Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kebijakan Publik Butuh Reformasi

Jumat, 13 Desember 2019 - 22:38 | 73.50k
 Vivi Luthfiana (Mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Publik, FIA Unisma Malang), Peresensi Buku Reformasi Kebijakan Publik
Vivi Luthfiana (Mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Publik, FIA Unisma Malang), Peresensi Buku Reformasi Kebijakan Publik
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Memahami dari makna reformasi  memang tidak bisa lepas dari kata perubahan, yaitu perubahan terhadap sistem atau tatanan pemerintahan yang berorientasi pada perubahan mendasar menjadi lebih baik.

Perubahan terhadap sistem atau tatanan pemerintah tentu membutuhkan waktu yang panjang dan ruang lingkup yang luas juga, karena keberadaan suatu perubahan ini nantinya akan membawa semua kepentingan umum, masyarakat dan negara pada tujuan bersama.

Tercapainya atau tidak tujuan tersebut bisa kita lihat dari indikasi perubahan macam apa yang telah menjadi sebuah putusan.

Tidak hanya itu saja, adanya sebuah perubahan dalam tatanan kepemerintahan ini juga dapat mengubah sumber daya manusia di dalamnya menjadi lebih baik, adanya peningkatan dalam pembangunan dan teknologi infrastruktur, serta pembangunan sosial budaya yang ada di dalamnya dapat berjalan sesuai dengan tuntutan dan tujuan yang diharapkan bersama.

Seperti hal-nya jika kita melihat ke belakang sejarah Indonesia, bergulirnya reformasi pada tahun 1998 telah menimbulkan banyak perubahan mendasar dalam tatanan pemerintah serta kehidupan berbangsa dan bernegara sekalipun.

Peristiwa tersebut merupakan salah satu tonggak sejarah yang sangat monumental bagi perjalanan bangsa Indonesia dari beralihnya masa orde baru ke masa reformasi sampai saat ini. Mengapa demikian? dengan adanya masa peralihan dari masa orde baru ke masa reformasi muncullah sebuah amanat reformasi 1998 yaitu amandemen Undang-undang Dasar 1945.

Dalam amandemen tersebut ada beberapa pasal krusial, salah satunya adalah pasal 18 Undang-undang dasar 1945 yang melahirkan beberapa peraturan perundang-undangan tang menjadi landasan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah dan menjadi payung hukum dalam implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia, beberapa perubahan yang terjadi pada peristiwa tersebut dapat disebut sebagai reformasi birokrasi.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya aparatur.

Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah di mana uang tidak hanya bersifat efektif dan efisien, tetapi reformasi birokrasi juga menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tujuan dilaksanakannya reformassi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berinterigritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonsia juga mendapatkan angin segar sejak masa kepemimpinan nasional dipimpin oleh presiden Ir. Joko Widodo dan wakil presiden H.M Jusuf Kalla dengan sembilan programnya yang disebut nawa cita (www.kpu.go.id). Progarm tersebut dilakukan untuk perubahan menuju indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan kepribadian dalam kebudayaan.

Gagasan dasar dari nawa cita sebenarnya adalah mengubah mentalitas aparatur penyelenggara dan warga negara. Dengan kalimat lain, konsep dari program nawa cita ini merupakan suatu konsep yang memperkuat kebijakan reformasi birokrasi. Dengan demikian, pada dasarnya Indonesia sudah memiliki sebuah rancangan grand design yang lumayan siap untuk membangun interigritas bangsa.

Jika dilihat dari segi kuantitatif keberadaan reformasi dengan sembilan konsep yang dirangkum dalam progra nawa cita ini dapat dibilang menggembirakan. Banyak kementrian/lembaga dan pemerintahan daerah di Indonesia yang telah melakukan inisiasi dan inovasi.

Baik di bidang pelayanan publik, penataan kelembagaan/struktur organisasi pemerintah, pemanfaatan e-government, efisiensi belanja pegawai, dan lain-lain termasuk peningkatan kesejahteraab para pegawai negeri sipil (PNS) itu sendiri selaku administrator publik. Namun demikian, pelaksanaan percepatan reformasi birokrasi secara kualitatif masih belum berhasil.

Menurut pandangan penulis, ketidak berhasilannya pelaksanaan program kebijakan reformasi birokrasi disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: pertama, keteladanan moral pemimpin. Reformasi birokrasi  membutuhkan suatu keteladanan yang bersifat individual.

Sosok pemimpin, baik politikus maupun pejabat birokrasi harus memberikan teladan yang baik dari segi ucapan, sikap, pikiran, dan perbuatan yang saat ini sulit ditemukan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Padahal pemimpin seperti itu sangatlah dibutuhkan karena sangat berpengaruh terhadap perubahan kinerja para administrator publik.

Kedua, orientasi kekuasaan dan kapita. Obesei para birokrat dan politisi Indonesia kecenderungannya menggunakan briokrasi sebagai lahan untuk memenuhi hasrat uang dan kekuasaan (power culture). Kasus rekening gendut, pencucian uang, jual beli jabatn dan sebagainya merupakan fenomena yang sangat memprihatikan di negara kita. Sejarah panjang dibawah kekuasaan kolnialis, kapitalis dan negaranisasi semas Orde Baru telah menyebabkan terbentuknya budaya kekuasaan dalam birokrasi.\

Ketiga, keberadaan supremasi hukum yang lemah. Penegakkan hukum di negara kita saat ini memang menunjukkan tren positif, khususnya pada aspek penindakan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja dengan sangat baik, demikian juga dengan kepolisian dan kejaksaan.

Meskipun dalam beberapa kasus tertentu ketiganya tidak saling bersinergi dalam melakukan penindakan terhadap para pelaku kejahatan terhadap negara. Penegakan hukum yang sebenarnya sangat fundamental adalah di aspek pencegahan.

Selama ini di antara penegak hukum dengan lembaga-lembaga administrasi publik belum memiliki blue print sistem pencegahan yang bisa dikembangkan dalam rangka mencegah para pejabat politik dan administrasi melakukan tindak pidana. Justru, sebagian kalangan menilai bahwa di dalam lembaga-lembaga penegak hukum sendiri harus melakukan revolusi mental terlebih dahulu.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah konsep dan strategi dalam pencapaian Grand design reformasi birokrasi. Ada beberapa persoalan yang dicantumkan dalam lampiran peraturan presiden No.81 tahun 2010 tentang grand design reformasi birokrasi yaitu, the right man in the right place artinya adalah menempatkan posisi atau jabatan pekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya, namun belum pada porsi yang tepat sehingga muncullah berbagai macam bentuk persoalan yang menghambat penyusunan Grand design tersebut; persoalan lainnya juga terdapat tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengaturan di bidang aparatur negara dan penyelenggara negara; selanjutnya persoalan mengenai kualitas sumber daya manusia yang kurang memumpuni; adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan; aspek pelayanan publik masih belum memenuhi hak-hak dasar masyarakat.

Lalu bagaimana untuk menangani hal tersebut? apakah ada aspek-aspek tertentu yang dapat dijadikan sebagai tonggak indikasi produk pemerintah yang baik atau tidak? semua jawaban telah terangkum dalam buku Reformasi Kebijakan Publik: prespektif Makro dan Mikro dengan berbagai macam teori dari para ahli dalam bidang administrasi publik, kebijakan publik dan birokrasi.

Tidak hanya pemaparan teori namun dalam buku ini juga terdapat contoh implementasi dari beberapa teori terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dimana hal ini dapat membantu kita menemukan titik permasalahan yang dapat menghambat proses berjalannya suatu kebijakan yang lalu dapat kita petik sebagai bahan evaluasi untuk diterapkan pada kebijakan selanjutnya agar proses pelaksanaan produk pemerintah tidak terhalang lagi.

Buku ini tentu akan sangat cocok menjadi referensi yang baik untuk  dijadikan sebagai rujukan bagi pemerintah dalam melakukan proses kebijakan publik dan menjadi pedoman serta inspirasi dalam pengambilan keputusan. Selain itu, buku ini juga dapat menjadi rekomendasi bagi para akademisi, tenaga pengajar maupun mahasiswa untuk dipelajari dan diterapkan pada sektor publik.

Resensi-Reformasi-Kebijakan-Publik-hayat.jpg

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES