Pendidikan

Cerita Perintis Sekolah Aman Bencana Rumuskan Tiga Pilar Pengaman

Selasa, 19 November 2019 - 15:36 | 88.28k
Perintis sekolah aman bencana yang juga aktivis satuan Pendidikan Aman Bencana Kabupaten Magelang ditemui di Yogyakarta, Selasa (19/11/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)
Perintis sekolah aman bencana yang juga aktivis satuan Pendidikan Aman Bencana Kabupaten Magelang ditemui di Yogyakarta, Selasa (19/11/2019). (FOTO: Istimewa/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sekolah seharusnya menjadi tempat nyaman dan aman bagi generasi masa depan merajut cita - citanya. Maka sekolah pun harus dirancang seaman mungkin oleh para pelaku pendidikan karena bencana kadang datang tidak dapat diduga.

"Ada tiga pilar utama untuk membentuk sekolah aman bencana yang harus dipedomani," ujar Bangun Sutoto, perintis sekolah aman bencana yang juga aktivis satuan Pendidikan Aman Bencana Kabupaten Magelang ditemui di Yogyakarta, Selasa (19/11/2019).

Bangun membeberkan pilar pertama sekolah aman bencana itu adalah fasilitas yang mendukung aman bencana.

Data menunjukkan banyak fasilitas sekolah yang rentan terhadap bencana, sekolah dibangun tanpa mempertimbangkan faktor keamanan terhadap bencana. Ketika sekolah sudah berdiri seperti sekarang ini untuk melakukan perbaikan gedung tentu memakan dana yang tidak sedikit. Karenanya yang bisa dilakukan adalah memperbaiki hal-hal kecil seperti meja kursi yang aman, tempat almari, pintu dan lain - lain agar anak - anak aman dalam bersekolah. 

Pilar kedua manajemen sekolah aman bencana. Sekolah adalah tempat terlama setelah rumah bagi anak-anak menghabiskan waktu. Ketika terjadi bencana dan mereka berada di sekolah maka menjadi tanggung jawab sekolah untuk melakukan penyelamatan. Karenanya kepala sekolah, guru dan warga sekolah harus paham apa yang harus dilakukan.

"Harus mulai disusun panduan-panduan atau SOP oleh sekolah untuk melakukan sosialisasi hingga melakukan kegiatan simulasi secara berkala. Manajemen sekolah aman bencana pada akhirnya dapat menjadi budaya dan membentuk karakter warga sekolah dalam menghadapi bencana," ujarnya.

Pilar ketiga yakni kurikulum. Pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah sudah selayaknya masuk dalam kurikulum pembelajaran di kelas, tentu tidak dengan memunculkan mata pelajaran baru, akan tetapi terintegrasi melalui mata pelajaran yang sudah ada. Misalkan mata pelajaran IPS, IPA, Agama dan mata pelajaran yang lainnya. 

Guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kebencanaan agar mampu mengkaitkan mata pelajaran yang diajarkan dengan kejadian bencana. Pengintegrasian pemahaman kebencanaan ke dalam mata pelajaran penting agar siswa tidak terbebani dengan materi baru.

Bangun tak menampik pengalamannya dalam merancang dan merumuskan konsep pendidikan sekolah aman bencana melihat kampung halamannya sendiri. 

"Kebetulan wilayah kampung saya memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi baik bencana alam maupun bencana akibat aktifitas manusia. Saya tergerak untuk menjadi bagian aktif dalam program ini," ujar Bangun.

Sosok lelaki kelahiran desa Sidoagung, Tempuran , Kabupaten magelang 41 tahun silam ini melihat wilayah kampungnya adalah wilayah rawan gempa vulkanik gunung merapi, puting beliung dan banjir lahar dingin Merapi. Sedangkan bencana akibat aktifitas manuasia adalah bahaya bencana kebakaran dan polusi udara karena banyaknya pabrik yang berada di sekitaran permukiman.

Alumus Ilmu Pemerintahan, Fakuktas Ilmu Social dan Ilmu Politik UGM ini pun sejaj rampung bangku kuliah akhirnya lebih banyak berkecimpung untuk mengabdikan diri memberdayakan masyarakat di desanya. 

Terlahir dari seorang ayah yang berprofesi sebagai seorang guru terkenal di daerahnya, Bangun sendiri bertekad meneruskan cita cita almarhum ayahnya yang ingin kehidupan masyarakat desanya mandiri. "Jika masyarakat cerdas dalam hal apapun maka kemajuan akan segera terwujud," ujarnya. Termasuk dalam hal mencerdaskan masyarakat untuk selalu mengenali lingkungannya baik potensi maupun bahayanya.

Selain aktif dalam satuan Pendidikan Aman Bencana Kabupaten Magelang, Bangun juga aktif menjadi aktivis lingkungan terutama dalam hal pengawasan pabrik pabrik yang diindikasikan melakukan pencemaran lingkungan. 

Dirinya selalu melakukan pemantauan dan memberikan laporan terkait dengan aktifitas pabrik. Dia berharap kehadiran pabrik pabrik di daerahnya itu membawa kemanfaatan bagi masyarakat desa bukan menjadi malapetakan  bagi desa. Setiap pabrik yang akan dan sudah beroperasi harus tetap mengikuti prosedur pemeriksaan AMDAL. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES