Kopi TIMES

Perbandingan Kehidupan Pertanian yang Kurang Agraris

Rabu, 12 Februari 2020 - 16:03 | 497.82k
Abid Muhtarom, Dosen Universitas Islam Lamongan Fakultas Ekonomi dan LPPM Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Lamongan Universitas Islam Lamongan (Unisla).
Abid Muhtarom, Dosen Universitas Islam Lamongan Fakultas Ekonomi dan LPPM Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Lamongan Universitas Islam Lamongan (Unisla).

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Indonesia yang merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Namun taraf hidup masyarakatnya masih banyak dibawah garis kemiskinan. Meski sebenarnya, hasil pertanian Indonesia unggul pada komoditas primer di dunia Internasional.

Atas alasan tidak bisa menggantungkan harapan ke sektor pertanian, masyarakat Indonesia banyak yang memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Asing (TKA) di sejumlah negara, seperti Malaysia, Hongkong, dan Taiwan. Namun yang membuat miris, TKA kita di Malaysia, justru bisa meraih kesejahteraan saat bekerja di sektor pertanian.

Selain pilihan untuk mendapatkan kesejahteraan dengan menjadi TKA, kemajuan petani Indonesia juga dihadapkan pada permasalahan kesadaran akan pendidikan, bahkan banyak petani Indonesia masih tamatan sekolah dasar, sehingga banyak dari petani yang menjadi buruh tani dari pada pemilik lahan pertanian.

Hal ini menjadi wajar karena pendapatan yang didapat belum cukup untuk lebih mementingkan pendidikan yang nantinya berdampak pada produktivitas dan kesejahteraan petani di masa depan.

Kondisi petani di Indonesia ini diperparah dengan permainan dagang hasil pertanian. Hasil pertanian banyak dibayar murah karena permainan tengkulak atau produsen besar, belum lagi jika bertepatan dengan musim panen, harga hasil pertanian dibeli dibawah harga standar. Padahal jika dijual ke konsumen harganya bisa menjadi lebih mahal.

Itulah yang membuat petani Indonesia tertinggal jauh dari negara maju. Bagi petani di negara maju, petani di Indonesia masih dalam tahap sejahtera. Berbeda dengan negara maju, petani di sana mengembangkan bisnis sampingan yang tidak jauh dari sektor pertanian, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Contohnya di Australia petani di sana, dikategorikan sebagai orang kaya.

Kontradiktif ini menjadi pertanyaan kenapa sektor pertanian negara Malaysia, Australia dan bahkan cina lebih sejahtera dibandingkan negara kita? Mari kupas satu persatu kenapa bisa terjadi?

Perbandingan pertama petani negara Indonesia menurut Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dari 264 Juta Penduduk Indonesia, petani Indonesia hanya menyisakan 4 juta orang saja.

Menurut Asian Development Bank (ADB) sebesar 35.703 juta petani, mereka bekerja di segala sektor pertanian mulai dari kebutuhan pokok bertanam padi dan jagung, namun juga banyak yang mempunyai komoditas unggulan seperti kakau, biji coklat dan kelapa sawit serta karet.

Perbandingan kedua dengan pertanian Cina. Jumlah petani di China lebih banyak dibandingkan petani di Indonesia. Namun perbedaan dengan petani disini sangatlah mencolok, karena petani China mendapatkan dukungan langsung dengan pemerintah seperti benih, alat-alat modern pertanian dan juga akses irigasi yang dalam dekade ini mulai ditiru oleh pemerintah Indonesia.

Belum lagi, infrastruktur dasar juga disediakan oleh pemerintah China seperti jalan dan listrik. Namun ada yang sama pertanian China dengan Indonesia, yaitu luas lahan yang kurang dari 1 hektar.

Menurut data ADB tahun 2019 jumlah petani di China sebesar 202,6 juta dan juga dilihat dari GDP China sebesar 8,7 persen dibandingkan dengan Indonesia sebesar 13,7 persen, namun menurut data ADB, dalam nilai perolehan yang berbeda.

Disamping data itu, hal yang paling mendasar yang dilakukan pemerintah China untuk petaninya adalah bantuan langsung yang diberikan pada petani yang tua dan atau kurang produktif.

Pemerintah China akan memberikan bantuan sebesar Rp 800 ribu perbulan, sehingga petani yang sudah tua atau memasuki masa pensiun, pertaniannya bisa dilanjutkan oleh anak cucunya. Dengan begitu, kestabilan produktivitasnya cukup tinggi karena Pemerintah China menjamin hari tuanya.

Bukan hanya itu saja, di China pengembangan teknologi pertanian sangat berkembang terutama penggunaan smart farmer, yang memungkinkan petani menanam tanpa tanah dan sinar matahari.

Penerapan smart farmer ini, dapat meningkatkan efesiensi waktu dan juga meningkatkan pendapatan berlipat-lipat. Bahkan inovasi bibit baru juga dikembangkan untuk efesiensi masa cocok tanam, ditambah lagi racun serangga yang efektif untuk mengatasi masalah pertanian.

Perbandingan ketiga adalah negara tetangga yang serumpun dengan kita Malaysia, menurut ADB, jumlah petani Malaysia hanya sebesar 1,570 juta pada tahun 2018. Jumlah petani Malaysia ini, masih jauh dibawah Indonesia.

Namun soal kesejahteraan dan pendapatan, petani Malaysia lebih besar dibandingkan Indonesia. Ini disebabkan karena teknologi dan bahkan bisa diperkirakan Indonesia saat ini tertinggal 10 tahun dari Malaysia di sektor pertanian.

Para petani di Malaysia juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah, bahkan masalah teknis seperti irigasi, bibit maupun pupuk. Pemerintah Malaysia juga membuat program dengan kebijakan harga, supaya petani untung pada masa panen. Menurut data ADB-GDP Malaysia 2018 hanya menyumbang sebesar 9,0 persen. Angka itu jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia. (*)

***

*) Penulis Abid Muhtarom, Dosen Universitas Islam Lamongan Fakultas Ekonomi dan LPPM Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Lamongan Universitas Islam Lamongan (Unisla)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*)Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 

*)Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-4 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES