Peristiwa Daerah

Terminal Sritanjung Banyuwangi Kumuh Tak Terurus

Kamis, 13 April 2017 - 14:03 | 317.89k
Suasana terminal Sritanjung, di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. (Foto: Dian Efendi/TIMES Indonesia)
Suasana terminal Sritanjung, di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. (Foto: Dian Efendi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Lusuhnya sopir Angkutan Kota (Angkot) semakin melengkapi bobroknya kondisi Terminal Induk Sritanjung, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur. Pintu gerbang masuk ke Banyuwangi yang terletak di sebelah utara pelabuhan ASDP Ketapang itu lebih dari 10 tahun dibiarkan tak terurus.

Kondisi tak terawat hampir seluruh bangunan di terminal yang memiliki luas lebih dari 5 hektare, semakin memperparah wajah muram terminal yang diresmikan pada 27 Februari 1996 itu. Bahkan dua gedung utama tak seluruhnya berfungsi, banyak ruang yang dibiarkan kosong tanpa aktivitas.

Menurut pengakuan Embung (65), salah satu pedagang nasi, setiap hari kondisi terminal yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Basofi Soedirman, 21 tahun silam itu memang sepi dari hingar bingar penumpang.

“Jarang ada penumpang yang mau kesini. Apalagi yang dari Bali, mereka memilih naik bus dari depan pelabuhan,” katanya kepada TIMES Indonesia, Kamis (13/4/2017).

Akibatnya, lanjut Embung, penghasilan para pedagang yang berjualan sangat minim. Mereka hanya mengandalkan pemasukan dari para sopir angkot yang mangkal.

Tak jarang pedagang di Terminal Sritanjung memilih tutup dan hanya berjualan pada saat musim-musim tertentu. Seperti saat mudik menjelang lebaran. Bahkan, dari pantauan TIMES Indonesia, dari 20 warung yang ada, separohnya tutup dan beralih fungsi sebagai tempat tinggal.

Sepinya penumpang juga berdampak pada sopir angkot yang melayani trayek Terminal Sritanjung – Terminal Blambangan – Terminal karangente (PP). Menurut Halili (46), salah satu sopir angkot, hampir tak pernah ada bus antar kota antar propinsi (AKAP) yang masuk ke terminal.

“Paling-paling yang masuk hanya bus kecil jurusan Muncar-Situbondo (PP). Rata-rata penumpang yang turun akan melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Ketapang menuju Bali,” jelas Halili, yang berasal dari Kelurahan Sobo, Banyuwangi.

Ada 20 mobil angkot yang setiap hari mangkal di Terminal Sritanjung. Mobil-mobil tua itu bahkan jarang mengangkut penumpang dengan tujuan Kota Banyuwangi, dan paling banter hanya melayani penumpang menuju Pelabuhan Ketapang. Setiap hari, kata Halili, para sopir harus bersabar berjam-jam menunggu datangnya bus kecil yang menurunkan penumpang. Padahal, penumpang yang turun juga sangat minim, sekitar 2 sampai 5 orang.

Halili mengaku pernah dua hari tidak mendapat penumpang sama sekali. Kondisi seperti itu sudah berlangsung sejak lama, dan dia mengaku belum pernah ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi persoalan itu.

Wajah buruk Terminal Sritanjung juga bisa dilihat dari kondisi kebersihan dan keindahannya. Di sana sini banyak ditemukan tumpukan sampah berserakan. Penataan stand pedagang semrawut dan banyaknya bangunan non permanen yang berjubel.

Apalagi di malam hari, kondisi gelap membuat Terminal Sritanjung terkesan angker dan menyeramkan. Bangunan-bangunan besar hanya diberi penerangan seadanya.

Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Terminal Sritanjung, Sumarto tak menampik kondisi buruk terminal yang dipimpinnya.

“Kondisinya bertahun tahun ya seperti ini. Sepi,” cetus Sumarto.

Dari data yang dimiliki, Sumarto menjelaskan rata-rata setiap hari hanya ada 12 bus besar yang masuk dan ada sekitar 30 bus kecil yang masuk. Paling banyak 100 penumpang yang datang dan berangkat dari Terminal yang diberi nama tokoh legenda asal usul Banyuwangi itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES