Pendidikan

RS Akademik UGM Gelar Seminar Psikoedukasi Penyakit DMD dan BMD

Minggu, 08 September 2019 - 12:52 | 140.96k
Suasana seminar psiko edukasi dan tata laksana rehabilitative penyakit DMD/BMD yang digelar oleh RS Akademik UGM, Sabtu (7/9/2019). (FOTO: Ahmad Tulung/TIMES Indonesia)
Suasana seminar psiko edukasi dan tata laksana rehabilitative penyakit DMD/BMD yang digelar oleh RS Akademik UGM, Sabtu (7/9/2019). (FOTO: Ahmad Tulung/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Rumah Sakit (RS) Akademik Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar seminar psiko edukasi dan tata laksana rehabilitative penyakit DMD/BMD, Sabtu (7/9/2019). Acara ini terselenggara bekerjasama dengan Academic Health System (AHS) UGM dan Pokja Genetik FK-KMK UGM.

Pada acara ini, panitia mengundang pasien DMD/BMD beserta keluarganya untuk sharing ilmu dan motivasi bagi sesama penderita maupun masyarakat luas.

Selain itu, seminar ini sekaligus meresmikan pembentukan komunitas DMD/BMD di Indnesia.

Direktur Utama RS Akademik UGM, dr. Arief Budiyanto, Ph.D, Sp.KK (K) mengatakan, seminar serta peresmian komunitas DMD ini diharapkan sebagai wadah saling bersosialisasi, lebih dikenal dunia dan sarana komunikasi. Kemudian, sharing informasi dan pengalaman antara dokter dengan orangtua pasien, serta antara orangtua pasien dalam mendukung manajemen terapi pasien DMD/BMD. Edukasi mengenai penyakit DMD/BMD perlu secara kontinyu dipaparkan.

“Terapi genetik pada DMD dengan mutasi tertentu saat ini sudah di acc oleh FDA dan EMA, lembaga BPOM AS dan Eropa,” terang Arief

Menurutnya, penyakit distrofi otot duchenne dan Becker (Duchenne Muscular Dystrophy-DMD dan Backer Muscular Dystrophy-BMD) merupakan penyakit otot turunan yang tersering, mempengaruhi 1 per 3.500 kelahiran bayi laki-laki. Tanpa penanganan yang baik, pasien akan meninggal akibat gagal napas atau gagal jantung pada dekade kedua. Serangan DMD dimulai ketika anak berusia 3-5 tahun.

Founder Yayasan Peduli Distrofi Muskular Indonesia, Prof. dr. Sunartini, Ph.D, Sp.A (K) mengatakan, misi dari yayasan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari keluarga serta masyarakat tentang DMD kemudian muskular distrofi pada umumnya. Kemudian, yang penting adalah pemberdayaan dari keluarga dan masyarakat termasuk profesional karena melibatkan banyak profesi tidak hanya medis, perawat, guru, dan pekerja sosial. Jadi banyak sekali yang terlibat di situ.

Selain itu, saat ini kita ketahui usia untuk harapan hidup dari DMD sekitar 18 – 20 tahun dengan terapi kortikosteroid itu mulai sampai 25 tahun. Dan nanti dengan sinterapi itu kita berharap dari DMD bisa menjadi BMD.

“Kalau BMD itu usia harapan hidupnya itu bisa sampai 40 tahun bahkan yang terakhir dengan sinterapi sampai 60 tahun. Oleh karena itu yang kita harapkan supaya mereka kualitas hidupnya bisa lebih baik,” kata Sunartini dalam konferensi pers seminar psiko edukasi dan tata laksana rehabilitative penyakit DMD/BMD di Aula Gedung Kresna RS Akademik UGM.

Ia menambahkan, awalnya penyakit DMD ditandai dengan kelemahan otot yang progresif sejak balita. Sebelum usia 12 tahun penderita sering kehilangan kemampuan berjalannya. Sedangkat penyakit BMD lebih lambat progresif penyakitnya dibanding DMD.

“Pasien masih mampu berjalan hingga usia lebih dari 16 tahun dan bahkan dapat menjalani kehidupan yang normal,” tutur Sunartini

Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan RSA UGM, Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K) menjelaskan, dalam melayani beberapa pasien muskular distrofi di RS Dr. Sardjito, pada awalnya keluarga sulit menerima dan kami juga tidak mudah memberikan mengenai penyakitnya maupun kemungkinan-kemungkinanya dimasa yang akan datang. Jadi ini butuh waktu untuk bisa menerima dari keluarganya sampai kita menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

“Pengetahuan mengenai penyakit dan pemeriksaan belum banyak dimengerti masyarakat Indonesia, khususnya pasien dan keluarga yang dicurigai menderita DMD/BMD. Pemeriksaan mutasi gen distrofi, tatalaksana yang sesuai serta pengembangan penerapan terapi target diharpakan mampu memperpanjang harapan hidup pasien,” terang Elisabeth

Maxime Arras Pasien DMD yang medapat terapi genetik menuturkan untuk menajalani hidup ini prinsipnya tetap hidup positif, bisa ajak teman jalan-jalan. “Walaupun saya sakit tapi saya ingin mencapai cita-cita saya, saya tetap ingin jalan-jalan, tetap ingin berenang dan tetap ingin hidup bahagia,” tutur mahasiswa S1 Ekonomi Belgia ini.

Sementara itu, Fahmi Husaen Pasien DMD Mahasiswa Sekolah Vokasi UGM menyatakan apa yang Tuhan berikan kepada kita, dalam kondisi seperti apapun itu kita harus syukuri. “Dalam hidup ini saya ingin memiliki tujuan dan mimpi yang kuat, karena itu saya akan lakukan semuanya supaya mimpi itu bisa tercapai. ” kata Fahmi Mahasiswa S1 Teknik Komputer UGM.

“Peran keluarga sangat penting dalam mendukung dan membantu penderita DMD/BMD dalam menjalankan aktifitas sehari-hari serta meningkatkan kemampuan pasien dan mengurangi beban psikologis keluarga. Peningkatan pengetahuan orangtua dan keluarga tentang penyakit ini akan sangat mendukung peningkatan manajemen terapi,” kata Sunartini Founder Yayasan Peduli Distrofi Muskular Indonesia saat menghadiri seminar psiko edukasi dan tata laksana rehabilitative penyakit DMD/BMD yang digelar oleh RS Akademik UGM. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES