Gawainesia

Memaknai Gundul-Gundul Pacul

Senin, 25 Juli 2016 - 05:16 | 140.91k
"Gundul-Gundul Pacul-cul" tembang Jawa yang sudah ada sejak tahun 1400an. (Foto: mrd.onefinger/Instagram)

TIMESINDONESIA, JAKARTA –  

Gundul gundul pacul-cul,gembelengan...Nyunggi nyunggi wakul-kul,gembelengan...
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar...

Tembang Jawa ini diciptakan tahun 1400an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia.

Gundul, adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Pacul (cangkul), adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

 

Gundul Pacul, artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas), artinya bahwa:
Kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan, artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah:
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya.
2. Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia.
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.

Nyunggi wakul, gembelengan Nyunggi wakul, artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul di kepalanya.

Wakul, adalah simbol kesejahteraan rakyat.
Kekayaan negara, sumberdaya, pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat. Kedudukannya di bawah bakul rakyat.

Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul? Tentu saja pemilik bakul. Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya.

Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main). Akibatnya Wakul ngglimpang segane dadi sak latar atau bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.

Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagalah tugasnya mengemban amanah rakyat!

Semoga kita jadi pribadi yang memiliki integritas sehingga siap menjadi suri tauladan dimanapun kita berada.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Satria Bagus

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES