Peristiwa Daerah

Mengenal Arja Wiraatmadja Pencetus Koperasi dari Purwokerto

Selasa, 12 Juli 2016 - 09:37 | 1.34m
Patung R Arya Wiriaatmadja di Museum Bank Purwokerto (Foto: kompasiana)
Patung R Arya Wiriaatmadja di Museum Bank Purwokerto (Foto: kompasiana)

TIMESINDONESIA, BANYUMAS – Hari ini selasa bertepatan dengan tanggal 12 Juli 2016 diperingati sebagai Hari Koperasi yang merupakan salah satu soko guru perekonomian Indonesia. Tahukah anda bahwa pencetus koperasi Indonesia bermula dari langkah seorang priyayi asal Purwokerto yang mendirikan bank simpan pinjam pada tahun 1896 yang bertujan menolong para pribumi dari jeratan utang.

Dia adalah Raden Arya Wiraatmadja seorang Patih di Purwokerto yang kini namanya dijadikan salah satu nama jalan di Purwokerto. Namun orang saat ini lebih mengenal jalan tersebut sebagai jalan bank atau bahkan lebih mengenal soto yang terkenal di jalan tersebut. Untuk mengingat kembali siapa Arya Wiriaatmadja berikut penelsurusan singkat BANYUMASTIMES.

Raden Aria Wiriatmadja lahir dari pasangan Raden Ngabehi Dipadiwirja (Kepala Demang Prajurit Ayah) dengan anak dari Mas Ngabehi Kertajaya (Surakarta) di Adireja, Banyumas Agustus 1893. Pada usia 21 tahun, Raden Aria Wiriatmadja sudah bekerja menjadi Juru Tulis Katrolir Belanda di Banjarnegara, namun jabatan ini hanya dipegang selama 2 tahun saja.

Kemudian Raden Aria Wiriatmadja menjadi Mantri Polisi di Bawang, Distrik Singamerta, Banjarnegara selama 9 tahun.

Pada tahun 1863, Aria diangkat menjadi Wakil Wedana Batur dengan masa jabatan selama 3 tahun. Kemudian karirnya mulai menanjak menjadi Wedana Definit Batur, Banjarnegara 3 Agustus 1866, sebelum akhirnya dimutasi ke tempat kelahirannya untuk menjadi Wedana Adirerja.

Namun beberapa tahun kemudian, Aria mendapat promosi ke bagian lebih penting yakmi diangkat menjadi Patih di Purwokerto

Pada tahun 1896, Aria mendirikan sebuah bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Aria meniru sistem bank kredit seperti yang ada di Jerman.

Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. 

Selain pegawai negeri, para petani juga perlu dibantu karena mereka menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah bank tersebut menjadi koperasi.

Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan hasil panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi.

Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank–bank Desa, rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.

Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:

1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.

2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.

3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : Banyumas TIMES

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES