Pendidikan

Dua Profesor Anyar Universitas Brawijaya Bakal Dikukuhkan

Selasa, 12 November 2019 - 15:05 | 106.60k
Prof. Amin Setyo Leksono, S.Si., M.Si., Ph.D (kiri) dan Prof. Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T (kanan) adalah dua profesor anyar Universitas Brawijaya. (FOTO: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
Prof. Amin Setyo Leksono, S.Si., M.Si., Ph.D (kiri) dan Prof. Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T (kanan) adalah dua profesor anyar Universitas Brawijaya. (FOTO: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGUniversitas Brawijaya (UB) kembali mengukir prestasi dalam bidang akademik. Kali ini, kampus ternama di Indonesia yang berada di Kota Malang itu bakal mengukuhkan dua profesor baru, yaitu Amin Setyo Leksono dan Pitojo Tri Juwono. Pengukuhan kedua profesor tersebut akan berlangsung di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya, Rabu (13/11/2019) besok.

Prof. Amin Setyo Leksono, S.Si., M.Si., Ph.D bakal dikukuhkan sebagai profesor bidang Ilmu Entomologi dan Ekologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Ia merupakan profesor ke-20 di FMIPA dan ke-251 di UB. Selain itu, Prof Amin juga profesor ekologi pertama di FMIPA UB.

profesor-anyar-Universitas-Brawijaya-2.jpg

Penelitian Prof Amin mengusung Peran Komunitas Arthropoda dalam Pengelolaan Agroekosistem dengan Pemberdayaan Potensi Lokal. 

Arthropoda merupakan komponen biologi yang memiliki peran penting dalam agroekosistem. Dari beragam peranan Arthropoda pada agroekosistem, beberapa peran penting tersebut meliputi musuh alami hama, peran sebagai penyerbuk, peran sebagai pengurai dan peran sebagai bioindikator. 

"Kami melakukan inovasi kombinasi rekayasa habitat dan pupuk pestisida hayati cair menggunakan potensi lokal. Rakayasa habitat dilakukan dengan menanam jenis tumbuhan refugia yang sebagian merupakan tumbuhan liar seperti, babandotan, kenikir, marigold, bawangan, sebagian lain adalah tumbuhan budidaya seperti kacang panjang, gambas, cabai, dan tomat. Tumbuhan refugia ini ditanam di tepi kebun atau di pematang sawah," terangnya.

Rekayasa habitat yang dilakukan di pematang sawah berupa ajir tunggal dan ajir ganda. Selain melakukan rekayasa habitat, Prof Amin juga melakukan inovasi dengan membuat pupuk pestisida hayati cair yang berasal dari bahan alami lokal seperti empon-empon, gadung, buah maja, dicampur dengan air cucian beras, air kelapa, gula dan terasi. 

Hasil inovasi yang dilakukan menunjukkan peningkatan kelimpahan dan keragaman Arthropoda sebagai musuh alami hama, meningkatkan kualitas tanah dan kualitas produk lahan budidaya. 

Desain rakayasa habitat dengan ajir tunggal disukai oleh kumbang kubah, kupu-kupu dan capung, sedangkan desain ganda disukai semut, kumbang kubah dan laba-laba. Adanya ajir ganda menyebabkan laba-laba mudah membuat jaring untuk menangkap mangsa.

profesor-anyar-Universitas-Brawijaya-3.jpg

Prof Amin menyarankan agar ada kajian lebih lanjut untuk meneliti peranan Arthropoda yang lebih khusus di tingkat populasi dan pada berbagai jenis tanaman budidaya. Serta upaya yang lebih mendalam untuk mengembangkan produk pupuk biopestisida cair dari sumberdaya lokal untuk beragam jenis tanaman budidaya.

Sedangkan Prof. Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T., dikukuhkan sebagai profesor dalam bidang Manajemen dan Rekayasa Sumber Daya Air pada Fakultas Teknik (FT). Ia merupakan profesor ke-14 di FT dan profesor ke-252 di UB. 

IPU: Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara di Kaltim, Bagaimana dengan Daya Dukung Air Bakunya? menjadi penelitian yang diusung. 

Rencana pemindahan ibu kota akan melibatkan pemindahan penduduk 800.000 ASN akan berpindah dari Jakarta ke Kaltim, penyiapan area lokasi induk seluas 40.000 ha dengan luas lahan pengembangan 180.000 ha, pembangunan sarana dan prasarana dengan kebutuhan biaya yang cukup besar.

Menurutnya, kesuksesan dan keberlangsungan rencana pemindahan ibu kota negara tidak bisa dilepaskan salah satunya dengan daya dukung sumber daya air yang mencukupi secara kuantitas dan kualitas sebagai fungsi dari waktu.

"Karena air baku merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hal ini berimplikasi pada upaya layanan air baku yang memenuhi kebutuhan dari sisi ketersediaan secara kuantitas dan kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan," jelasnya.

Prof Pitojo melanjutkan bahw air permukaan menjadi pilihan utama dalam pemenuhan kebutuhan air baku untuk menopang semua rencana kegiatan pusat pemerintahan dengan pendukungnya yakni permukiman, kawasan pendidikan, pusat penelitian dan perdagangan-jasa. 

Manajemen dan rekayasa sumber daya air yang komprehensif diharapkan mampu menjawab tantangan ke depan yaitu ketersediaan air baku yang relatif tetap dan bahkan terancam menurun kualitasnya, akan tetapi berbanding terbalik dengan laju permintaan yang terus meningkat. Perlu keseimbangan neraca air antara ketersediaan dan kebutuan air baku kawasan rencana ibu kota negara di Kalimantan Timur. 

Ada empat dampak negatif yang timbul terhadap aspek sumber daya air yang, menurutnya, harus diantisipasi. Pertama, proses keberlanjutan siklus hirologi dapat terganggu dengan adanya kegiatan manusia yang berlebihan. 

Kedua, meningkatnya nilai koefisien limpasan permukaan akibat berubahnya lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun.

Ketiga, perubahan tata guna lahan berdampak pula pada adanya potensi erosi lahan yang makin meningkat. 

Keempat, aktivitas kegiatan ibu kota akan menyebabkan timbulnya zat sisa yaitu sampah dan limbah.

Upaya mengantisipasi dampak negatif ini dilakukan untuk menyiapkan kota yang ramah terhadap tata kelola sumber daya air. Menjadikan ibu kota negara berkonsep forest city diyakini akan menekan perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi lahan terbangun sebagai sumber dampak negatif yang timbul.

Gagasan tersebut yang dibawa dan akan diorasikan oleh kedua profesor anyar Universitas Brawijaya pada Rabu (13/11/2019) saat pengukuhan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES