Pendidikan

Kajian Titik Temu Unair Kupas Pembangunan Manusia Berdasarkan Pancasila

Rabu, 20 November 2019 - 16:37 | 166.75k
 Para tokoh berdiskusi dalam Kajian Titik Temu di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/2019). (Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Para tokoh berdiskusi dalam Kajian Titik Temu di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/2019). (Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menggelar Kajian Titik Temu bertema "Membangun Manusia Indonesia Dalam Perspektif Pancasila" di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair, Rabu (20/11/2019).

Diskusi kebangsaan tersebut menghadirkan beberapa nara sumber. Antara lain Yudi Latif, Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society; KH Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriah PBNU; Inaya Wulandari Wahid, Jaringan Gusdurian; Prof Dr Mohammad Nasih, Rektor Universitas Airlangga; Dr Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah; dan Muhammad Wahyuni, sebagai moderator.

Para tokoh berkumpul untuk memperkuat persatuan dan kesatuan khususnya kalangan generasi milenial. Membahas isu pentingnya perbedaan sebagai kekuatan bangsa Indonesia di tengah bonus demografi yang dimiliki bangsa ini.

Rektor Unair Prof. Dr. Mohammad Nasih menjelaskan,  kajian semacam ini diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada generasi milenial, bahwa kemajemukan yang dimiliki bangsa termasuk gerakan ekstrim kiri maupun kanan harus dipertemukan dalam satu forum untuk membangun Indonesia dalam perspektif Pancasila. 

Paling tidak dengan acara seperti itu, berbagai macam pemikiran, berbagai macam gagasan itu bisa dipertemukan. 

"Kalau sudah ketemu Insha Allah tidak akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena kita semua berada pada posisi yang kurang lebih sama," kata Prof. Dr, Mohammad Nasih. 

Nasih menambahkan bahwa gerakan ekstrim kiri maupun kanan dalam sebuah negara itu merupakan hal yang normal, tapi tidak boleh dikesampingkan karena bisa menimbulkan suatu kerugian. Sehingga diperlukan dipertemukan dalam satu momen untuk berdiskusi. 

"Jadi sesungguhnya kita punya gagasan yang kurang lebih sama bahwa membangun Indonesia itu harus berbasiskan Pancasila. Sebagai bagian dari kesepakatan nasional juga bagian dari titik temu nasional dari para pendiri bangsa sehingga semua pikiran semua gagasan semua terbagi, termasuk pembangunan manusia harus segera diarahkan kesana," tambahnya. 

Menurut Rektor Unair ini, pemerintah telah melakukan langkah bagus dalam membangun masyarakat Indonesia untuk mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan, tapi tidak boleh melupakan aspek pembangunan karakter agar menjadi manusia yang berketuhanan, adil dan beradab sesuai Pancasila. 

"Bahwa pendidikan itu sesungguhnya bukan hanya menciptakan pekerjaan saja, bukan hanya untuk menciptakan robot-robot tapi juga harus menciptakan orang-orang yang berkarakter. Nah karakternya apa !  Karakternya ya Pancasila tadi mulai dari harus berketuhanan, harus berkemanusiaan, harus adil harus apa, itu kemudian yang kita tanamkan," urainya. 

Dalam kajian titik temu ini, putri Gus Dur Inaya  menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Korea Utara, dimana  negara sosialis tersebut sangat tertutup dan sungguh berbeda dengan Korea Selatan. 

Tapi dirinya menarik garis besar bahwa Kedua negara itu mempunyai kesamaan yakni keseragaman, dimana  penduduk Korut harus berseragam mengikuti aturan penguasa, dan Korsel yang masyarakatnya mempunyai keinginan yang seragam yaitu berlomba operasi plastik. 

Inayah berpendapat Indonesia juga seakan menuju ke arah keseragaman, dimana satu kelompok yang berbeda pandangan pendapat, pemikiran atau kepercayaan dianggap sebagai lawan. Padahal sejatinya perbedaan adalah kekuatan terbesar negara ini yang tidak dimiliki kedua negara Korea tersebut maupun negara lainnya. 

"Indonesia seperti mengarah kesana dimana perbedaan ditekan oleh society bahkan mendapat bullying. Kekuatan Indonesia adalah perbedaan. Kata Gus Dur, Kedamaian tanpa keadilan hanya ilusi," kata Inaya diatas panggung kajian titik temu yang disambut tepuk tangan ratusan mahasiswa Unair. 

Sementara itu Yudi Latif mengatakan, membangun manusia Indonesia seperti menanam pohon yang akarnya mendalam dan rantingnya menjulang tinggi. 

Dengan pembangunan manusia berkarakter, maka tak menutup kemungkinan, Indonesia yang punya bonus demografi berupa generasi milenial akan menjadi negara berjaya pada 2045.

"Akar yaitu karakter, pohon menjulang tinggi berarti manusia yang belajar selama hidup atau manusia pembelajar, sedang batang ranting adalah kecakapan tata kelola Indonesia sehebat apapun kalau tidak cakap tata kelola tidak memberikan prestasi dan kemakmuran. Sedangkan Buah berarti kreativitas masyarakat Indonesia untuk mencapai kemakmuran", ucap Yudi Latif dalam pembicaraannya di Unair.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES