Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Kebangkitan dan Pergerakan NU

Jumat, 30 Agustus 2019 - 14:33 | 735.04k
Husain Latuconsina, Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Alumni PKPNU Segmen Perguruan Tinggi Angkatan XVIII. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)
Husain Latuconsina, Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Alumni PKPNU Segmen Perguruan Tinggi Angkatan XVIII. (Grafis: Dena/TIMES Indonesia)
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – “Siapa yang mau mengurusi NU, aku anggap sebagai santriku, siapa yang jadi santriku maka aku do’akan husnul khatimah beserta keluarganya (Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari)”.

Tepatnya pada 22 - 24 Dzulhijjah 1440 Hijriah (23 – 25 Agustus 2019), di Gedung Usman Mansyur-Universitas Islam Malang (UNISMA) telah diselenggarakan Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) Segmen Perguruan Tinggi Angkatan XVIII. Pemateri utama yang langsung didadatangkan dari PBNU yaitu : Abdul Mun’im DZ,  Enceng Shobirin Najd, Adnan Anwar dan Hernowo. PKPNU dilaksanakan untuk menggerakkan kader NU agar dapat mengembangkan semangat juang mereka untuk menjalankan khittah NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Kegiatan PKPNU memiliki tujuan khusus untuk memberikan wawasan pengetahuan yang mendalam tentang Ahlusunnah Waljama’ah (ASWAJA), keorganisasian, wawasan global, spritual, serta penguatan tentang maraknya bahaya radikalisme, fundamentalisme dan aliran-aliran lainnya yang dapat membahayakan keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Potensi Meng-NU-kan Indonesia dan Meng-Indonesiakan-NU

Nahdlatul Ulama (NU) adalah jam’iyyah (organisasi keagamaan), wadah bagi para ulama dan para pengikutnya, yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. NU didirikan atas dasar kesadaran dan keinsafan bahwa setiap manusia dapat memenuhi kebutuhannya saar hidup bermasyarakat. NU didirikan dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan ASWAJA dengan menganut salah satu dari empat madzab, yaitu: Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali serta mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya. Selain itu juga melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia.

Berdasarkan tujuan pendirian NU tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa NU adalah bentuk institusionalisasi ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah (ASWAJA) dan menjadi gerakan keagamaan yang bertujuan ikut membangun insan dan masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil, dan sejahtera. NU bergerak mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas NU. Inilah yang kemudian disebut sebagai Khittah NU yang merupakan landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Basis masa NU pada saat ini bukan hanya diisi oleh kalangan pesantren, namun juga diisi oleh para politisi, akademisi, pelajar, mahasiswa, aktivitas LSM, dokter, aparatur sipil negara, pegawai swasta, petani, nelayan, pedagang dan sebagainya. Menurut Survei Alvara Research Center yang mengestimasi jumlah warga NU pada tahun 2016 melalui Survei nasional bertajuk “Keberagaman Muslim di Indonesia”. Mendapatkan fakta bahwa penduduk muslim di Indonesia 50,3% (79,04 juta jiwa) mengaku berafiliasi dengan NU dan sisanya tersebar ke ormas-ormas Islam yang lainnya, dan ada juga yang tidak berafiliasi dengan ormas Islam manapun. Dari sisi keanggotaan sebanyak 36% (57,33 juta jiwa) mengaku menjadi anggota/kader NU (NU struktural) dan siasanya adalah NU Kultural. Berdasarkan fakta ini, maka NU memiliki kader potensial besar namun fakta lainnya ternyata dari 79.04 juta jiwa masyarakat yang terafiliasi dengan NU (NU kultural) 79,8%-nya adalah penduduk yang tinggal di pulau Jawa, dan dari 57,33 juta jiwa yang mengaku sebagai anggota NU (NU struktural) 86,4%-nya adalah penduduk yang tinggal di pulau Jawa, dan sisanya tersebar di pulau-pulau lainnya di Indonesia.

Potensi masa yang besar ini seharusnya menjadikan NU semakin berkembang luas dan diterima masyarakat di seluruh wilayah Indonesia (meng-NU-kan Indonesia) melalui sistem pengkaderan kuat yang terstruktur serta tersistematis agar mampu menghasilkan kader-kader yang militan dan faham akan khittah NU, sehingga NU semakin membumi dan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan karena NU dengan empat sikap dasar yaitu : Sikap tawassuth, Tasamuh, Tawazun, serta Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan modal penting untuk lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang multikultural.

Tawassuth berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, tidak esktirm (baik ke kanan maupun ke kiri). NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang ekstrim. Tasamuh adalah sikap yang lemah lembut dan saling pemaaf serta merupakan akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang diajarkan oleh ajaran Islam. Tawazun adalah sikap seimbang atau adil dalam menghadapi suatu persoalan. dan  Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat.

Empat sikap (Tawassuth, Tasamuh, Tawazun, serta Amar ma’ruf dan Nahi Munkar) yang dijelaskan tersebut tentunya menjadi modal dasar yang sangat potensial untuk menyebrakan NU secara luas di seluruh wilayah Indonesia (Meng-Indonesia-kan NU), sehingga kedepannya NU menjadi dominan di seluruh wilayah Indonesia. 

Peran dan Tantangan Nahdlatul Ulama

Sejak didirikan, NU selalu mengalami pergulatan panjang dan bersentuhan dengan realitias soasial politik di Indonesia. Tidaklah dipungkiri jika membicarakan Indonesia maka tidak bisa dipisahkan dari NU, karena NU turut serta dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui penolakan terhadap kedatangan pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris dengan membawa pasukan NICA (Netherland Indies Civil Administration). Hal ini dibuktikan dengan seruan Jihad pada 14 September 1945 oleh Hadratussaikh KH Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa membela tanah air melawan penjajah hukumnya farldu ain, dan umat Islam yang meninggal dalam perjuangn tersebut adalah mati syahid. Fatwa ini kemudian disusul oleh Nahdlatul Ulama dengan mengeluarkan Resolusi Jihad di Surabaya pada 22 Oktober 1945 dan di Purwakerto pada 29 Maret 1946 dan puncaknya adalah terjadi pertempuran 10 November antara pasukan Sekutu dengan Rakyat Indonesia di Surabaya. Seruan Jihad ini adalah Upaya NU untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru ‘seumur jagung’ sejak diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

NU jugalah yang turut merumuskan Pancasila sebagai Ideologi Negara, di mana salah satu dari Tim 9 perumus Dasar Negara adalah KH .Wahid Hasyim putra dari Hadratussaikh KH Hasyim Asy’ari. Sebelumnya sesuai salah satu poin Piagam Jakarta (cikal bakal Pancasila) yaitu “Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”, sempat mendapatkan penolakan berdasarkan aspirasi dari rakyat Indonesia Timur yang mengancam akan memisahkan diri dari Indonesia jika poin tersebut tidak diubah esensinya. Akhirnya setelah direformulasikan, maka disepakati menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang lebih akomodatif. Tokoh ulama NU yang berperan menegaskan konsep Ketuhanan yang akomodatif itu adalah KH Wahid Hasyim. “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan konsep tauhid dalam ajaran Islam, sehingga tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menolak konsep tersebut dalam Pancasila. Artinya dengan konsep tersebut, umat Islam di Indonesia berhak menjalankan keyakinan agamanya tanpa mendisrkiminasikan keyakinan agama lain.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

 Memasuki masa rezim Orde Baru yang ditandai dengan runtuhnya Rezim Orde Lama. Selama 32 Tahun Rezim Orde Baru berkuasa NU selalu dianaktirikan dan secara perlahan dimatikan pergerakannya, karena NU memilih lebih memilih sebagai “sosial kontrol” terhadap rezim Orde Baru. Atas sikapnya ini menyebabkan NU secara signifikan tidak berkembang pesat jika dibandingkan dengan ormas Islam lainnya, dan meskipun berdampak terhadap merosotnya militansi para kader dengan berbagai alasan namun sampai kini NU masih tetap eksis.

 Memasuki Paca Reformasi yang ditandai dengan runtuhnya Rezim Orde Baru, menjadi era kebebasan berekspresi bagi masyarakat dan kelompok masyarakat dalam berorganisasi, malah menjadi efek yang berpotensi menurunkan militansi kader NU dari berbagai kalangan. KH. Hasyim Muzadi (Alm.) (Ketua PBNU 1999-2010) merasakan kegelisahan militansi ber-NU semakin memudar utamanya pasca reformasi, di mana Era Reformasi sebagai simbol kebebasan berpendapat dan berserikat, telah memberikan ruang berdirinya berbagai ormas Islam yang berhaluan kiri (Islam liberal) dan kanan (Islam garis keras). Militansi berorganisasi mereka cukup mempengaruhi eksistensi NU, karena pada saat yang sama NU sebagai organisasi pendahulu sekaligus pendiri republik cenderung pasif-defensif akibat dianaktirikan oleh Rezim Ode Baru. Kenyataan ini menimbulkan banyak warga NU yang ikut ke organisasi mereka ketimbang mengajak mereka untuk bergabung dengan NU.

PKPNU dan Upaya Kebangkitan Nahdlatul Ulama

Keberadaan Nahdlatul Ulama turut membantu Indonesia dalam meraih kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan hingga kini. Meskipun demikian merawat dan mengembangkan NU membutuhkan militansi yang kuat dari para kader untuk terus bergerak mengembangkan potensi organiasi agar turut membantu bangsa dan negara dalam mengatasi berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang semakin kompleks.

PKPNU menjadi “Panacea” bagi pengembangan NU ditengah-tengah merosotnya militansi kader dan semakin maraknya perkembanan ormas-ormas Islam yang radikal dengan militansi yang kuat dan membawa ideologi dari luar yang justru bertentangan dengan semangat kehidupan berbangsa dan berbegara sesuai Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Berlatar belakang fenomena ini, maka PKPNU menjadi wajib diikuti oleh seluruh kader NU karena kegiatan ini merupakan suatu langkah konkret untuk melahirkan kader-kader NU yang militan, berkualitas, profesional dan memahami tata kelola organisasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan NU dapat semakin berkembang yang memiliki daya saing dan daya guna bagi kepentingan kader maupun masyarakat secara umumu. Adapun target utama PKPNU adalah agar para peserta mampu menghidupkan dan mengurus organisasi NU di wilayahnya masing-masing secara mandiri dan profesional.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Kegiatan PKPNU Segmen Perguruan Tinggi Angkatan XVIII pada Universitas Islam Malang seperti umumnya kegiatan PKPNU, peserta mewakii masing-masing fakultas secara simbolis diberikan bibit pohon Sawo sebagai simbol pergerakan. Dengan menanam dan merawat pohon Sawo diharapkan kader NU yang telah mengikuti PKPNU semakin aktif bergerak mengembangkan NU. Pohon Sawo sebagai simbol pergerakan adalah upaya membangkitkan kembali memori kolektif masyarakat Islam di pulau Jawa akan perjuangan Pangeran Diponegoro yang dikenal sebagai santri dan ulama di zamannya. Pohon sawo digunakan sebagai ‘perlambang’ (isyarat) dari perintah untuk taat meluruskan shaf ketika hendak shalat: sawwu shufufakum (luruskan shafmu)’. Inilah yang menginsipirasi PBNU untuk membangkitkan pergerakan kader melalui kegiatan PKPNU. Sehingga diharapkan semangat juang dan militansi kader akan semakin kuat dan meluruskan barisan untuk terus bergerak maju agar eksistensi NU dapat dipertahankan demi mewujudkan masyarakat yang beradab dan turut berkontribui positif dalam menjaga Negra Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila sebagai Ideologi negara dari berbagai bahaya laten yang mengancam eksistensinya.

NU dan NKRI dengan Ideologi Pancasila adalah entitas yang tidak bisa terpisahkan, dengan merawat NU dan meningkatkan militansi kader NU, maka NKRI dan Pancasila akan tetap Jaya. Melalui penyelenggaraan PKPNU yang massif di seluruh wilayah NKRI, diharapkan NU lebih tersebar luas dan merata serta diterima di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali (Meng-NU-kan Indonesia) sehingga kedepannya NU benar-benar menjadi organisasi keagamaan yang mendominasi pola pikir dan pola tindak masyarakat Indonesia yang identik dengan empat sikap dasar (tawassuth, Tasamuh, Tawazun, serta Amar ma’ruf dan nahi munkar) sebagai modal dalasar untuk Meng-Indonesia-kan NU karena sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang multikultural.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*)Penulis : Husain Latuconsina, Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Alumni PKPNU Segmen Perguruan Tinggi Angkatan XVIII.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES