Kopi TIMES

Djaduk, Politik Kebangsaan dan Cagar Musik

Minggu, 17 November 2019 - 14:17 | 213.43k
SL. Harjanta adalah Jamaah Abangan Ngayogjazz, Pengajar Administrasi Publik Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta. (FOTO: Ahmad Tulung/TIMES Indonesia)
SL. Harjanta adalah Jamaah Abangan Ngayogjazz, Pengajar Administrasi Publik Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta. (FOTO: Ahmad Tulung/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Satu set perkusi dipasang di muka sisi kanan Panggung Umpak, arena Ngayogjazz 2019 di Kwagon, Godean, Sleman, Sabtu sore, 16 November. Di sebelahnya, musisi Jazz senior Idang Rasjidi, menyanyikan beberapa nomor lagu dengan ekspresif. Beberapa kali Idang seolah-olah, memberi kesempatan pada Djaduk untuk solo perkusi.

”Dia sudah tidak ada, tapi dia main di sini. Ayo Duk, aku krungu!” ungkap Idang dengan emosional. Ya, sedianya alat musik tabuh itu memang akan dimaikan oleh Djaduk Ferianto. Pembicaraan soal komposisi musik hingga pilihan lagu sudah matang mereka bicarakan sebelumnya. Namun seperti diketahui, tiga hari jelang perhelatan, pentolan Ngayogjazz itu wafat. Kepergian Djaduk tentu membawa duka mendalam bagi musisi Jazz tanah air maupun penikmat Ngayogjazz.

Sejak hijrah ke Jogja, tepatnya kembali lagi ke Kota Pelajar, saya menjadi jamaah abangan Ngayogjazz. Sekali lagi abangan. Bukan ‘santri’ atau pun orang ‘saleh’ yang memahami sekaligus mengamalkan musik Jazz secara kafah. Sejak 2015, sudah empat kali klesotan di depan panggung Ngayogjazz. Dengan begitu, saya hanya luput sekali menyaksikan perhelatan musik Jazz yang sangat ditunggu-tunggu khalayak ini.

Arena Ngayogjazz memang jauh dari kesan mentereng pertunjukan musik Jazz yang biasa dinikmati panggung eksklusif. Namun, siapa pun yang pernah menyaksikan langsung perhelatan ini akan dibuat bergetar.

Meski dihelat di perkampungan, antusiasme penonton luar biasa. Ribuan penonton menyemut mengelilingi panggung-panggung yang berada di emperan rumah warga hingga di tengah kebon yang dekat dengan jaratan. Tiap penyelenggaraan, kesan yang didapat, profesional, epic dan rapih. Kondisi ini membuat penonton merasa sangat enjoy. Ini adalah pertunjukan berkelas di tengah-tengah arena perkampungan jelata.

Meski memiliki pemahaman cupet tentang musik jazz, saya berusaha menikmati tiap alunan hasil ramuan para musisi yang pentas. Namun, selain gelaran musik jazz, ada hal lain yang bisa ditangkap oleh pengunjung.

Tiap perhelatan, ajang tahunan ini selalu mengangkat soal kearifan lokal maupun potensi tempat penyelenggaraan. Ngayogjazz 2019 ini mengambil tempat yang sama dalam perhelatan serupa pada tahun 2016, yakni di Padukuhan Kwagon.Di wilayah Sleman, padukuhan tersebut terkenal sebagai sentra perajin genteng. Potensi lokal yang ditambahkan dalam perhelatan tahun ini adalah kerajinan bambu. Jadi secara ekonomi, Ngayogjazz ingin memakmurkan warga setempat. Lantas secara politik adakah semacam agenda tersembunyi? Lumrah dalam acara musik  akbar, kerap disisipi sponsor politik. Namun di Ngayogjazz saya tidak menemukan muatan politik praktis semacam itu.

Semasa sugeng, saya yakin Mas Djaduk memiliki preferensi politik tertentu. Namun, dalam perhelatan Ngayogjazz, saya merasa situasinya netral. Satu-satunya agenda politik yang saya tangkap adalah seruan politik kebangsaan. Seruan politik kebangsaan ini adalah soal persatuan, toleransi, Bhineka Tunggal Ika dan lain-lain. Seperti tema Ngayogjazz 2019 ini, yakni “Satu Nusa Satu Jazz-nya.”

Walau harus dikaji lebih lanjut, Ngayogjazz adalah sebuah perhelatan yang memiliki nilai penting dalam hal keilmuan, pendidikan dan budaya. Oleh karenanya, event tahunan ini layak dijadikan semacam ‘cagar musik’ yang perlu diuri-uri, dijaga dan dilestarikan. Meski secara regulasi, cagar budaya hanya dikaitkan dengan hal yang sifatnya tangible, namun siapa pun akan mengakui jika Ngayogjazz merupakan sebuah aset berharga dalam bidang pertunjukan seni musik yang mesti dijaga keberlangsungannya. Terima kasih Mas Djaduk, telah membuat karya dan mewariskan hal yang bernilai. Semoga tenang di sisi-Nya. Aamiin. (*)

*) Jamaah Abangan Ngayogjazz, Pengajar Administrasi Publik Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES