Peristiwa Nasional

Stanislaus Riyanta: Kebutuhan Alutsista Impor Masih Tinggi

Kamis, 13 Februari 2020 - 13:20 | 99.49k
ILUSTRASI - Alutsista TNI. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
ILUSTRASI - Alutsista TNI. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta menilai, kebutuhan Indonesia untuk impor alutsista masih cukup tinggi. Untuk itu, langkah presiden Joko Widodo untuk memperkuat Indonesia melalui menteri pertahanan harus didukung.

Menurut Stanislaus, Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menyebutkan bahwa selama periode 2014-2018, Indonesia rata-rata ada di urutan 12 negara pengimpor senjata terbesar di dunia. Pemasok senjata tersebut didominasi negara Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda. Korelasi dari pengadaan alutsista tersebut, pencapaian MEF saat ini sudah berada pada 74% dari target 100% pada 2024. 

Menurutnya, secara detail kalau dikutip dari data Global Fire Power, ketersediaan alutsista Indonesia pada masing-masing matra adalah: TNI AD memiliki 315 tank tempur, 1.300 kendaraan tempur lapis baja, 141 artileri otomatis, 356 artileri manual, dan 36 proyektor roket. TNI AU memiliki 41 pesawat tempur, 65 pesawat serbu, 62 pesawat angkut, 104 pesawat latih, dan 8 helikopter serbu. Sedangkan TNI AL punya 8 fregat, 24 korvet, 5 kapal selam, 139 kapal patroli, dan 11 pangkalan perang.

"Indonesia melalui BUMN sudah mempunyai perusahaan yang memproduksi alutsista yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan PT Pindad. Masing-masing dari perusahaan tersebut mempunyai produk-produk unggulan yang patut dibanggakan karena teruji tidak hanya di dalam negeri tetapi juga pada tingkat internasional. Bahkan beberapa produk alutsista produksi anak bangsa sudah diekspor dan digunakan oleh negara-negara lain," ujar Stanislaus dalam keterangan pers yang diterima TIMES Indonesia di Jakarta, Kamis (13/2/2020). 

Stanislaus mengatakan, meski demikian BUMN baru bisa memenuhi sekitar 13 persen kebutuhan pengadaan alutsista Kemenhan. Angka ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri ini yang harus dinaikkan sekaligus untuk membuktikan industri pertahanan Indonesia produktif dan berkualitas.

Saat ini, angka MEF masih berada pada angka 74 persen, dan pemenuhan alutsista dengan produk dalam negeri pada angka 13 persen. Ini menunjukkan pasar alutsista dalam negeri masih cukup besar. Kebijakan untuk mengutamakan produksi dalam negeri sekaligus untuk mengurangi impor dan meningkatkan ekspor adalah strategi untuk menunjukkan kemandirian alutsista yang harus dipacu. 

Dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengubah belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan, yang didukung oleh pasar alutsista dan kepercayaan dari user terhadap produk Indonesia yang cukup besar, maka optimisme industri pertahanan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. 

"Industri pertahanan Indonesia sudah saatnya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan alutsista dalam negeri saja, namun dapat berkiprah di tingkat internasional, sekaligus menjadi sebuah investasi pertahanan yang dapat menjadi sumber pendapatan bagi negara," imbuhnya,

"Dorongan untuk mewujudkan kemandirian alutsista dalam negeri harus terus dilakukan. Dengan kemampuan industri pertahanan dalam negeri yang baik dan kebijakan pemerintah untuk mengubah belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan, maka tingkat optimisme untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan Indonesia cukup tinggi," kata Stanislaus Riyanta, mahasiswa Doktoral bidang Kebijakan Publik Universitas Indonesia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES