Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Membedah Pure Theory of Law Hans Kelsen

Rabu, 13 November 2019 - 07:04 | 599.50k
Diyaul Hakki, Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma Malang, Ketua (plt) IPNU PAKPT Raden Sa'id UNISMA, Ceo. Biro pergerakan PMII Rayon Al Hikam Komisariat UNISMA, Ceo. Bidang Pembangunan Daerah IMAKA Malang
Diyaul Hakki, Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma Malang, Ketua (plt) IPNU PAKPT Raden Sa'id UNISMA, Ceo. Biro pergerakan PMII Rayon Al Hikam Komisariat UNISMA, Ceo. Bidang Pembangunan Daerah IMAKA Malang
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANGBERBICARA tentang hukum, itu berarti kita ikut serta mengambil peran dalam perdebatan yang tidak pernah selesai dari ratusan abad yang lampau, dan memang tidak akan pernah selesai. Diskusi dan perdebatan tentang hukum, memang tidak akan pernah selesai dibicarakan sepanjang zaman, karena sifat dasar dan sifat mutlak hukum itu adalah dinamis, tidak statis.

Oleh karenanya, boleh jadi suatu perbuatan tertentu dilarang pada zaman dahulu dan dianggap biasa atau diperbolehkan di zaman sekarang. Begitu juga, kalau misalkan kita berbicara tempat (ruang), bisa jadi di tempat yang satu, suatu perbuatan diperbolehkan dan di tempat yang lain tidak diperbolehkan. Karena antara satu tempat dengan tempat yang lain dan antara lintas zaman, pasti berbeda kultur, politik, budaya, sosial, agama, ekonomi, hingga ideologinya. Sehingga mempengaruhi terhadap isi materi dan norma hukumnya.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Maka, antara ruang dan waktu, menjadi tolok ukur, hukum seperti apa yang diberlakukan pada saat itu, atau pada tempat tersebut. Sehingga dalam proses pemidanaan dikenal suatu syarat yang menjadi asas atau dasar pemidanaan, yaitu “Locus et tempus delicty” (tempat dan waktu terjadinya delik atau perbuatan pidana).

Menentang seluruh stimulasi di atas, Hans Kelsen dengan yakin dan dengan langkah berani mewartakan teorinya yang sangat termasyhur dikalangan pelajar dan Ahli Hukum, bahkan teori ini menjadi anti-thesa dari seluruh madzhab yang mencampuradukkan hukum dengan sesuatu yang non-hukum.

Teori yang kemudian diberi nama “pure theory of law” ini mendapatkan tempat dan kajian tersendiri, bahkan beberapa penulis menjadikan teori ini sebagai madzhab tersendiri dalam filsafat hukum, yaitu Hukum Murni. Walau dalam kenyataannya Hans Kelsen sendiri adalah seorang penganjur madzhab Filsafat Neo-kantianisme, serta sebagian penulis menggolongkan beliau sebagai penganut madzhab positivisme.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Tentang Hukum Murni, Hans Kelsen berkeinginan agar Hukum steril atau bersih dari anasir-anasir Non-Hukum, seperti Politik, Sosial, Budaya, Agama, Norma, bahkan Ideologi Negara. Sehingga tercipta Hukum yang benar-benar murni dan berdiri sendiri tanpa intervensi dari anasir manapun.

Ternyata, kalau kita mengkaji lebih dalam, pure theory of law ini hanya terbatas pada pengetahuan (kognisi) hukum saja, tidak memanjang pada kebijakan hukumnya. Itu artinya yang dimaksudkan Kelsen sebagai Hukum Murni hanya khusus Ilmu Hukum, bukan Hukum.

Maka saya, ingin mengajukan kesepakatan saya terhadap kaum positivis yang mempunyai slogan “Hukum adalah undang-undang” dengan syarat isi materi dan proses pembentukannya legal reasoning-nya taat terhadap teori Hukum Murni, yang mengharamkan anasir-anasir non-hukum masuk kedalamnya, apalagi kepentingan-kepentingan yang merugikan Rakyat secara umum. Karena kami, sebenarnya sudah bosan ditipu dengan undang-undang yang dikotori oleh kepentingan penguasa dan kaum kapital.

Maka dalam perspektif positivisme hukum, hukum bertujuan menciptakan ketertiban masyarakat yang harus diamini dengan kepastian Hukum, oleh karenanya dikenallah asas legalitas yang bahkan distempel dalam pasa 1 KUHP sebagai salah satu peraturan yuridis Negara kita.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Nah, peraturan yuridis tersebut seharusnya melahirkan kewajiban yang logis dan etis. Sekarang pertanyaannya, apakah seluruh peraturan yuridis di Indonesia sudah etis dan logis? Apakah kita wajib taat terhadap Hukum yang tidak etis dan logis?

Pertanyaan-pertanyaan yang senada dengan ini, sangat sulit untuk kita jawab di Negara yang kebanyakan Hukumnya tidak etis dan logis. Negara hanya memanfaat kan teori dan hukum untuk menghegemoni masyarakat.

Sekarang kembali terhadap teori Hukum Murni Hans Kelsen, sudah sejauh apa kita mengamalkan ilmu ini, atau sudah semurni apa hukum di Negara kita ini?***

INFORMASI SEPUTAR UNISMA MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Diyaul Hakki adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma Malang, Ketua (plt) IPNU PAKPT Raden Sa'id UNISMA, Ceo. Biro pergerakan PMII Rayon Al Hikam Komisariat UNISMA, Ceo. Bidang Pembangunan Daerah IMAKA Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES