Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) Melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Selasa, 07 Januari 2020 - 09:32 | 95.91k
Viki Anggraeni Ayu Vendita, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).
Viki Anggraeni Ayu Vendita, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Keberadaan Dewan Pengawas atau Dewas menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia karena Dewas dikhawatirkan akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena kedudukan Dewas yang berada dipuncak pimpinan seolah – olah telah menggeser kedudukan Ketua KPK. Kekuasaan tertinggi yang semula dipegang oleh Ketua KPK sekarang menjadi kuasa Dewan Pengawas. Bagaimana tidak, semua kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK harus memiliki izin dari Dewan Pengawas.

Hal ini yang membuat masyarakat mulai berpikir bahwa pemerintah mulai mengintervensi ke-Independenan sebuah Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi tumpuan negara untuk memberantas sebuah penyakit kronis yang telah berkembang di Indonesia. Kini pemerintah mulai ikut campur dalam apa yang dilakukan KPK dan kegiatan apa yang akan dilaksanakan oleh KPK, yang membuat KPK menjadi sedikit terhambat dalam menjalankan kegiatannya.

KPK lembaga Independen yang seharusnya semua kegiatannya dijalankan oleh unsur-unsur terkait intern KPK termasuk juga dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang KPK, namun pemerintah mulai mengambil alih KPK dengan melakukan revisi terhadap UU KPK yang semula telah ditetapkan oleh lembaga Independen tersebut. DPR pada masa akhir jabatannya melakukan revisi terhadap UU KPK dengan menghasilkan beberapa poin yaitu pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenanganannya tetap independen. Kedua, pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.

Ketiga, mekanisme penerbitan Surat Perintah penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK. Keempat, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum  yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kelima, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan. Keenam, sistem kepegawaian KPK yang memperbolehkan ASN bisa masuk kedalam kepegawaian KPK. Ketujuh, terkait pembentukan Dewan Pengawas.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Keberadaan Dewas ini juga menggantikan fungsi dari keberadaan penasihat KPK, salah satu tugas Dewan Pengawas yang menjadi sorotan masyarakat yaitu soal pemberian izin dalam melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan yang tertuang dalam RUU KPK di pasal 37B ayat (1) huruf b.

Selain tugas tersebut Dewan Pengawas juga memilki tugas yang juga dinilai akan melemahkan KPK, antara lain mengawasi kerja KPK, menetapkan kode etik, evaluasi tugas pimpinan dan anggota KPK setahun sekali, hingga menyerahkan laporan evaluasi kepada Presiden dan DPR. Dewan Pengawas terdiri dari lima anggota, dengan seorang merangkap menjadi ketua. Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden melalui seleksi yang dilakukan panitia yang telah dibentuk oleh Presiden.

Banyak pakar menyatakan bahwa hasil keputusan dari RUU KPK tentang pembentukan Dewan Pengawas dinilai negatif karena melumpuhkan kinerja KPK. Ditambah, wewenang komisioner KPK sebagai penyidik dan penuntut umum dicabut, dan hal itu juga membuat KPK semakin lemah karena semakin terbatasnya wewenang komisioner karena aktivitasnya sebagai penegak hukum dibatasi dengan kontrol Dewan Pengawas.

Keberadaan Dewan Pengawas juga memungkinkan kegiatan OTT (Operasi Tangkap Tangan) akan sulit dilaksanakan lantaran proses penyadapan harus memilki izin dari Dewan Pengawas, yang berpotensi tebang pilih dikarenakan latar belakang penyelenggara negara dari partai tertentu terutama partai yang berseberangan dengan pemerintah lantaran kewenangan yang besar dari Dewas.

Sementara itu, Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurni Ramadhan memandang pemerintah maupun DPR memiliki logika keliru degan membentuk Dewan Pengawas bagi KPK. Menurutnya, lembaga independen seperti KPK tak mengenal ada suatu kelembagaan dewan pengawas. Bicara soal pengawasan, kata Kurnia dalam undang-undang KPK yang lama, lembaga antikorupsi itu sudah diawasi oleh DPR lewat rapat dengar pendapat, BPK dalam sisi penggunaan anggaran, serta laporan berkala kepada presiden maupun masyarakat.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis: Viki Anggraeni Ayu Vendita, Mahasiswa Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES