Kopi TIMES

Menggugat Kemapanan Valentine

Sabtu, 15 Februari 2020 - 20:04 | 84.39k
Dr. Ahmad Siboy, SH.,MH, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma)
Dr. Ahmad Siboy, SH.,MH, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma)

TIMESINDONESIA, MALANG – Tanggal 14 Februari seakan menjadi hari raya kebahagiaan bagi makhluk bernama manusia terutama bagi manusia yang sedang dimabuk asmara. Perayaan atas hari yang disebut dengan Valentine Day ini diritualkan hampir diseluruh permukaan bumi.

 Hari Valentine dinilai sebagai momentum yang sangat tepat untuk menumpahkan seluruh kasih sayang terhadap orang yang sangat dicintai. Berbagai bentuk ungkapan disajikan pada hari valentine, mulai dari memberikan bunga sampai pada tinggal berdua dalam kamar hotel.

Para pemuja valentine merasa bahwa tidak ada hari lagi yang paling tepat selain pada tanggal 14 Februari. Apabila melewati hari valentine tanpa sesuatu yang “spesial” maka sama persis dengan orang yang “mati” dan tidak punya rasa kasih sayang. Rasa cinta yang tidak diekpresikan secara spesial pada hari valentine maka cintanya terhadap orang yang dicintai masih setengah hati.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Konon, Valentine day sendiri bermula dari Raja Romawi yang kehilangan cintanya dan kemudian “mengintruksikan” kepada seluruh rakyatnya untuk bersenang-senang atas nama cinta. Entahlah, benar atau tidaknya tentang sejarah valentine tersebut karena apabila kita terjebak pada pembahasan sejarah maka debatnya akan panjang mengingat sejarah acapkali adalah monopoli penguasa.

Perdebatan hari ini harus lebih ditekankan kepada implikasi kepada perayaan hari valentine. Dari implikasi hari valentine inilah kemudian akan diketahui mengapa valentin day terus dipuja sampai hari ini.

Setidaknya ada beberapa implikasi dari “pengkultusan” terhadap hari valentine. Pertama; dengan dilegitimasinya hari valentine sebagai hari kasih sayang maka akan menjadikan hari-hari selain hari valentine sebagai hari yang tidak mengandung  kasih sayang padahal bila kita hanya mengakui satu hari saja (hanya valentine day) sebagai hari yang memiliki kasih sayang maka hal tersebut akan menampakkan bahwa kasih sayangnya terhadap seseorang adalah rasa kasih sayang “karbitan” atau tidak seutuhnya.

Logikanya, jika hanya pada tanggal 14 Febuari ini saja kita menunjukkan rasa kasih sayang atau cinta maka hal itu sama persis dengan menunjukan bahwa rasa cinta yang dimiliki terikat dan terbatas oleh waktu padahal hakikat cinta dan kasih sayang tidak boleh dibatasi oleh ruang dan waktu. Cinta dan sayang melampaui segala pembatasan. Sebaliknya, cinta dapat mengubah segalanya.

Cinta dan kasih sayang dapat melipat jarak, merangkum atau memperluas waktu. Kasih sayang dan cintalah yang menjadikan “hari” menjadi indah dan spesial bukan hari yang melahirkan cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang adalah tentang “rasa” bukan tentang “hari”.

Kedua, perayaan hari valentine yang diwujudkan dalam berbagai hal seperti dilakukan orang-orang muda seperti berduan dengan orang yang dicintai bahkan terkadang “melepas keperawanan” atas nama cinta di hari valentine maka hal tersebut sesungguhnya merupakan bentuk perayaan yang mencoba menghapus sekat antara yang halal dan haram.

Hari valentine dijadikan sebagai tameng untuk melampaui pembatasan pergaulan manusia oleh moral. Hari valentine dianggap sebagai hari dimana semua manusia dapat mengekpresikan segala bentuk rasa cintanya kepada orang yang dicintai tanpa mengenal sekat-sekat moral.

Kalau mau diakui secara jujur, ekpresi cinta yang ditampilkan pada saat hari valentine merupakan perwujudan perilaku yang bertentangan dengan hakikat kasih sayang dan cinta itu sendiri. Bayangkan saja, apabila seseorang benar-benar mencintai pasangannya maka ia tidak akan berduan apalagi melakukan perbuatan yang boleh sebelum perkawinan.

Melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan sebelum perkawinan di hari valentine merupakan bentuk pengkhianatan pada hakikat cinta itu sendiri. Hakikat cinta adalah menjaga dan melindungi orang yang kita cintai dari segala bentuk yang dapat merugikannya.

Melakukan hubungan suami istri di luar perkawinan demi menghormati hari valentine sama dengan menodai kesucian orang yang dicintai bukan menjaga kesuciannya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketiga; dengan adanya hari valentine maka sesungguhnya manusia diajak pada hal-hal yang tidak memiliki makna dan tujuan yang jelas dan bermamfaat. Sebab, sampai saat ini belum ditemukan sejarah yang jelas dan makna yang tersirat dari perayaan pada hari valentine.

Alhasil, pemujaan pada hari valentine merupakan kebiasaan yang salah namun dibenarkan. Merayakan hari valentine sama persis sedang mengikuti cahaya kesesatan.

Dirayakan dan dipuja karena banyak orang yang melakukan pada saat bersamaan padahal banyaknya orang yang mengikuti bukan jaminan bahwa sesuatu itu benar. Kebenaran tidak dapat diukur oleh kuantitas pengikutnya. Kebenaran memiliki ruang logika tersendiri.

Semisal menyatakan bahwa 1+1=2 maka walaupun hanya satu orang yang menyatakan hasil satu tambah satu adalah dua maka hal ini adalah kebenaran. Kebenaran bukan menyatakan bahwa 1+1=3 walaupun yang menyatakan hasil dari satu tambah satu adalah tiga terdiri dari lebih dari 10 orang.

Kebenaran akan tetap menjadi kebenaran walaupun ditolak oleh oraang banyak sekalipun. Kebenaran tidak membutuhkan dukungan suara seperti Pilkada.

Lalu kapan dapat menunjukkan rasa kasih sayang yang seutuhnya apabila bukan pada hari valentine? menunjukkan rasa sayang kepada orang yang dicintai dapat dilakukan secara terus menerus tanpa mengenal batas ruang dan waktu.

Rasa cinta yang ditunjukkan setiap detak waktu dalam perputaran jam akan melahirkan banyak hal dan semakin menguatkan rasa cinta yang dimiliki dan akan semakin meluluhkan hati orang yang dicintai.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Dengan rasa cinta yang ditunjukkan setiap hari pada orang yang dicintai maka akan menguji sejauh mana kualitas cinta yang dimiliki. Yakni, apakah memang sudah se iya semati dengan orang tersebut atau tidak. Hal ini juga akan menjadi ujian kesabaran. Sebab, apabila tiap hari kita harus menunjukan rasa cinta maka sesungguhnya kita dipaksa untuk sabar atau tidak pernah lelah menjadi “budaknya” mengingat man ahabba saian fahuwa abduhu.(*)

*) Penulis: Dr. Ahmad Siboy, SH.,MH, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-4 Editor Team
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES