Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Problematika Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah/Madrasah

Selasa, 10 Desember 2019 - 19:17 | 535.38k
Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang
Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam Malang
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGADA banyak problematika yang menggurita dalam upaya pengembangan Pendidikan Agama Islam di SD. Pertama, dari beberapa sumber terpercaya, diketemukan bahwa kesadaran guru Pendidikan Agama Islam terhadap upaya pengembangan ini sangat rendah sekalipun ia telah tersertifikasi. Jadi mereka tidak sedikit memilih membeli RPP pada saat hendak pemberkasan sertifikasi tanpa mempraktikkannya di kelas.

Kedua, hadir dari stigma negatif masyarakat bahwa PAI adalah mata pelajaran yang tidak terlalu penting. PAI dirasa sangat kolot dan tidak perlu terlalu dipenting-pentingkan. Agama adalah urusan pribadi yang rapat dan sangat privasi. Sehingga mereka lebih memilih mengupayakan segala cara agar anaknya mendapatkan pendidikan eksakta lebih banyak (seperti memasukkannya di bimbel) dan sedikit waktu untuk Pendidikan Agama Islam. Tentunya mereka belum menyadari bahwa pemikir kritis pendidikan meletakkan agama sebagai mercusuar utama dalam membelajarkan ilmu-ilmu lainnya lewat pendidikan karakter.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Ketiga, upaya pemerintah untuk menerapkan pembelajaran  tematik dalam K-13 sepertinya belum sepenuhnya dipahami oleh guru kelas. Mereka harus menghubung-hubungkan satu tema dengan yan lainnya. Jika tidak cukup kompeten, tentu sangat membingungkan. Terlebih sistem ini memberikan kesempatan kepada semua guru untuk membelajarkan nilai-nilai keislaman. Sehingga guru kelas pun harus tetap menguasai materi Pendidikan Agama Islam. Masalahnya, tidak banyak guru yang bisa melakukannya. Jadi misalnya, bagaimana cara membelajarkan penghitungan sudut segitiga sembari menerangkan materi ta’awun?

Keempat, dari penuturan beberapa guru, masalah selanjutnya adalah kurangnya minat  siswa untuk belajar PAI. Bisa jadi sebab mapel ini dirasa tak semenantang matematika atau IPA. Mungkin karena PAI tidak di-UN-kan.

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Penyelesaian itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma pendidikan Islam. Hal ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan dapat diselesaikan (yang antara lain dikelompokan menjadi masalah aksesibilitas pendidikan, relevansi pendidikan, pengelolaan dan efisiensi, hingga kualitas pendidikan)

Kemudian, dalam sistem pendidikan nasional kita masih terdapat permasalahan lain, yaitu: 1)Keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung,; 2)Kerusakan sarana dan prasarana; 3)Kekurangan tenaga guru; 4)Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal; 5)Proses pembelajaran yang konvensional; 6) Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai; 7)Otonomi Pendidikan; 8)Keterbatasan anggaran; 9)Mutu SDM Pengelola pendidikan; 10)Life skill yang dihasilkan belum optimal.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Secara keseluruhan perbaikan sistem ini akan dapat terlaksana jika pemerintah menyadari fungsi dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang Imam ialah (laksana) penggembala dan Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya)”. (HR. Muslim)

Dengan adanya ketersediaan dana, maka pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan tinggi. Merekrut jumlah tenaga pendidik dan kependidikan sesuai kebutuhan di lapangan disertai dengan adanya peningkatan kualitas dan kompetensi yang tinggi, jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses belajar-mengajar.

Penyusunan kurikulum yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam (Alquran dan Sunnah). Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan teknologi serta seni baik yang berasal dari islam maupun dari non Islam sepanjang bersifat umum) dan mempersiapkan mereka untuk mendapatkan bagiannya dalam kehidupan di akhirat kelak dengan adanya penguasaan terhadap tsaqofah Islam dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang tidak hanya melakukan ritual (beribadah) tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi didalam hati seseorang. Demikian beberapa problematika dan solusi yang dapat diulas. Dan sepenuhnya diyakini, di luar sana masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan agama Islam. Semoga para guru Pendidikan Agama Islam bisa sabar dan terus berjuang.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam Unisma Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES