Kopi TIMES

Pendidikan dan Era Disruptif

Senin, 05 November 2018 - 01:14 | 277.69k
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (Grafis: TIMES Indonesia)
Muhammad Yunus. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang (Grafis: TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGPENDIDIKAN merupakan kunci segalanya. Pendidikan adalah esensi memanusiakan manusia. Artinya adalah segala entitas yang ada pada diri manusia harus dikembangkan secara terus menerus melalui pendidikan baik melalui pendidikan yang sifatnya formal seperti sekolah ataupun pendidikan jalur lainnya seperti non-formal dan informal.

Intinya entitas yang dikembangkan meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Apapun nama pendidikannya selama tiga domain itu dikembangkan maka akan mampu mengantarkan manusia menjadi manusia sebagaimana maksud dan tujuan penciptaan manusia itu sendiri; sebagai seorang hamba dan khalifatul fir ardh.

Bagaimana dengan era disruptif? Era yang seringkali dimaknai merusak, menggerus, dan merubah segalanya. Era yang ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi yang sangat masif. Era dimana yang menguasai teknologi mampu menguasai segalanya. Pemilik perusahaan bukan lagi milik mereka yang punya modal besar.

Lihat saja misalnya pemilik perusahaan taksi terbesar dunia tidak lagi memiliki mobil taksi yang parkir digarasi perusahaannya, melainkan mereka yang membuat aplikasi yang menghubungkan koneksi satu dengan lainnya sehingga semuanya dioperasikan secara virtual. Era ini disebut merusak karena perusahaan-perusahaan besar yang manajemen begitu mapan tergerus bahkan bangkrut tidak bisa melanjutkan perusahaannya, lihat saja Kodak dan Nokia. Namanya begitu terkenal pada eranya namun saat ini sudah tidak lagi dipakai. 

Apakah pendidikan akan senasib dengan apa yang terjadi pada Kodak dan Nokia? Hal ini menjadi ketakukan dengan munculnya tesis the end of education karena manusia dapat mendapatkan pengetahuan dari mesin penyedia informasi terbesar seperti Google, Youtube dan lain sebagainya. Apa yang diperlukan tentang ketidaktahuannya dapat didapatkan dari mesin itu. Sehingga orang merasa tidak perlu lagi pergi menyibukkan diri duduk dibangku sekolah yang tidak dapat memikirkan masa depan anaknya.

Pikiran itu bisa jadi benar bisa jadi salah. Menurut hemat saya pendidikan apapun nama dari pendidikan itu baik formal, nonformal ataupun informal harus terus bersinergi. Seperti disampaikan diawal, pendidikan adalah proses mengmbangkan tiga domain utama manusia, otaknya, hatinya, dan tangan serta kakinya.

Otak harus diasah terus agar cerdas, tangan dan kaki harus dilatih terus agar terampil, tapi hati harus terus diasah juga agar menjadi manusia yang benar. Rasanya cerdas saja tidak cukup, terampil saja tidak cukup, kaya hati saja juga tidak cukup, jadi sinergisitas tiga domain itu melalui pendidikan adalah mereka yang akan terus bertahan di era disruptif ini. Jadi hemat saya pendidikan akan terus ada, dan sepertinya kerja pendidikan akan terus berlangsung selama manusia ini masih menempati dunia ini.

Hanya yang harus dilakukan adalah pendidikan perlu melakukan perubahan terus menerus dan berkesinambungan sesuai dengan zamannya. Era disruptif adalah hasil kerja pendidikan itu sendiri. Bagaimana mungkin produk pendidikan dapat mengakhiri pendidikan itu sendiri? Maka agar tidak termakan oleh pendidikan itu sendiri maka pendidikan akan terus berusaha melakukan terobosan-terobosan sehingga pendidikan ini akan terus eksis.

Dan yang lebih penting, pendidikan harus dimaksudkan untuk mengembalikan manusia pada Tuhannya. Manusia tidak hanya hidup didunia ini. Tapi dunia adalah persiapan  memasiki gerbang kehidupan berikutnya. Dunia saat ini boleh saja memasuki era disruptif, tapi manusia sebagai manusia yang mempunyai pertanggungjawaban pada Tuhannya harus terus disadarkan.

Disinilah pendidikan akan terus menemukan maknanya. Sehingga yang harus dilakukan adalah inovasi dan kreatifitas serta menjaga networking sehingga manusia bisa bertahan hidup diera apapun. Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu, demikian Nabi Muhammad mengingatkan kita semua.

Hal yang dinamis seperti mengikui perkembangan zaman harus kita ajarkan kepada generasi saat ini, sementara hal yang statis seperti penyadaran manusia sebagai manusia harus diajarkan terus menerus. Dengan begini manusia akan tetap mampu hidup dalam kehidupan ini. (*)


* Penulis, Muhammad Yunus, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : AJP-5 Editor Team
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES