Kopi TIMES

Belajar Sistem Pendidikan dari China

Rabu, 12 Februari 2020 - 20:44 | 789.78k
R. Mustofa, Dosen Ilmu Pendidikan Universitas NU Surabaya
R. Mustofa, Dosen Ilmu Pendidikan Universitas NU Surabaya

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Yuval Noah Harari dalam bukunya “Homo Deus: A Brief History of Tomorrow” mengatakan bahwa dulu sumber utama kekayaan adalah tambang emas, minyak, dan gandum.

Saat ini sumber utama kekayaan adalah ilmu pengetahuan. Faktanya bisa dilihat dewasa ini ilmu pengetahuan mengendalikan dunia.

Diskursus tentang sistem pendidikan yang baik di Indonesia kembali mengemuka. Seperti biasa setiap ada pergantian Menteri Pendidikan ada evaluasi terhadap penerapan sistem pendidikan. Hal itu baik apabila berangkat dari kegelisahan untuk mengoreksi pendidikan yang sekadar formalitas dan administratif, bukan subtantif dan filosofis.

Hemat saya Mendikbud saat ini telah melakukan dobrakan terhadap kebiasaan-kebiasaan formalitas administratif yang menihilkan substansi dan ide besarnya. Kita perlu mendukung.

Pendidikan di Cina

Rilis PISA (Programme for International Student Assessment) yang belum lama ini, mengejutkan kita karena tidak hanya Mainland China, ada Hong Kong, Macao, dan Taipei yang menjadi peserta, juga menduduki posisi atas. Ini sungguh mengesankan.

Apa yang bisa dipelajari dari China negara yang menjadi kiblat baru dunia. Pemerintah China memberikan nilai yang tinggi untuk pendidikan. China telah memulai peremajaan pendidikan sejak 2003-2007 yang dituangkan dalam kebijakan Menteri Pendidikan (MOE). Kemudian mengeluarkan Garis Besar Reformasi dan Pembangunan Pendidikan Jangka Menengah dan Jangka Panjang oleh dewan negara (2010-2020)

Ada dua hal penting yang bisa dipelajari dari reformasi pendidikan di China yaitu modernization theory dan human capital theory. Cina meyakini bahwa pembangunan tidak bisa direalisasikan apabila mayoritas masyarakatnya tidak memegang teguh nilai modernisasi.

Bagi China Pendidikan dan pelatihan adalah investasi terpenting bagi sumber daya manusia. Setelah pendidikan sukses dibangun kemudian sumber daya manusia juga akan terbangun, hingga ekonomi, dan akhirnya negara akan menjadi kuat (national power).

Hukum dan peraturan dijalankan secara sistematis dan ketat. Mereka menganggap itu adalah cara yang paling efektif untuk mengawasi implementasi seluruh sistem yang besar dan komplek. Departmen pendidikan yang dibentuk di bawah Kementerian Pendidikan sering membuat rancangan undang-undang setelah disetujui oleh rakyat kongres kemudian diberlakukan hukum dan menjadi kebijakan yang harus dijalankan di tingkat masing-masing.

Namun, China tidak pernah mengabaikan keunikan atau wisdom lokal. Kebijakan tersebut selalu menyesuiakan dengan konteks lokal.

Pemerintah selalu mengawasi pendidikan dengan sungguh-sungguh dan ketat. Setiap permasalahan pendidikan selalu diselesaikan secara scientific yaitu selalu dilakukan research dan experiment terlebih dahulu untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan solusinya.

Rumus yang dibuat oleh China adalah reformasi pendidikan akan menghasilkan kualitas pendidikan dan prestasi siswa, kemudian akan berdampak pada kualitas tenaga kerja yang unggul. Tenaga kerja yang unggul tentu akan sangat memengaruhi pembangunan dan ekonomi, hingga akhirnya negara China akan menjadi pemenang dalam kompetisi dunia atau yang biasa kita kenal sebagai negara super power.

Untuk mengaplikasikan rumus tersebut China menekankan empat hal penting yaitu equality, quality, efisiensi, dan peremajaan. Kesetaraan dalam pendidikan, kualitas produktifitas masyarakat, efisiensi dalam penerapan, dan peremajaan dalam pembangunan bangsa dan status global.

Kalau kita amati keempat tema besar tersebut tidak eksklusif justru sangat berhubungan dan bergantung satu sama lain. China telah sukses menempatkan dirinya sebagai negara yang berwibawa di mata dunia.

Bagaimana Pendidikan di Indonesia?

Indonesia terus berusaha memperbaiki kualitas pendidikan. Sejatinya telah banyak perubahan yang dilakukan untuk membenahi pendidikan namun harus diakui belum ada hasil yang memuaskan.

Bahkan rilis PISA terbaru posisi Indonesia belum ada kemajuan. Kelemahan utama pendidikan di Indonesia adalah pada penerapan kebijakan dan SDM. Ide besar yang dituangkan dalam kebijakan tidak pernah sungguh-sungguh dijalankan secara maksimal sehingga semuanya terasa semu.

Kebijakan baru, program baru, hingga pelatihan baru tidak dijalankan dengan penuh makna. Semua berhenti pada hal-hal teknis dan administrasi belaka bahkan tidak jarang hanya menghabiskan anggaran. Kita lebih suka mengurusi hal-hal administrasi formal sehingga subtansi dan gagasan besarnya tidak tersampaikan dengan baik.

Kita harus belajar pada China bahwa kebijakan tidak sekadar hitam di atas putih dan akhirnya menjadi tumpukan kertas. Kebijakan harus secara sistematis dijalankan dan diawasi dengan sungguh-sungguh dan ketat. Ketat di sini bukan mengekakng tetapi memastikan bahwa tujuan kebijakan tersebut dipahami dan dijalankan dengan benar.

Modernisasi dalam pendidikan tak cukup hanya sistemnya namun juga SDM nya. Modernisasi bukanlah westernisasi tapi mendekonstruksi segala aturan dan pikiran yang tidak masuk akal menjadi rasional bahkan ilmiah. Kultur “kepatuhan” masih menyelimuti pendidikan kita. Akibatnya relasi yang dibangun adalah feodalis bukan dialogis. Kita lebih bergairah pada tampilan sampul yang hipokrit daripada jati diri yang otentik.(*)

*) Oleh: R. Mustofa, Dosen Ilmu Pendidikan Universitas NU Surabaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 

*)Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES