Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Metode Penyucian dan Penyehatan Jiwa (An-Nafs)

Selasa, 10 Desember 2019 - 15:15 | 390.56k
Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam Unisma Malang
Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam Unisma Malang
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Al-Musdiy mengatakan, bahwa tazkiyatun nafs merupakan suatu jalan yang dapat mengantarkan jiwa menuju Allah dengan cara menyucikannya dari berbagai kemaksiatan, sehingga dapat mencapai derajat Ihsan. Tazkiyatun nafs juga merupakan salah satu ajaran penting dalam Islam. Bahkan salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk membimbing manusia meraih jiwa yang suci.

Tazkiyatun nafs adalah tugas terpenting para nabi dan rasul, dan menjadi tujuan orang-orang yang taqwa dan shaleh. Rasulullah Saw merupakan pemimpin para rasul sekaligus menjadi pemimpin dalam memperbaiki dan membersihkan jiwa. Sebagaimana Allah SWT menyebutkan dalam firman-Nya.

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (as-Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Adapun Raghib as-Sirjâni Mengatakan, bahwa tujuan Islam adalah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan tazkiyatun nafs melalui keimanan yang benar, mengenal Allah, amal shaleh, akhlak mulia, bukan hanya sekedar keyakinan dan berpangku tangan saja, tidak juga hanya mengharapkan syafa‘at dan perbuatan-perbuatan yang diluar kebiasaan saja. Inilah yang ingin ditunjukkan al-Qur’an, adanya ikatan antara iman dan amal, dalam seruannya untuk orang-orang yang beriman.

Ahmad Farid berpendapat, ’Orang yang mengharap ridha Allah dan hari akhirat pasti akan menaruh perhatian terhadap tazkiyatun nafs secara khusus. Di samping itu, Allah SWT telah mengaitkan kebahagiaan seseorang hamba dengan tazkiyatun nafs. Demikian itu dinyatakan dalam al-Qur’an dengan sebelas buah sumpah secara berturut-turut, yang tidak terdapat dimana masalah selain tazkiayatun nafs. Sebagaimana Firman Allah SWT:

“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, Demi bulan apabila mengiringinya, Demi siang apabila menampakkan cahayanya, Demi malam apabila menutupinya, Demi langit serta pembinaannya, Demi bumi serta penghamparannya, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Bertolak dari itulah Sa‘id Hawwa mengatakan, ‘Fardu ‘ain pertama yang menjadi kewajiban seorang Muslim, ialah harus mengetahui Islam secara global, mengimaninya serta mengucapkan dua kalimah syahadah. Fardhu ‘ain yang kedua yang menjadi kewajiban seorang muslim, ialah harus mengetahui secara detail ajaran Islam yang menjadi kewajiban taklifiyah yang harus ia lakukan. Dan fardhu ‘ain selanjutnya yang harus diketahui ialah; Tauhid, ibadah dan kebersihan jiwa.

Sementara itu konsep mensucikan jiwa ialah agar menjadi orang yang lebih baik sebagaimana yang telah dikenal dengan “tazkiyatun nafs”. Tazkiyatun nafs bermakna sebuah proses pensucian dari ruh yang jelek (nafs amârah dan nafs lawâmah) dari dalam diri seseorang menuju kebaikan dan ruh yang lebih baik (nafs mutmainah) dengan mengikuti dan mempraktikkan prinsip hukum islam (Syariah).

Dengan demikian, memahami hakikat tazkiyatun nafs dan bagaimana metode maupun konsep tazkiyatun nafs itu dengan benar sudah menjadi suatu kewajiban bagi setiap Insan. Nafsu pada dasarnya fitrah yang bisa menjadi baik atau buruk. Karena itu, nafsu harus dibentuk dan dibimbing agar tetap menjadi baik dan benar, yaitu dengan selalu mengikatkannya dengan seluruh syariat Allah dan Rasul-Nya.Inilah yang merupakan metode dalam pendidikan dan penyucian jiwa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Penyucian jiwa dari penyakit-penyakit dan kotoran-kotorannya merupakan implimentasi dari sabda Nabi Saw: “Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati.

Imam Ibnu Qayyim berkata: “Hati bisa sakit selayaknya badan sakit, dan obatnya adalah tobat dan menjaganya dari debu dan membersihkannya dengan dzikir, dan telanjang sebagaimana telanjangnya badan dan perhiasannya adalah takwa, lapar dan haus sebagaimana laparnya badan, dan makan serta minumannya adalah ma’rifatullah (mengetahui Allah), cinta kepada-Nya, tawakal dan mengembalikan sesuatu kepada Allah serta berbakti kepada-Nya.

Obat-obat hati yang ditunjukkan Imam Ibnul Qayyim tidak dapat dicapai, kecuali dengan melalui kesungguhan (mujaahadah) yang tinggi terhadap jiwa ini, diikuti dengan memerangi hawa nafsu dan setan, serta dunia dengan segala isinya, dari perhiasan dunia dan segala daya tariknya. Dan ini merupakan asal dari pendidikan jiwa, sebagaimana Allah Swt. berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.

Imam Ibnul Qayyim berkata, ketika Allah Swt mengaitkan hidayah dengan jihad dalam ayat di atas maknanya bahwa manusia yang paling sempurna hidayahnya adalah yang paling besar jihadnya. Dan jihad yang paling besar adalah jihad nafs (jihad menundukkan jiwa), jihad melawan nafsu syahwat, jihad melawan setan, dan jihad melawan dunia. Barang siapa yang berjihad dengan melawan keempat jihad ini karena Allah, niscaya Dia menunjukkan jalan-jalan ridha-Nya.

Setelah mujahadah yang tinggi terhadap penyucian jiwa ini dan sampai pada obat-obat yang mencegah penyakit-penyakit hati, tidak akan tampak indikasi-indikasi kesehatan, kecuali dengan berlaku benar, baik dalam kesendirian atau jauh dari pandangan manusia dan benar dihadapan manusia. Sebagaimana Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Benarkanlah apa yang ada dalam batinmu sebagaimana kamu ingin terlihat pada zahirmu”.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Kukuh Santoso, M.PdI, Dosen Fakultas Agama Islam Unisma Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES