Peristiwa Daerah

Soal Dualisme Kepemimpinan, Pengamat: Masa Depan PPP Bisa Suram

Sabtu, 14 Desember 2019 - 20:19 | 84.28k
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago. (foto: Pangi for TIMES Indonesia)
Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago. (foto: Pangi for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago menilai konflik internal PPP dan dualisme kepemimpinan yang berkepanjangan membuat raihan elektoral partai tersebut "jeblok", sehingga langkah terbaik adalah melakukan islah.

"Konflik dualisme yang berkepanjangan membuat masa depan PPP menjadi suram, tidak ada cara penyembuhan selain islah dan bersatu," kata Pangi dalam rilis yang diterima TIMES Indonesia di Jakarta, Sabtu (14/12/2019).

Dia menilai PPP sudah terlalu lama mempertahankan konflik yang sesungguhnya berdampak pada soliditas internal dan mempengaruhi kerja-kerja politik partai dalam tiap momentum politik.

Menurut dia, Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP bisa menjadi momentum bersatunya dua kubu kepemimpinan sehingga keduanya harus menyadari bahwa konflik tidak akan berguna bagi internal partai.

"Faksi itu biasa dan alamiah dalam parpol. Jadi keinginan Ketua Umum DPP PPP Muktamar Jakarta, Humprey Djemat yang ingin PPP kembali bersatu, harusnya bisa diterima kubu satunya lagi," ujarnya.

Pangi menilai masing-masing kubu Suharso dan Humphrey jangan egois karena yang harus diutamakan adalah kemaslahatan dan masa depan partai.

Menurut dia, kedua kubu diuji kenegarawanannya sehingga kalau ingin islah maka harus sungguh-sungguh sehingga jangan timbulkan konflik baru.

"Jangan terlalu egois, jauh lebih utama kemaslahatan dan masa depan PPP diprioritaskan ketimbang kepentingan jangka pendek, kekuasaan untuk kepentingan pribadi," ujarnya.

Kedua kubu menurut Pangi harus berfikir jernih, menahan diri dan bagaimana bekerja keras agar kedua kubu bisa segera islah demi menatap masa depan yang lebih baik.

Dia mengatakan, jangan sampai konflik internal dan dualisme kepemimpinan di PPP tidak ada ujungnya dan berkepanjangan. Dampaknya tidak main-main yaitu partai tersebut diperkirakan tidak ada lagi dalam peta politik di 2024. Bisa jadi PPP tidak lolos ambang batas parlemen atau "parlementary threshold". "Itu akan terjadi apabila kedua kubu tidak intropeksi dan tidak mengutamakan kepentingan partai," katanya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES