Kopi TIMES

Darurat Sampah, dari Musibah Jadi Barokah

Senin, 21 Oktober 2019 - 23:30 | 197.41k
Azzahra Husna Faridah, Mahasiwa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Azzahra Husna Faridah, Mahasiwa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

TIMESINDONESIA, SOLO – Kongres Sampah baru aja berakhir. Berlangsung 12-13 Oktober 2019, kongres itu bertujuan melahirkan sistematika proses dinamika persampahan. Mulai dari hulu sampai hilir, dari produksi sampah hingga pemanfaatannya.

Kata kuncinya sampah harus bermanfaat bagi kehidupan. Bukan sebaliknya, sampah jadi problem masyarakat mulai dari polusi, menyebabkan berbagai penyakit sampai pada problem lingkungan yang lebih luas.

Masih terngiang dalam ingatan kita peristiwa beberapa tahun silam tentang matinya hewan laut langka karena memakan sampah. Sungguh tragis. Senin (19/11/2018), seekor ikan paus jenis sprema sepanjang 9,5 meter ditemukan terdampar dalam keadaan mati di perairan Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara karena menelan sampah.

Hasil identifikasi tim dari Akademi Perikanan dan Kelautan Wakatobi menemukan sampah di dalam perut ikan paus tersebut. Terdiri atas sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong). Jika ditotal, sampah yang ada dalam perut ikan paus tersebut sebanyak 5,9 kilogram.

Kongres Sampah yang dilaksanakan di Jateng, tepatnya di Tuntang, Kabupaten Semarang, diikuti sekitar 1000 peserta dari berbagai kalangan. Seperti pengusaha, pemerintah, masyarakat, akademisi, aktivis, hingga pemulung.

Kongres Sampah menghasilkan empat rekomendasi soal edukasi persampahan terutama soal pemilahan, alat angkut, fasilitas termasuk TPA dan dukungan anggaran dari pemerintah. Kongres Sampah diharapkan menjadi virus positif, yang akan menyebar ke seluruh masyarakat dan masalah sampah dapat ditanggulangi. Khususnya mereduksi atau pengurangan sampah atau diet sampah. Jika semua sampah hanya ditumpuk di TPA dan tidak didaur ulang, kita tidak tahu sampah itu dikemanakan dan apa akibatnya bagi lingkungan kehidupan.

Masalah penanggulangan sampah sedang menjadi isu hangat di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai persoalan sampah sudah sangat meresahkan.

Berdasarkan studi yang dirilis oleh McKinsey and Co dan Ocean Conservancy menempatkan Indonesia masuk dalam peringkat kedua di dunia sebagai negara penghasil sampah plastik terbanyak setelah Cina.

Sampah sebenarnya tidak berbahaya. Sampah akan berbahaya apabila keberadaannya tidak dikelola dengan baik sesuai dengan tempatnya. Karena itu kebijakan pemerintah perlu memperhatikan pengelolaan sampah untuk menuju Indonesia Bersih Sampah 2025 yang sedang gencar-gencarnya dikampanyekan.

Jumlah sampah di Jateng sendiri saat ini pertahun mencapai 5,7 juta ton  atau 15.671 ton perhari. Sementara untuk mengatasi jumlah tersebut, Jawa Tengah memiliki kekuatan 1.562 Bank Sampah, 144 TPA 3R dan 542 Rumah Rosok yang bisa mengurangi 267.861 ton  atau hanya 4,71% .

Di tingkat nasional, total sampah kita mencapai 67 juta ton per tahun. Sampah organik dan plastik masih mendominasi dengan persentase 60% untuk organik dan 15% untuk plastik. Hanya ada 9.550 kolaborator yang menangani pengurangannya.

Bahkan berdasarkan data The World Bank tahun 2018, bahwa 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut sekitar 12,7 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton.

Permasalahan tentang sampah adalah masalah menurunnya solidaritas sosial. Pengetahuan dan nilai-nilai budaya perlu ditanamkan untuk meningkatkan kesadaran pemilahan sampah dari komunitas masyarakat terkecil, dunia usaha, industri hingga instansi pemerintah.

Diperlukan edukasi atau kampanye khusus untuk menanggulangi masalah sampah yang harus dilakukan oleh semua kalangan. Juga perubahan gaya hidup masyarakat untuk mengatasi permasalahan sampah dengan melakukan 3R, Reduce, Reuse dan Recycle.

Masalah sampah bukan hanya tanggung jawab satu orang saja, melainkan seluruh elemen masyarakat yang ada di daerah-daerah. Jika masalah ini tidak terkendali, tidak menutup kemungkinan sampah semakin menumpuk. Sehingga, kita harus berubah agar bersih dari sampah. Menuju kehidupan yang lebih baik dan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Dunia ini akan terasa nyaman bila produksi sampah bisa dikurangi dan didaur ulang. Pada gilirannya mampu mengubah paradigma dari sampah sebagai musibah menjadi barokah. Semoga....

*) Penulis: Azzahra Husna Faridah, Mahasiwa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES