apalagi kita bertindak hanya atas dasar menurut aristetoles, Hans Kelsen, Jeremmy Bentham kita terpenjarah oleh pikiran mereka tidak esensial, tidak  bertindak dan menyelesaikannya melalui dirinya sendiri dengan peristiwa yang kongkrit yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri. Jadi kita terbelenggu oleh pikiran. Orang hukum selalu menyelesaikan persoalan dengan kacamata hukum, ahli agama selalu menyelesaikan persoalan melalui kaca mata agama, orang ahli ekonomi selalu menyelesaikan persoalannya melalui kacamata ekonomi tidak mampu melihat segala peristiwa lebih jauh.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI unisma.ac.id

Marilah kita hidup di dalam dunia tanpa pikiran. Kini kita sudah hidup didunia yang cepat perubahannya. Di sisi lain, berbagai masalah sosial, kemiskinan, kesenjangan, peperangan, pembunuhan, konflik antar agama, perusakan lingkungan hidup yang memicu bencana alam semua membutuhkan penyelesaian yang konkrit.

Segala ilmu pengetahuan mencoba melakukan berbagai penelitian untuk memahami akar permasalahan, menawarkan jalan keluar dengan segala rekayasa-rekayasa yang dibuat, beragam teori dirumuskan tetapi kenapa justru tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ada. Karena doktrin dibuat demi doktrin, teori dibangun diatas teori, kajian demi kajian diperdebatkan di level teoris semua begitu absurd. Semua kini kian dipersempit oleh rangkaian kata maupun simbol untuk menjelaskan suatu keadaan atau fenomena sosial. Kita sudah dipulaskan oleh semua itu sehingga lupa dengan keadaan yang sebenarnya.

Dunia akademik menciptakan semacam dunia baru, yakni dunia imajinasi yang berisi kata-kata, simbol dan teori yang melahirkan harapan dan ketakutan, kita melihat segala sesuatu dengan pikiran yang konseptual sehingga kita mamahami realitas yang ada tidak dengan apa adanya. Kita tidak lagi bisa membedakan antara kenyataan dan ilusi yang muncul dikepala kita.

Dalam arti kita tidak lagi memahami kenyataan, melainkan mengalami kenyataan karena pikiran kita dipenuhi oleh konsep dan teori. Sebaliknya ada irrelevansi antara pikiran yang kita maksud dan realitas yang kita lihat. Ambiguitas yang capkali muncul dalam pikiran yang selalu ingin menciptakan keadilan,kesejahteraan,perdamaian menuruit versi kita yang kita anggap benar, distitulah ambiguitas pikiran dan kenyataan.

Semua orang sibuk memperdebatkan segala sesuatu menurut rasionalitas masing-masing dengan takaran segala bentuk teori dan dogma maupun doktrin. Menyelesaikan segala bentuk permasalahan tidak melulu dengan pertimbangan yang rasional dan logis, melainkan yang lebih penting  melalui ”instuisi” yakni pengalaman langsung dengan kenyataan.

Tidak memandang segala sesuatu secara dualistis antara benar dan salah,baik dan buruk melalui pikiran yang konseptual, sepereti edmund husserl dan martin heidegger menyebutnya sebagai dunia kehidupan (lebenswelt) yakni dunia prakonseptual karena hati nurani adalah tempat pijakan yang paling tepat dalam menyelesaikan segala bentuk persoalan yang ada jadi yang lebih penting dari “pikiran” adalah ”hati nurani”.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI unisma.ac.id

***

*)Penulis: Ach. Radzirun Ilham, Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES