Gaya Hidup

The Luntas Pentaskan Lakon Alap-alap Simokerto di Hadapan Putra Letnan Achijat

Kamis, 14 November 2019 - 08:35 | 202.62k
Aksi ludruk Ipoell dan Robert Bayonet The Luntas dalam lakon Alap-alap Simokerto di Warung Mbah Cokro, Prapen, Surabaya. Mereka secara khusus mendapat kesempatan tampil di hadapan putra Letnan Achijat serta beberapa putra pejuang, Rabu (13/11/2019). (FOTO
Aksi ludruk Ipoell dan Robert Bayonet The Luntas dalam lakon Alap-alap Simokerto di Warung Mbah Cokro, Prapen, Surabaya. Mereka secara khusus mendapat kesempatan tampil di hadapan putra Letnan Achijat serta beberapa putra pejuang, Rabu (13/11/2019). (FOTO

TIMESINDONESIA, SURABAYAThe Luntas mendapat kehormatan mementaskan ludruk dengan lakon Alap-alap Simokerto di hadapan putra Letnan Achijat, salah satu tokoh pertempuran 10 November 1945. Momen istimewa ini sekaligus dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di Warung Mbah Cokro, Prapen, Surabaya, Rabu (13/11/2019) malam.

Alap-alap Simokerto adalah legenda heroik yang populer di kalangan masyarakat Kota Pahlawan. Letnan Achijat sendiri dikenal sebagai pasukan Alap-alap Simokerto. 

Nama Letnan Achijat justru moncer setelah 50 tahun peristiwa itu terjadi. Karena ia harus menyembunyikan identitasnya agar tidak menjadi incaran peradilan kejahatan perang atas tewasnya Brigjend Mallaby sebagai pemicu pertempuran 10 November.

Meskipun hingga saat ini hal tersebut masih menjadi misteri. Lantaran, anggota Laskar Hizbullah itu tidak pernah mengakuinya secara terbuka bahkan hingga saat tutup usia pada tahun 1976 (48 tahun).

Beberapa dokumen Inggris menyatakan jika pelaku penembakan Mallaby adalah sniper berusia 16-17 tahun. Letnan Achijat pada waktu tersebut berusia 17 tahun. Ia juga seorang sniper handal. Namun ada juga yang mengaku pelaku berusia di atas 30 tahun.

Kebenaran fakta sejarah itu masih menjadi misteri hingga kini. Karena Letnan Achijat seolah menutup rapat perjuangannya hingga akhir hayat.

Namun tabir yang ditutup erat oleh pria yang jasadnya terkubur di Taman Makam Pahlawan Ngagel, Surabaya itu mulai terkuak. Namanya disejajarkan dengan Bung Tomo dan Muhammad Mangoendiprojo, tokoh Jawa Timur yang berjasa dalam revolusi di Surabaya. 

Edisi-Kamis-14-November-2019-ludruk.jpg

Melalui dokumen dan catatan sejarah, Akbar Achijat, putra sang letnan, menulis buku berjudul Moch Achijat : Alap - Alap Simokerto: Sosok Misterius di Balik Kematian Brigjen Mallaby? 

Dalam kesempatan ini, Akbar Achijat mencoba menguak nilai kepahlawanan ayahanda tercinta dengan cara sederhana melalui pementasan ludruk yang dimainkan oleh The Luntas.

Akbar mengaku untuk pertama kalinya ia memperingati Hari Pahlawan secara sederhana dan merakyat. Banyak hal ingin ia sampaikan, bahwa ada satu peristiwa yang terputus pada Hari Pahlawan ini, tentang perjuangan Letnan Achijat.

"Meskipun sederhana yang penting nilainya. Saya ingin menyampaikan pesan pentingnya memperingati Hari Pahlawan," kata pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut. 

Ludruk, menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan moral kepada millenial agar mengetahui jika Hari Pahlawan memiliki peran sangat penting.

"Karena ludruk juga menceritakan sejarah dengan cara yang lucu agar lebih komunikatif," tambahnya.

Menurutnya, pertempuran 10 November merupakan tonggak sejarah besar dalam menumpas penjajahan. Sehingga berhasil memukul mundur tentara sekutu.

Dalam kesempatan yang sama, Ipoell dan Robert Bayonet duo personel The Luntas, merasa terhormat memperoleh kesempatan bermain lakon tersebut di hadapan putra pejuang. Ia menilai jika itu belum sebanding dengan jasa-jasa Letnan Achijat terhadap Tanah Air. Tidak hanya putra sang letnan, namun pementasan juga disaksikan cucu WR Soepratman dan keluarga Bung Tomo.

"Sebuah apresiasi luar biasa dari keluarga besar Pahlawan kita," kata Ipoell.

Ia berterima kasih sudah diperkenankan menceritakan lagi kisah perjuangan sebagai bentuk penghormatan atas jasa pahlawan.

Lakon ini merupakan momen perdana dalam ludruk yang mereka tampilkan. Setelah sebelumnya pernah ditampilkan secara kolosal.

Memang, The Luntas melakukan beberapa penyegaran agar tidak ketinggalan zaman. Antara lain kemasan modernisasi tanpa meninggalkan pakem ludruk itu sendiri. Pakem tersebut meliputi Remo, Jula Juli, lawak dan bercerita.

"Kita mengemasnya agar tetap dapat dinikmati dengan modernisasi, salah satunya kita hadirkan sound effect dan komedi tanpa meninggalkan pakem ludruk yang ada," katanya usai pementasan ludruk Letnan Achijat, Alap-alap Simokerto.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES