Kopi TIMES

Lika Liku Berburu Buku

Minggu, 16 Februari 2020 - 00:27 | 82.78k
Ferika Sandra, Mahasiswa Jurusan Perpustakaan dan Ilmu Informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ferika Sandra, Mahasiswa Jurusan Perpustakaan dan Ilmu Informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Datang ke Banyuwangi tak lengkap jika tidak berkunjung ke Perpustakaan Daerah (Perpusda) Banyuwangi. Lokasi yang cukup strategis di tengah kota menawarkan beragam wawasan lewat karya literasi dari pelbagai medium ilmu. Era kini Perpusda mencoba berbagai terobosan meski perkembangan teknologi tidak bisa dinafikan.

Salah satunya pemanfaatan perpustakaan keliling lewat mobil khusus yang digunakan untuk membawa buku-buku ke berbagai pelosok Banyuwangi. Langkah nyata di tengah minimnya minat baca di negeri ini. Perpustakaan yang dulunya menjadi kawah candradimuka bagi seluruh pegiat ilmu kini perlahan mulai bergeser.

Upaya-upaya yang dilakukan beragam komunitas ataupun pemerintah untuk meningkatkan minat baca tetap belum mendapatkan titik temunya. Minat baca memang bergantung pada apa yang didapat seseorang dilingkungannya. Beruntung tentunya bagi kalangan yang memiliki akses mudah bahan bacaan, pun dengan kesadarannya memanfaatkan sebagai supelmen pengetahuan.

Namun tidak sedikit pula yang sudah diberikan fasilitas dan kemudahan kadang justru tidak memanfaatkan secara nyata. Tumpukan buku yang sarat ilmu kadang hingga lusuh berdebu tak terjamah tangan manusianya. Entah karena asyik dengan perkembangan teknologi era kini atau mungkin perpustakaan tak lagi menjadi salah satu lokasi yang menarik hati, semua pasti ada alasannya.

Banyak Pilihan

Alasan apapun tak seharus untuk kita meninggalkan budaya baca bagi setiap generasi muda bangsa. Penulis tak memungkiri jika generasi saat ini memang banyak pilihan untuk bisa menyalurkan segala minat dan bakat yang dimiliki. Beda dengan generasi dulu yang terbatas dengan segala perkembangan, utamanya bidang teknologi.

Jadi wajar jika dulu banyak orang bisa menghabiskan buku dalam waktu tertentu, karena tantangan dan pilihan yang ditawarkan selain buku memang tak banyak. Bandingkan dengan remaja saat ini, walau memang masih juga ada yang memiliki minat baca tetap saja perbandingannya akan tetap timpang.

Selain minat baca, kadang peran perpustakaan untuk terus serta mengikuti perkembangan zaman juga merupakan keharusan. Sebab tidak sedikit pula perpustakaan yang tetap dengan format lama tanpa memberi sentuhan baru yang bisa menarik minat baca kaum muda. Salah satunya ruang baca yang cukup menyenagkan dan membuat betah bagi pembacanya.

Membaca tak hanya soal teks, di sana ada rasa dan pertautan hati yang bersinergi dengan ruangan sekitar yang mendukung. Penulis beberapa kali mengunjungi perpustakaan di kampus-kampus di Malang, sudah menerapkan sistem ini. Upaya pemanfaatan ruang-ruang dengan desain nyaman baca tampaknya menjadi satu alasan untuk tetap betah berada di perpustakaan. 

Terlepas dari itu, penggunaan teknologi informasi dalam penyusunan katalog buku juga menjadi angin segar bagi kemudahan pengunjung Perpus. Ironisnya, entah karena terlalu banyak koleksi atau minim pustakawan yang berada di Perpustakaan sehingga menjadikan tata letak buku yang seharusnya sesuai dengan katalog justru berbanding terbalik.

Pengunjung kadang harus berjibaku untuk mencari salah satu judul buku yang ada dalam sistem komputerisasi namun tidak sesuai dengan tata letak yang ada di tempatnya. Walakin proses pencariannya membutuhkan lika-liku panjang yang kadang tak menghasilkan buku yang dicari.

Tentu ini tidak sesekali penulis temui, sempat menanyakan ke petugas ternyata ada beragam alasan. Mulai dari pengunjung lain saat membaca berusaha mengembalikan buku di rak namun tak sesuai tempatnya. Padahal dalam penataan buku di perpustakaan pustakawan memiliki standarisasi agar buku yang ada tepat pada posisinya.

Bentuk Konsensus

Beragam permasalahan yang muncul dalam minat literasi di negeri ini tentu perlu terus diusut benang kusutnya. Sebenarnya tidak hanya selalu buku fisik saja, seiring perkembanganya kini juga masif dijumpai buku digital yang juga sesuai dengan millenial yang tidak bisa jauh dengan teknologi.

Ke depannya harus ada konsensus yang ditanamkan sejak usia dini guna penyadaran pentingnya membaca bagi kehidupan bangsa. Membaca cukup penting bagi kelanjutan lahirnya karya literasi di Indonesia. Sebab tanpa membaca, muskil seseorang bisa menulis dengan sempurna.

Lebih jauh dari itu dengan membaca asupan nutrisi berupa ilmu pengetahuan bisa tetap terjaga. Penulis sendiri sempat merasakan transisi dimana saat tinggal di Banyuwangi yang saat akan menikmati buku harus berupaya lebih karena jarak rumah dengan Perpusda cukup jauh.

Berpindah ke Malang dengan berbagai akses kemudahan untuk menikmati membaca buku dengan kedekatan baik perpustakaan maupun toko buku yang disediakan. Hingga penulis selalu bersyukur tetap selalu dalam lingkungan yang mendukung untuk proses literasi.

Akhirukalam, sekuat apapun perkembangan dan kemajuan zaman, jangan sampai meninggalkan budaya baca untuk pengembangan pribadi diri. Jika Pram menulis untuk keabadian, maka tak salah jika kita membaca kalau kita bukan anak raja atau saudagar kaya. 

Jadi, kapan terakhir anda membaca buku ?

***

*)Oleh: Ferika Sandra, Mahasiswa Jurusan Perpustakaan dan Ilmu Informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*)Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 

*)Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES