Kopi TIMES

Masihkah Pertanian Menjadi Penopang Utama Perekonomian Indonesia?

Jumat, 13 Desember 2019 - 00:22 | 526.62k
ilustrasi
ilustrasi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sungguh miris melihat kondisi pertanian Indonesia saat ini. Indonesia katanya adalah negara agraris tetapi nyatanya saat ini masuk ke dalam jajaran negara pengimpor pangan terbesar di dunia. 

Negara agraris adalah negara yang perekonomiannya bergantung atau ditopang oleh sektor pertanian dan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Pertanian dalam arti luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian (tanaman pangan dan hortikultura), perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Pertanian dalam arti sempit adalah suatu budidaya tanaman kedalam suatu lahan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Lalu pertanyaannya, apakah sektor pertanian masih menjadi penopang utama perekonomian Indonesia? Dan apakah sebagian besar penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani?.

Beralihnya sektor pertanian ke sektor industri

Sektor pertanian saat ini memang masih masuk menjadi jajaran penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar, namun bukan di urutan yang pertama melainkan diurutan ketiga setelah sektor industri dan sektor perdagangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan I tahun 2019 sektor industri menyumbang PDB sebesar 20,06%, diurutan kedua adalah sektor perdagangan dengan kontribusinya sebesar 13,20%, kemudian disusul oleh sektor pertanian dengan persentase sebesar 12,65%.

Berdasarkan data BPS, pada tahun 1960 sektor pertanian menjadi penyumbang PDB terbesar dengan persentase yang fantastis yaitu sebesar 53,92%. Hingga akhir tahun 1980an sektor pertanian masih menjadi penyumbang PDB terbesar walaupun persentasenya kian menurun.

Pergeseran sektor pertanian ke sektor industri sebagai penyumbang PDB terbesar mulai terjadi pada awal tahun 1990an. Pada tahun 1991, sektor industri menyumbang PDB sebesar 19,95% kemudian sektor pertanian diurutan kedua dengan persentase sebesar 18,43%. Hingga saat ini sektor industri masih menjadi sektor penyumbang PDB terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian bukan lagi menjadi penopang utama perekonomian Indonesia. Hal ini terjadi karena telah terjadi proses industrialisasi sehingga terjadi perubahan struktur perekonomian Indonesia dari perekonomian yang berbasis pada sektor pertanian menjadi perekonomian yang berbasis pada sektor industri.

Kondisi Lahan Pertanian Indonesia

Berdasarkan konsep dan definisi BPS, lahan pertanian adalah lahan yang terdiri dari lahan yang diusahakan dan sementara tidak diusahakan (lahan yang biasanya diusahakan tetapi untuk sementara (selama 1 sampai 2 tahun) tidak dikelola/diusahakan) untuk pertanian. 

Lahan pertanian Indonesia semakin lama semakin menyempit. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2013 yang dilakukan oleh BPS, luas lahan baku pertanian di Indonesia adalah seluas 7,75 juta hektare. Sedangkan hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, menunjukkan bahwa luas baku lahan pertanian di Indonesia adalah 7,1 juta hektare. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan luas lahan baku pertanian di Indonesia.

Lahan pertanian yang kian menyempit dapat menyebabkan potensi kehilangan pangan yang tinggi tiap tahunnya akibat berkurangnya luas tanam. Akibatnya, Indonesia akan mengalami kekurangan pangan seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cepat, dan solusi yang harus dilakukan adalah meningkatkan kuantitas impor pangan. 

Alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan, hotel, pabrik dan bangunan lain adalah faktor utama yang menyebabkan lahan pertanian berkurang. Beberapa alasan para petani mau menjual dan merelakan lahannya untuk dialih fungsi yaitu nilai tukar petani yang rendah, penguasaan teknologi pasca panen yang rendah serta tingkat impor yang tinggi. 

Krisis Petani Muda

Sektor pertanian masih dominan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia, tetapi penyerapannya terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, persentase penduduk yang bekerja pada lapangan pekerjaan tersebut adalah 32,88%, kemudian menurun menjadi 31,90% pada tahun 2016, lalu menurun menjadi 29,68% pada tahun 2017, dan terus menurun menjadi 28,79% pada tahun 2018. 

Hal ini juga diperparah dengan kenyataan bahwa Indonesia mengalami krisis petani muda. Berdasarkan hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) tahun 2018, jumlah petani pada kelompok usia dibawah 25 tahun sebanyak 885.077 petani dan pada kelompok usia 25-34 tahun sebanyak 4.104.222 petani dari jumlah total 33.487.806 petani. 

Minat generasi muda Indonesia untuk menjadi seorang petani sangatlah kecil. Coba saja kita tanyakan kepada anak kecil apa cita-cita mereka ketika besar nanti, pasti sebagian besar akan menjawab bahwa cita-cita mereka adalah menjadi dokter, polisi, pilot, guru dan sebagainya. Namun hanya sedikit bahkan tidak ada yang menjawab bahwa cita-cita mereka adalah menjadi seorang petani. Hal ini salah satunya adalah akibat dari sebuah mindset yang telah mengakar di masyarakat bahwa menjadi petani bukanlah pekerjaan yang mejanjikan dan menjamin kesejahteraan dalam hidup. 

Fenomena sarjana pertanian yang bekerja tidak sesuai dengan bidangnya juga memperburuk keadaan. Mereka yang seharusnya menjadi pelopor kemajuan pertanian malah memilih pekerjaan yang sebenarnya tidak linier dengan jurusannya selama di perkuliahan. Ilmu yang telah mereka miliki menjadi mubadzir, padahal Indonesia saat ini membutuhkan banyak pemikiran dan ide-ide cerdas dari mereka untuk memajukan pertanian di Indonesia. 

Perlu peran serta pemerintah 

Perlu adanya peran serta pemerintah dalam membuat serangkaian kebijakan yang mampu mengembangkan pertanian Indonesia agar dapat meminimalisir impor pangan serta kembali menjadi negara pengekspor pangan serta tetap mempertahankan statusnya sebagai negara agraris. Wilayah Indonesia yang luas dengan tanah yang subur serta iklim yang tropis menjadikannya negara yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Sehingga sangat disayangkan apabila potensi besar tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. (*)

 

Oleh: Dzatu Hisan Nugrahaini

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES