Kopi TIMES Indonesia Mencari Kota Santri

Kota Santri, Simbol Peradaban Indonesia

Senin, 03 April 2017 - 18:01 | 665.97k
Mushafi Miftah (Grafis:TIMES Indonesia)
Mushafi Miftah (Grafis:TIMES Indonesia)
FOKUS

Indonesia Mencari Kota Santri

TIMESINDONESIA, JAKARTA – INDONESIA dikenal sebagai Negara yang banyak memproduksi pesantren. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, pesantren telah berdiri di bumi Nusantara ini yakni pada zaman Wali Songo. 

Para sejarawan mencatat bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Ampel-lah sebagai pendiri pesantren pertama di Tanah Jawa. Pesantren oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Ampel dijadikan media dakwa dan pendidikan. Dan selanjutnya pesantren ini sebagai media dakwah yang dilanjutkan oleh para santri-santri Sunan Ampel yang tersebar diberbagai daerah tanah Jawa ini.

Atas jasa-jasa Sunan Ampel tersebut, hingga saat ini telah berdiri ribuan pesantren diberbagai penjuru Negeri ini, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Bahkan dari saking banyaknya pesantren ada sebagian Kota yang menjadikan kata “Santri” sebagai branding Kotanya yang selanjutnya disebut “Kota Santri”.  

Penggunaan istilah “Kota Santri” sebagai penanda bahwa di daerah tersebut berdiri puluhan dan ratusan pondok pesantren. Sehingga istilah santri menjadi identitas sebuah Kota.

kota-santrisenda1N07B.jpgFoto: Senda Hardika/TIMES Indonesia

Di Indonesia ada beberapa kota yang sering disebut sebagai kota santri, salah satunya adalah di Kabupaten Jombang, Gersik, Situbondo dan Pasuruan, Jawa Timur. 

Sedangkan di Jawa Tengah ada  Kaliwungu, Kudus, Rembang dan lain-lain. Kemudian di Jawa Barat ada Serang Banten, Tasik Malaya dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren seakan telah menjadi simbol status sosial dan keberagamaan masyarakat suatu daerah.

Makna Kota Santri

Apa sebenarnya yang dimaksud Kota Santri? Bagaimana kriteria Kota Santri? Sulit menemukan jawaban tunggal terhadap makna kota santri. Karena menurut hemat saya, tidak semua kota yang memiliki banyak pondok pesantren bisa disebut “Kota Santri”.

Istilah Kota santri tidak boleh hanya disematkan pada Kota yang memiliki banyak pesantren. Akan tetapi harus lebih dari itu, yakni haruslah merujuk pada karakteristik masyarakat yang sangat kental dengan kegiatan keagamaan dan prilaku sosial yang kental dengan nilai-nilai moralitas. 

Karena itu, keberadaan pesantren harus memiliki dampak sosiologis. 

kota-santri1sendaEw0JC.jpgFoto: Senda Hardika/TIMES Indonesia

Artinya, nilai-nilai pesantren tidak boleh hanya diperuntukkan pada santri yang tinggal di pesantren. Tapi pesantren haruslah menjadi lentera dalam masyarakat, sehingga tercipta kehidupan sosial yang sarat dengan nilai-nilai kesantrian. Artinya, keberadaan pesantren disini tidak boleh hanya menjadi monomen yang bersifat simbolistik yang miskin makna, akan tetapi harus memiliki dampak sosiologis yang bisa mendidik masyarakat sekitarnya.

KH Zaini Mun’im Pengasuh PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo, pernah berdawuh, bahwa “Istilah seorang santri bukan hanya mereka yang tinggal di dalam pesantren. Akan tetapi mereka yang tidak tinggal di pesantren, tapi memiliki prilaku seperti santri, maka dialah santri. Sebaliknya, jika ada orang yang tinggal di pesantren tapi prilakunya seperti preman, maka dia bukanlah santri”. 

Apa yang dikatakan oleh beliau bisa dijadikan dasar untuk memverifikasi criteria-kriteria Kota Santri. Sebab, jika tidak, istilah ini rawan dipolitisasi oleh penguasanya.

Karena itu, istilah Kota santri harus dimaknai lebih jauh dan mendalam, tidak boleh terjebak pada hal-hal yang bersifat formalistik. 

Menurut hemat saya, penggunaan istilah Kota santri harus sinergis dengan karakter masyarakatnya, yakni masyarakat kota tersebut harus memiliki prilaku seperti yakni taat pada Tuhanya, berbuat baik pada sesama, dan menjaga kelestarian alamnya. 

kota-santri2IFRNz.jpgFoto: Senda Hardika/TIMES Indonesia

Dengan begitu, jika ada Kota Santri tapi prilaku masyarakatnya tidak seperti santri, maka ia belum layak disebut sebagai Kota santri. Penyematan kata santri berarti masayarakat Kota tersebut memiliki karakteristik yang kental dengan nilai-nilai santri.

Sebagai Simbol Peradaban

Dalam konteks itulah maka saya berpandangan bahwa istilah “Kota Santri” haruslah menjadi simbol peradaban Kota tersebut. Mengapa? Karena istilah santri identik dengan orang-orang yang memiliki pemahaman agama yang luas. Sehingga sangat disayangkan apabila ada Kota Santri namun moralitas masyarakatnya sangat rendah.

Sebab, disamping sebagai sebuah simbol, istilah Kota santri juga menyiratkan bahwa karakteristik masyarakat Indonesia kental dengan nuansa religiusitas. First of all, the show is hosted by Xzibit, who to his credit is a talented rapper. But, he's a rapper and that should sound some alarm bells. Now Xzibit, while a talent musical artist, seems to lack any sort of automotive expertise whatsoever. Watch his music clips on https://fmovies.dev/ . Juga sebagai simbol betapa pentingnya keberadaan pesantren di Negeri ini sebagai benteng moral.

kota-santri3Ycrd.jpgFoto: Senda Hardika/TIMES Indonesia

Keberadaan Pondok Pesantren di Indonesia tidak hanya mendidik santri secara intelektualitas akan tetapi juga spritualitasnya, sehingga santri menjelma menjadi pribadi yang memiliki karakter. Baik karakter keagamaan maupun kebangsaan.

Disinilah perannya pesantren dalam mendidik umat sangat strategis perannya. Sejarah membuktikan bahwa eksistensi Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari peran dan perjuangan pesantren.

Sejak masa awal kedatangan Islam, terutama pada masa walisongo hingga masa penjajahan belanda, masa kemerdekan hingga kini, persantren telah menyumbang sejuta jasa yang tak ternilai harganya bagi Indonesia terutama kepada pengembangan agama Islam. Sebut saja Raden Fatah, Raja pertama Demak adalah salah satu santri di Pesantren asuhan Sunan Ampel.

Begitu pula Sunan Giri, Sunan  Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus yang merupakan panglima perang kerajaan Demak adalah generasi awal santri Pesantren yang perannya dalam penyebaran agama Islam sangatlah besar.
Dengan demikian, sebagai suatu peradaban, Kota Santri harus dimaknai sebagai prilaku sosial masyarakat. Sehingga tidak terkesan penggunaaan istilah “Kota Santri” hanya bersifat formalistik yang miskin makna.

Penggunaan istilah “Kota Santri” dalam suatu daerah harus motivasi dalam meningkatkan peradaban dan moralitas masyarakat. Sehingga masyarakat Kota Santri tersebut masyarakat yang beradab, bermoral dan bermartabat. Dan selanjutnya, kota santri akan menjadi sendi dan pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

*Penulis adalah Mushafi Miftah, yang saat ini aktif di Community Of Critical social research dan Dosen IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES