Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Penyimpangan Dana Desa Tidak Berpenghuni Alias ”Desa Hantu”

Selasa, 10 Desember 2019 - 12:43 | 90.34k
Dinda Septiana, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma)
Dinda Septiana, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGADANYA penambahan desa baru dengan seiringnya meningkatkan alokasi dana desa dari tahun ke tahun. Munculnya desa baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak wajar, menyatakan bahwa di antara desa-desa baru tidak memiliki penduduk alias “Desa Hantu”. Desa hantu ini mendapatkan guyuran dana desa dari pemerintahan.

Dengan penyaluran program dana desa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan jika dilihat fakta program itu tersebut sudah berjalan dalam lima tahun terakhir, anggaran dana desa melonjak hingga tiga kali lipat di tahun 2015 sampai 2019. Dengan adanya keluhan yang disampaikan oleh Kemenkeu dan membuat kaget bagi para pejabat Menteri tentang adanya dana “Desa Hantu” yang tidak berpenghuni itu. Menurut saya dengan sistem yang tidak berjalan, fenomena desa tersebut semestinya sudah diketahui pada tahun-tahun yang lalu. Maka dari itu Kementerian keuangan melaksanakan sistem program evaluasi dana desa dari tingkat pusat maupun tingkat daerah. Karena adanya transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) makanya bermunculan desa-desa baru dan bahkan tidak ada penduduknya, perlu mendapatkan dana desa.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

UU No 6 Tahun 2014 tentang desa mengamanat bahwa pendapatan desa selain bersumber dari pendapatan asli desa juga dari alokasi APBN, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Jika mengacu kepada UU tersebut  tentang desa setidaknya ada tiga instansi pemerintah yang bermain dalam munculnya desa-desa hantu ini. Dengan adanya desa baru baik melalui pemekaran, maupun pembentukan baru tidak terlepas dari peranan kepala daerahnya, Bupati, maupun Walikota, karena inilah kepala daerah yang akan mengusulkan dalam pemekaran satu desa. Mulai dari penyusun formulasi dana desa yaitu Menteri Keuangan hingga Kementerian Desa (Kemendes), Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) sebagai formulasi evaluasi hingga Kementerian Dalam Negeri dalam program penyelenggaraan penanggung jawab pemerintahan desa.

Menurut Kemendes PDTT dan Kemendagri menyatakan dengan adanya desa yang tidak berpenghuni itu alias desa hantu menimbulkan pertanyaan. Dan sebagai pendistribusi dana desa maka pemerintah desa maupun pusat harus lebih meningkatkan dengan ada pengawasan. Dengan adanya oknum-oknum yang terdorong dan tergiur dengan besar dana desa yang digelontarkan oleh pemerintah pusat kepada desa dalam program pencepatan pembangunan desa. Dalam beberapa kasus bahwa dana desa banyak yang disalahgunakan meskipun pengguna dana desa tersebut pengawasan cukup ketat dengan melibatkan penegak hukum kejaksaan dan polri.

Akibat meningkatnya dana desa yang diterima oleh desa dan banyaknya desa-desa fiktif yang tidak berpenghuni bermunculan sehingga alokasi dana desa meningkat tajam. Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa jumlah desa yang ada di Indonesia memang terus meningkat dengan sepanjang kepemimpinan pemerintahan Presiden Jokowi Widodo dari tahun 2014-2018 mencapai 1.741 desa. Jika dibandingkan dengan kepemimpinan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari tahun 2011-2014 mencapai 3.581 pertumbuhan desa baru.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Orang yang sangat rentan untuk melakukan korupsi atau tergiur besarnya dana desa biasanya orang-orang yang sangat dekat atau terlibat langsung dalam pengelolaan kegiatan yang melibatkan sejumlah dana yang cukup besar. Dari beberapa kasus korupsi DD/ADD yang terjadi di Indonesia khususnya terlihat bahwa yang berpotensi besar sebagai pelaku tindak korupsi adalah para kepala desa dan aparat desa karena mereka memilik akses langsung dalam pengelolaan dana. Sebagaimana disebutkan di Permendagri nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa pasal 3 disebutkan bahwa Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. 

Dengan adanya hal tersebut sistem evaluasi dana desa kedepannya harus dijalankan dengan secara maksimal maupun tingkat pusat hingga tingkat daerah. Untuk itu melibatkan warga desa lebih pro-aktif dan diberikan kewenangan dalam pengawasan dan juga peningkatan penguatan lainnya diberikan kepada aparatur pemerintahan dan pengelolaan teknis yang terkait dengan keuangan desa. Termasuk penguatan sosialisasi dan melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa. Dan memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis Dinda Septiana, Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Islam Malang (Unisma)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES