Pemerintahan

Pemkab dan Ulama Bondowoso Sepakat Perangi Radikalisme

Rabu, 04 Desember 2019 - 12:20 | 75.91k
Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin saat memberikan sambutan di depan para ulama dan pimpinan Pondok Pesantren se-Kabupaten Bondowoso (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia).
Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin saat memberikan sambutan di depan para ulama dan pimpinan Pondok Pesantren se-Kabupaten Bondowoso (FOTO: Moh Bahri/TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Pemerintah Kabupaten Bondowoso dan ulama di Bondowoso, sepakat untuk bersinergi dalam memerangi paham radikalisme, yang selalu meresahkan masyarakat dan memecah belah kehidupan bangsa.

Komitmen tersebut, disampaikannya dalam acara Forum Silahturahmi Tomas, Toga dan Masyarakat dengan Forpimda Kabupaten Bondowoso, di Ponpes Al Falah, Desa Kajar, Kecamatan Tenggarang, Rabu (4/12/2019).

Hadir dalam silaturahmi antara pemerintah dan ulama kali ini, Bupati Salwa Arifin, Sekretaris Daerah Syaifullah, Ketua MUI Bondowoso KH Asy'ari Pasha, Dandim Letkol Inf Jadi, perwakilan Polres, dan seluruh ulama atau pimpinan pondok pesantren di Kabupaten Bondowoso.

Dalam sambutannya bupati Bondowoso KH Salwa, menyampaikan apresiasi atas peran para ulama dalam menjaga kondusifitas di Bumi Ki Ronggo, khususnya dalam mencegah masuknya aliran radikalisme.

“Dalam menjaga kondusifitas, tak kalah penting adalah bersama-sama, baik pemerintah, ulama dan masyarakat mencegah paham radikalisme agar tidak masuk ke Bondowoso,” katanya.

Dia berkomitmen, pemerintah daerah, bersama aparat keamanan, dalam hal ini TNI-Polri untuk terus menjaga daerah dari aliran yang dapat memecah belah bangsa.

“Tentu kami sebegagai pemerintah ada kekuatan Perda yang akan melarang (radikalisme). Ini harus bersinergi, baik anatara kiai, tokoh agama, dan masyarakat,” imbaunya.

Sementara itu, salah seorang ulama, KH Moh Hasan Abdul Mu’iz mengatakan, dirinya dan para ulama yang lain sepakat bahwa radikalisme itu tidak boleh.

Dijelaskannya juga, bahwa radikalisme itu tidak punya agama. Kalau kemudian ada legalisasi untuk radikalisme, berarti yang memberikan legalitas tidak punya agama.

“Termasuk juga terorisme, juga tidak punya agama, karena agama manapun tidak setuju terhadap kekerasan. Kan begitu,” jelasnya pada TIMES Indonesia.

Dia juga menyarankan, jika memang radikalisme itu bahaya, maka yang harus di potong adalah penyebabnya, atau di hulunya.

“Misalnya, kenapa orang bisa jadi radikal? Mencari penyebabnya itu jauh lebih penting ditelusuri dan diselesaikan. Sebelum kita menyelesaikan radikalisme sendiri. Kalau hanya dihilangkan penyakitnya, tanpa dicari penyebabnya maka akan kambuh lagi,” paparnya.

Menurutnya, persentase radikalisme di Bondowoso memang ada, tapi sangat kecil. Mengingat wilayah ini, masuk wilayah yang aman dan kondusif.

“Memang perlu diantisipasi, tetapi tidak harus diblow up sedemikian rupa. Karena membesarkan-besarkan yang kecil itu tidak bijaksana,” sambungnya.

Ulama pengasuh Pondok Pesantren, Al Maliki Koncer Bondowoso ini, juga mengimbau kepada masyarakat bahwa Islam dan agama yang lain tak membenarkan radikalisme. “Itu bukan ajaran Agama Islam dan bukan pula ajaran agama yang lain,” tegasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Bondowoso

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES